Seribu kertas suara cadangan berpotensi kecurangan
A
A
A
Sindonews.com - Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyediakan surat suara cadangan 1.000 lembar, di setiap daerah pilihan berpotensi bisa memicu kecurangan yang dilakukan kontestan pemilu.
Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, potensi tersebut bisa terjadi jika data pemilih atau daftar pemilih tetap (DPT) KPU tak memenuhi kepastian bagi masyarakat.
"Masalahnya, jumlah suara yang dicetak tidak didasarkan pada DPT tapi pada DPSHP. Artinya jumlah ini bisa membengkak atau sebaliknya mengkerucut," kata Ray, kepada Sindonews, Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Sementara itu, potensi kecurangan atas cadangan surat suara tersebut bisa terjadi di lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang memiliki jumlah pemilih, yang membludak.
"Sekarang ini dengan ketentuan siapa saja boleh mempergunakan hak pilih, tanpa pandang bulu. Maka ada potensi di satu dapil atau TPS banyak pemilihnya yang justru tak terdaftar sebelumnya," ujarnya.
Lebih jauh Ray mengatakan, lebih baik KPU memaksimalkan waktu untuk mendata pemilih dengan tingkat akurasi yang jelas. Sehingga, DPT menjadi acuan utama bagi pemilih untuk memperoleh haknya. "Semua ada pada kepastian jumlah pemilih," jelasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan Undang-undang Pemilu, KPU berwenang untuk menambah atau menyediakan surat suara cadangan tak lebih dari dua persen dari hitungan jumlah suara perdapil. Artinya, 1.000 surat suara sudah menjadi hitungan KPU untuk diterapkan KPU disemua dapil.
Selain itu, KPU beralasan, penambahan surat suara dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan yang bersifat teknis saat proses produksi berlangsung.
"Karena biasanya dalam proses pelipatan akan terjadi masalah, apalagi jika nanti misalnya dalam pengepakan dari pabrik tidak begitu baik, maka akan terjadi kekurangan," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik.
Klik di sini untuk beirta terkait.
Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, potensi tersebut bisa terjadi jika data pemilih atau daftar pemilih tetap (DPT) KPU tak memenuhi kepastian bagi masyarakat.
"Masalahnya, jumlah suara yang dicetak tidak didasarkan pada DPT tapi pada DPSHP. Artinya jumlah ini bisa membengkak atau sebaliknya mengkerucut," kata Ray, kepada Sindonews, Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Sementara itu, potensi kecurangan atas cadangan surat suara tersebut bisa terjadi di lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang memiliki jumlah pemilih, yang membludak.
"Sekarang ini dengan ketentuan siapa saja boleh mempergunakan hak pilih, tanpa pandang bulu. Maka ada potensi di satu dapil atau TPS banyak pemilihnya yang justru tak terdaftar sebelumnya," ujarnya.
Lebih jauh Ray mengatakan, lebih baik KPU memaksimalkan waktu untuk mendata pemilih dengan tingkat akurasi yang jelas. Sehingga, DPT menjadi acuan utama bagi pemilih untuk memperoleh haknya. "Semua ada pada kepastian jumlah pemilih," jelasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan Undang-undang Pemilu, KPU berwenang untuk menambah atau menyediakan surat suara cadangan tak lebih dari dua persen dari hitungan jumlah suara perdapil. Artinya, 1.000 surat suara sudah menjadi hitungan KPU untuk diterapkan KPU disemua dapil.
Selain itu, KPU beralasan, penambahan surat suara dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan yang bersifat teknis saat proses produksi berlangsung.
"Karena biasanya dalam proses pelipatan akan terjadi masalah, apalagi jika nanti misalnya dalam pengepakan dari pabrik tidak begitu baik, maka akan terjadi kekurangan," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik.
Klik di sini untuk beirta terkait.
(stb)