Tan Malaka, Alimin & Semaoen

Rabu, 13 November 2013 - 08:08 WIB
Tan Malaka, Alimin &...
Tan Malaka, Alimin & Semaoen
A A A
TIDAK banyak tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang masuk dalam daftar pahlawan nasional. Seperti dilansir halaman Kementerian Sosial Republik Indonesia (RI). Hanya ada dua pimpinan komunis yang masuk daftar terhormat itu. Tan Malaka di urutan ke-17 dan Alimin di urutan ke-27.

Selain kedua orang itu, tidak ada pimpinan komunis lainnya yang masuk daftar ini. Padahal, masih banyak sederet tokoh komunis yang layak mendapat gelar terhormat itu.

Semaoen misalnya. Ketua SI Semarang ini bergabung dengan Serikat Islam (SI) afdeeling Surabaya, pada 1914. Saat itu, usianya baru 14 tahun. Setahun kemudian, dia bertemu dengan Sneevliet dan bergabung dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP).

Sejak itu, haluan politik Semaoen berubah mengikuti Sneevliet yang merupakan agen komunis internasional. Dalam tempo setahun, dia sudah diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji.

Keahlian Semaoen menggunakan bahasa Belanda, dan kecerdasan yang dimilikinya, membuatnya lebih maju dari pemuda seumuran dia saat itu. Hingga akhirnya, dia dipercaya memimpin SI Semarang, pada 1918.

Di bawah kepemimpinan Semaoen, SI Semarang menjadi merah. Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen terus menanamkan paham komunis di SI. Hingga akhirnya, SI Semarang berselisih paham dengan anggota SI lainnya yang tidak setuju dengan penyebaran paham komunisme.

Akhirnya, pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia (PKH). Inilah jasa terbesar Semaoen. Selain Penuntun Kaum Buruh dan Hikayat Kadiroen. Tujuh bulan kemudian, PKH berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen menjadi ketuanya yang pertama. Setelah Semaoen, posisi ketua umum PKI selanjutnya adalah Tan Malaka.

Sejak saat itulah, Tan Malaka memainkan perannya dalam peta politik nasional. Sebagai seorang pemimpin PKI, Tan Malaka memiliki pemikiran yang cemerlang. Pandangannya jauh melampaui zamannya. Tidak jarang, pandangannya itu berbenturan dengan tokoh komunis lainnya.

Di antara karya-karya penting Tan Malaka yang sangat mempengaruhi jalannya pergerakan prakemerdekaan adalah Menuju Republik Indonesia, dan Aksi Massa. Karyanya yang pertama itu berisi tentang program kaum komunis dalam mencapai Indonesia merdeka. Dengan jelas, Tan Malaka merumuskan program nasional PKI yang sangat jitu.

Sementara di bukunya yang kedua, Tan Malaka lebih banyak menjelaskan bentuk-bentuk aksi PKI, sekaligus kecamannya terhadap Keputusan Prambanan 1925 untuk melakukan pemberontakan nasional.

Di sinilah Tan Malaka dan Alimin berbeda paham. Alimin pada pendiriannya untuk melakukan melanjutkan keputusan Prambanan. Sementara Tan Malaka berusaha mencegahnya, karena dinilai kurang siap. Pendapat Tan Malaka terbukti benar.

Bahkan, keduanya sempat terlibat adu pena. Tan Malaka mengeluarkan Thesis, dijawab oleh Alimin dengan Analisis. Dalam Thesis, Tan Malaka menjawab tudingan teman-teman separtainya di PKI yang menuduhnya sebagai pengkhianat, dan seorang Trotskys, karena mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI).

Sementara Alimin, memperkuat tudingan pengkhianat terhadap Tan Malaka. Dia juga membantah semua keterangan yang disampaikan Tan Malaka dalam Thesis.

Peran Alimin yang terbesar dalam pergerakan prakemerdekaan adalah buah pikirannya dalam Budi Utomo, Sarekat Islam, Insulinde, dan PKI. Kendati sikapnya menjalankan Keputusan Prambanan terbukti kurang tepat, itulah satu pemberontakan bersenjata pertama rakyat Indonesia terhadap Belanda.

Sementara jasa terbesar Tan Malaka lainnya tertuang dalam bukunya Materialisme, Dialektika, dan Logika atau Madilog, Gerpolek atau Gerilya, Politik, Ekonomi. Pada bukunya yang pertama, Tan Malaka merumuskan paham Marxist-Leninisme berdasar adat kebiasaan dan kebudayaan Indonesia.

Sedangkan dalam Gerpolek, Tan Malaka banyak membahas tentang strategi ekonomi-politik dan gerilya. Untuk yang idenya yang terakhir, Tan Malaka disebut juga sebagai bapak militer Indonesia.

Baca juga: Soemarsono, pahlawan atau pemberontak?
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1341 seconds (0.1#10.140)