Bamsoet: Pemerintah terlalu sibuk sadap lawan politiknya
A
A
A
Sindonews.com - Informasi mengenai pemerintah Amerika Serikat yang memiliki fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Jakarta harus menjadi pelajaran berharga pemerintah. Ke depan, pemerintah diminta lebih fokus dalam melindungi informasi rahasia negara.
Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan, kecolongan melalui modus penyadapan oleh AS dan Australia bisa terjadi karena pemerintahan yang berkuasa tidak pernah fokus menjaga kepentingan negara yang layak dirahasiakan.
"Termasuk pembicaraan atau komunikasi presiden dan pejabat tinggi lainnya. Semuanya sibuk mengurus kepentingan masing-masing," ujar Bamsoet sapaan akrabnya melalui rilis yang diterima Sindonews, Minggu 3 November 2013.
Menurutnya, pemanfaatan teknologi penyadapan yang dibeli dan didatangkan ke Indonesia tidak diprioritaskan untuk melindungi negara dengan segala kerahasiaannya. Pemerintah sibuk menyadap kegiatan atau aktivitas lawan-lawan politik.
"Ketika Lemsaneg harus berkonsentrasi penuh mengamati perkembangan dan segala sesuatu yang terjadi dalam perang teknologi masa kini, organ negara yang satu ini malah disuruh-suruh sibuk bekerja untuk kepentingan pemilihan umum."
"Inilah bukti pemerintahan yang berkuasa tidak fokus pada aspek pertahanan nasional," pungkasnya.
Dugaan skandal operasi spionase Amerika Serikat, meluas hingga ke Asia, termasuk Indonesia. AS diduga melakukan penyadapan dengan menggunakan alat yang terpasang di Kedutaan Besar AS, di Jakarta.
Hal itu terungkap dari bocoran dokumen milik bekas kontraktor National Security Agency (NSA), Edward Snowden. Mengutip laporan media Australia, smh.com.au, dari bocoran Snowden terungkap, fasilitas penyadapan AS sebanyak 90 titik yang tersebar di seluruh dunia.
Untuk wilayah, Asia Tenggara, berbagai alat penyadapan AS diduga terpasang di Kedutaan Besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, sebuah peta tidak menunjukkan fasilitas penyadapan itu terpasang di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura, yang semuanya diketahui sebagai sekutu terdekat AS.
Peta titik-titik alat penyadapan NSA itu dipublikasikan majalah Jerman Der Spiegel, Selasa kemarin. Peta, yang awalnya dipublikasikan secara penuh di website Der Spiegel, kemudian diganti dengan versi yang disensor.
Dari situs itu tampak fasilitas penyadapan NSA ada di 90 lokasi di seluruh dunia. Termasuk 74 fasilitas berawak, 14 fasilitas dioperasikan dari jarak jauh dan dua dioperasikan dari pusat dukungan teknis.
Di Asia timur, upaya pengumpulan intelijen AS difokuskan pada China, dengan fasilitas yang terletak di Kedutaan Besar AS di Beijing dan konsulat AS di Shanghai dan Chengdu, Ibu Kota Provinsi Sichuan di Barat Daya China. Fasilitas lain pemantauan terletak di kantor diplomatik AS di Taipei.
Direktur Jenderal Organisasi Intelijen Keamanan Australia, David Irvine, dan Direktur dari Direktorat Sinyal Pertahanan Ian McKenzie, juga telah diberitahu Komite Intelijen Parlemen Federal Australia atas implikasi potensi kebocoran untuk operasi intelijen Australia.
”Pengungkapan operasi pengumpulan sangat sensitif dan metodologi akan merusak kemampuan intelijen Australia. Di sini juga ada risiko komplikasi serius dalam hubungan kita dengan tetangga kita,” kata pejabat itu.
Baca berita:
Soal penyadapan, Pemerintah Indonesia bisa usir Diplomat AS
Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan, kecolongan melalui modus penyadapan oleh AS dan Australia bisa terjadi karena pemerintahan yang berkuasa tidak pernah fokus menjaga kepentingan negara yang layak dirahasiakan.
"Termasuk pembicaraan atau komunikasi presiden dan pejabat tinggi lainnya. Semuanya sibuk mengurus kepentingan masing-masing," ujar Bamsoet sapaan akrabnya melalui rilis yang diterima Sindonews, Minggu 3 November 2013.
Menurutnya, pemanfaatan teknologi penyadapan yang dibeli dan didatangkan ke Indonesia tidak diprioritaskan untuk melindungi negara dengan segala kerahasiaannya. Pemerintah sibuk menyadap kegiatan atau aktivitas lawan-lawan politik.
"Ketika Lemsaneg harus berkonsentrasi penuh mengamati perkembangan dan segala sesuatu yang terjadi dalam perang teknologi masa kini, organ negara yang satu ini malah disuruh-suruh sibuk bekerja untuk kepentingan pemilihan umum."
"Inilah bukti pemerintahan yang berkuasa tidak fokus pada aspek pertahanan nasional," pungkasnya.
Dugaan skandal operasi spionase Amerika Serikat, meluas hingga ke Asia, termasuk Indonesia. AS diduga melakukan penyadapan dengan menggunakan alat yang terpasang di Kedutaan Besar AS, di Jakarta.
Hal itu terungkap dari bocoran dokumen milik bekas kontraktor National Security Agency (NSA), Edward Snowden. Mengutip laporan media Australia, smh.com.au, dari bocoran Snowden terungkap, fasilitas penyadapan AS sebanyak 90 titik yang tersebar di seluruh dunia.
Untuk wilayah, Asia Tenggara, berbagai alat penyadapan AS diduga terpasang di Kedutaan Besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, sebuah peta tidak menunjukkan fasilitas penyadapan itu terpasang di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura, yang semuanya diketahui sebagai sekutu terdekat AS.
Peta titik-titik alat penyadapan NSA itu dipublikasikan majalah Jerman Der Spiegel, Selasa kemarin. Peta, yang awalnya dipublikasikan secara penuh di website Der Spiegel, kemudian diganti dengan versi yang disensor.
Dari situs itu tampak fasilitas penyadapan NSA ada di 90 lokasi di seluruh dunia. Termasuk 74 fasilitas berawak, 14 fasilitas dioperasikan dari jarak jauh dan dua dioperasikan dari pusat dukungan teknis.
Di Asia timur, upaya pengumpulan intelijen AS difokuskan pada China, dengan fasilitas yang terletak di Kedutaan Besar AS di Beijing dan konsulat AS di Shanghai dan Chengdu, Ibu Kota Provinsi Sichuan di Barat Daya China. Fasilitas lain pemantauan terletak di kantor diplomatik AS di Taipei.
Direktur Jenderal Organisasi Intelijen Keamanan Australia, David Irvine, dan Direktur dari Direktorat Sinyal Pertahanan Ian McKenzie, juga telah diberitahu Komite Intelijen Parlemen Federal Australia atas implikasi potensi kebocoran untuk operasi intelijen Australia.
”Pengungkapan operasi pengumpulan sangat sensitif dan metodologi akan merusak kemampuan intelijen Australia. Di sini juga ada risiko komplikasi serius dalam hubungan kita dengan tetangga kita,” kata pejabat itu.
Baca berita:
Soal penyadapan, Pemerintah Indonesia bisa usir Diplomat AS
(kri)