Sutarman tak tegas soal aturan polwan berjilbab
A
A
A
Sindonews.com - Kontroversi penundaan penggunaan jilbab bagi polwan menuai pro dan kontra. Dalam hal ini Kapolri Jenderal Pol Sutarman yang sebelumnya sudah membolehkan polwan mengenakan jilbab, dalam waktu singkat langsung mengubah pernyataannya.
Anggota Komisi VIII DPR RI Raihan Iskandar mengatakan, dalam permasalahan ini karakter kepemimpinan dan manajemen Kapolri benar-benar diuji di sini. Masa kepemimpinan yang sangat baru namun keputusan untuk para polwan menggunakan jilbab berubah-ubah.
Menurut dia, Polri harus berubah ke arah yang lebih baik dengan peningkatan ketaqwaan. Terlebih hal ini merupakan negara yang jumlah masyarakatnya adalah mayoritas Islam. "Polisi sebagai aparatur seharusnya mengayomi dan memberikan kenyamanan dan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang mayoritas muslim," tandasnya saat dihubungi KORAN SINDO, Kamis (5/12/2013).
Seharusnya, lanjut dia, hal tersebut bisa diberlakukan secara fleksibel. Karena memakai Jilbab adalah kewajiban agama serta hal tersebut menjadi hak asasi manusia yang di lindungi oleh UUD 1945. Alasan ketidakseragaman dan HAM sangat tidak sesuai kondisi kekinian. Dalam hal ini, polisi seharusnya dapat memahami hak-hak sipil, maka diperlukan kebijakan yang arif dalam memberikan keputusan.
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengapresiasi langkah Kapolri untuk mengizinkan polwan untuk mengenakan jilbab. Namun hal ini direvisi kembali dikarenakan Kepolisian harus mempunyai seragam yang sama.
"Kepolisian adalah kesatuan maka harus mempunyai seragam yang sama. Tidak boleh ada yang berbeda. Dan kebijakan ini bagus," tandansya saat ditemui di Jakarta kemarin.
Menurut menteri yang akrab disapa SDA itu, dalam kebijakan ini keseragaman polisi harus seragama dan elok. Namun Jilbab dalam hal ini belum diatur, maka penundaan ini dirasa dalam rangka mengatur kebijakan yang lebih baik. Maka keputusan Kapolri dalam hal ini sesuai guna melakukan penyesuaian terkait seragam.
"Para polwan dalam menggunakan Jilbab juga harus seragam baik model dan warnanya," kata SDA.
Jilbab polwan, HAM tak boleh ditunda
Anggota Komisi VIII DPR RI Raihan Iskandar mengatakan, dalam permasalahan ini karakter kepemimpinan dan manajemen Kapolri benar-benar diuji di sini. Masa kepemimpinan yang sangat baru namun keputusan untuk para polwan menggunakan jilbab berubah-ubah.
Menurut dia, Polri harus berubah ke arah yang lebih baik dengan peningkatan ketaqwaan. Terlebih hal ini merupakan negara yang jumlah masyarakatnya adalah mayoritas Islam. "Polisi sebagai aparatur seharusnya mengayomi dan memberikan kenyamanan dan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang mayoritas muslim," tandasnya saat dihubungi KORAN SINDO, Kamis (5/12/2013).
Seharusnya, lanjut dia, hal tersebut bisa diberlakukan secara fleksibel. Karena memakai Jilbab adalah kewajiban agama serta hal tersebut menjadi hak asasi manusia yang di lindungi oleh UUD 1945. Alasan ketidakseragaman dan HAM sangat tidak sesuai kondisi kekinian. Dalam hal ini, polisi seharusnya dapat memahami hak-hak sipil, maka diperlukan kebijakan yang arif dalam memberikan keputusan.
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengapresiasi langkah Kapolri untuk mengizinkan polwan untuk mengenakan jilbab. Namun hal ini direvisi kembali dikarenakan Kepolisian harus mempunyai seragam yang sama.
"Kepolisian adalah kesatuan maka harus mempunyai seragam yang sama. Tidak boleh ada yang berbeda. Dan kebijakan ini bagus," tandansya saat ditemui di Jakarta kemarin.
Menurut menteri yang akrab disapa SDA itu, dalam kebijakan ini keseragaman polisi harus seragama dan elok. Namun Jilbab dalam hal ini belum diatur, maka penundaan ini dirasa dalam rangka mengatur kebijakan yang lebih baik. Maka keputusan Kapolri dalam hal ini sesuai guna melakukan penyesuaian terkait seragam.
"Para polwan dalam menggunakan Jilbab juga harus seragam baik model dan warnanya," kata SDA.
Jilbab polwan, HAM tak boleh ditunda
(lal)