Swasembada pangan sulit dicapai
A
A
A
SWASEMBADA sejumlah pangan yang dicanangkan pemerintah akan terealisasi tahun depan masih sebatas cita-cita. Tengok saja, dari lima komoditas pangan—beras, jagung, gula, kedelai, dan daging sapi yang masuk prioritas menuju swasembada pangan hingga triwulan tahun ini masih mencetak angka impor yang tinggi, kecuali beras yang relatif stabil.
Berangkat dari fakta tersebut, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mulai goyah dengan menunjukkan sikap realistis bahwa swasembada komoditas pangan di ambang kegagalan. Dalam waktu satu tahun, tidak mungkin menggenjot produksi kedelai nasional hingga mencapai 2,5 juta ton di tengah kebutuhan yang terus meroket. Begitu pula dengan daging sapi yang diwarnai dengan fluktuasi harga tinggi dan cenderung tak bisa dikendalikan.
”Mau bilang apa soal kedelai. Yang penting sebenarnya bukan persoalan swasembada. Tidak mungkin dalam setahun bisa mencapai lompatan yang begitu tinggi,” ungkap Rusman, di sela rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI soal swasembada pangan, Senin (21/10) kemarin. Sekarang bagaimana memaksimalkan pencapaian produksi setinggi- tingginya. Kalau produksi nasional kedelai terealisasi satu juta ton tahun depan, menurut Rusman––mantan kepala BPS itu, sudah bisa diklaim sebagai sebuah prestasi.
Sebelumnya, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro membeberkan bahwa alokasi anggaran guna menuju swasembada kedelai sangat minim. Idealnya, alokasi anggaran tak kurang dari Rp2,1 triliun, tetapi faktanya hanya sebesar Rp700 miliar untuk tahun depan. Selain terganjal persoalan anggaran, produksi kedelai yang melenceng dari target yang dipatok pemerintah juga disebabkan lahan yang terus berkurang dan tidak didukung oleh sistem perbenihan yang efektif.
Mengantisipasi kegagalan produksi kedelai tahun depan, Kementerian Pertanian telah meningkatkan sinergi dengan balai benih yang ada di daerah. Selama ini, sistem perbenihan menjadi problem tersendiri, misalnya saat musim tanam tiba benih belum tersedia. Namun ketika musim tanam lewat, benih baru tersedia. ”Manajemen waktu pengadaan benih bermasalah,” ungkap Rusman.
Sekadar menyegarkan ingatan, awal 2013 Menteri Pertanian Suswono memproklamasikan bahwa tahun depan pihaknya bertekad mencapai swasembada (kemandirian) sebanyak lima komoditas pangan, meliputi beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Untuk menyukseskan program swasembada pangan tersebut, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pihaknya sudah mulai melakukan perluasan lahan.
Hanya, Hatta mengakui bahwa akibat keterbatasan lahan pihaknya baru mampu menambah sekitar 40.000 hingga 50.000 hektare lahan. Padahal, untuk mendukung program swasembada pangan tersebut sekurang- kurangnya dibutuhkan sekitar 2 juta lahan baru untuk pertanian. Dalam rapat kerja Kementerian Pertanian dengan Komisi IV DPR kemarin, persoalan kedelai mendapat perhatian serius dari sejumlah wakil rakyat yang hadir dalam rapat tersebut.
Anggota Komisi IV Firman Subagyo selain mengkritik tajam kinerja Kementerian Pertanian, juga secara terang-terangan menunjuk bahwa gejolak harga kedelai dimainkan oleh para pelaku kartel. Sayangnya, para pejabat yang terkait dengan otoritas tata niaga kedelai, di mata Subagyo, jangankan melakukan langkah pencegahan malah tutup mata dengan aksi para pelaku kartel itu.
Bahkan, kebijakan yang muncul semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap petani kedelai semakin jauh dengan menurunkan bea masuk importasi kedelai dari 5% menjadi 0%. Siapa pun akan menilai kebijakan tersebut telah berlawanan arah dengan cita-cita pemerintah sendiri untuk meraih swasembada pangan.
Kita hanya berharap kebijakan tersebut semoga disertai kebijakan lain yang bisa merangsang petani kedelai dalam negeri untuk tetap bisa berproduksi.
Berangkat dari fakta tersebut, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mulai goyah dengan menunjukkan sikap realistis bahwa swasembada komoditas pangan di ambang kegagalan. Dalam waktu satu tahun, tidak mungkin menggenjot produksi kedelai nasional hingga mencapai 2,5 juta ton di tengah kebutuhan yang terus meroket. Begitu pula dengan daging sapi yang diwarnai dengan fluktuasi harga tinggi dan cenderung tak bisa dikendalikan.
”Mau bilang apa soal kedelai. Yang penting sebenarnya bukan persoalan swasembada. Tidak mungkin dalam setahun bisa mencapai lompatan yang begitu tinggi,” ungkap Rusman, di sela rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI soal swasembada pangan, Senin (21/10) kemarin. Sekarang bagaimana memaksimalkan pencapaian produksi setinggi- tingginya. Kalau produksi nasional kedelai terealisasi satu juta ton tahun depan, menurut Rusman––mantan kepala BPS itu, sudah bisa diklaim sebagai sebuah prestasi.
Sebelumnya, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro membeberkan bahwa alokasi anggaran guna menuju swasembada kedelai sangat minim. Idealnya, alokasi anggaran tak kurang dari Rp2,1 triliun, tetapi faktanya hanya sebesar Rp700 miliar untuk tahun depan. Selain terganjal persoalan anggaran, produksi kedelai yang melenceng dari target yang dipatok pemerintah juga disebabkan lahan yang terus berkurang dan tidak didukung oleh sistem perbenihan yang efektif.
Mengantisipasi kegagalan produksi kedelai tahun depan, Kementerian Pertanian telah meningkatkan sinergi dengan balai benih yang ada di daerah. Selama ini, sistem perbenihan menjadi problem tersendiri, misalnya saat musim tanam tiba benih belum tersedia. Namun ketika musim tanam lewat, benih baru tersedia. ”Manajemen waktu pengadaan benih bermasalah,” ungkap Rusman.
Sekadar menyegarkan ingatan, awal 2013 Menteri Pertanian Suswono memproklamasikan bahwa tahun depan pihaknya bertekad mencapai swasembada (kemandirian) sebanyak lima komoditas pangan, meliputi beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Untuk menyukseskan program swasembada pangan tersebut, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pihaknya sudah mulai melakukan perluasan lahan.
Hanya, Hatta mengakui bahwa akibat keterbatasan lahan pihaknya baru mampu menambah sekitar 40.000 hingga 50.000 hektare lahan. Padahal, untuk mendukung program swasembada pangan tersebut sekurang- kurangnya dibutuhkan sekitar 2 juta lahan baru untuk pertanian. Dalam rapat kerja Kementerian Pertanian dengan Komisi IV DPR kemarin, persoalan kedelai mendapat perhatian serius dari sejumlah wakil rakyat yang hadir dalam rapat tersebut.
Anggota Komisi IV Firman Subagyo selain mengkritik tajam kinerja Kementerian Pertanian, juga secara terang-terangan menunjuk bahwa gejolak harga kedelai dimainkan oleh para pelaku kartel. Sayangnya, para pejabat yang terkait dengan otoritas tata niaga kedelai, di mata Subagyo, jangankan melakukan langkah pencegahan malah tutup mata dengan aksi para pelaku kartel itu.
Bahkan, kebijakan yang muncul semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap petani kedelai semakin jauh dengan menurunkan bea masuk importasi kedelai dari 5% menjadi 0%. Siapa pun akan menilai kebijakan tersebut telah berlawanan arah dengan cita-cita pemerintah sendiri untuk meraih swasembada pangan.
Kita hanya berharap kebijakan tersebut semoga disertai kebijakan lain yang bisa merangsang petani kedelai dalam negeri untuk tetap bisa berproduksi.
(nfl)