Megawati dorong perempuan berantas perdagangan manusia
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Presiden RI Megawati Soekarno Putri miris melihat kasus yang dialami tenaga kerja Indonesia (TKI) Wilfrida Soik (17), yang saat ini tengah didakwa hukuman gantung oleh pemerintah Malaysia karena membunuh majikannya.
"Human traficking (perdagangan orang), lihat saja sampai capek kita berbicara, bagaimana tuntaskan ini jika kaum perempuan sendiri tak bisa bicara dengan lantang. Saya melihat Rieke Diah Pitaloka capek-capek bicara soal Wilfrida, kita kan seolah-olah ada di padang pasir, berteriak-teriak tetapi yang lainnya kemana," tukasnya dalam diskusi dengan tema "Perempuan dan Peradaban Indonesia", Selasa (09/10/2013).
Mega menyebut saat sebelum masa perjuangan, para ibu justru jauh lebih berani memperjuangkan hak mereka. "Dulu ibu-ibu kalau bicara luar biasa, kalau sudah marah bahasa Belandanya keluar bagus sekali, Jawa juga yang keluar, saya kira begitu," paparnya.
Mega mengklaim Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga disahkan saat ia menjadi presiden. Namun undang-undang itu menjadi tidak berarti jika perempuan tidak berani melaporkan suaminya saat perempuan mendapatkan kekerasan.
"Saat perempuan digaplok sama suaminya, saya sampai terperangah loh. Katanya itu urusan pribadi, enggak berani ngomong, yang menanggung aib itu nanti kita katanya. Itukah perempuan Indonesia, ngapain ya Cut Nyak Dien dulu pakai rencong lawan Belanda, suaminya kemana. Sekarang semua tergantung pada suami. Oke memang, saya hormati budaya timur yang harus menghormati suami, tetapi kalau pipinya semua bengap biru-biru sambil nangis, dan tak berani mengadukan itu, lalu tanggung jawab siapa ya," tutupnya.
Baca juga berita Kekhawatiran Megawati terbukti terkait pendirian MK.
"Human traficking (perdagangan orang), lihat saja sampai capek kita berbicara, bagaimana tuntaskan ini jika kaum perempuan sendiri tak bisa bicara dengan lantang. Saya melihat Rieke Diah Pitaloka capek-capek bicara soal Wilfrida, kita kan seolah-olah ada di padang pasir, berteriak-teriak tetapi yang lainnya kemana," tukasnya dalam diskusi dengan tema "Perempuan dan Peradaban Indonesia", Selasa (09/10/2013).
Mega menyebut saat sebelum masa perjuangan, para ibu justru jauh lebih berani memperjuangkan hak mereka. "Dulu ibu-ibu kalau bicara luar biasa, kalau sudah marah bahasa Belandanya keluar bagus sekali, Jawa juga yang keluar, saya kira begitu," paparnya.
Mega mengklaim Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga disahkan saat ia menjadi presiden. Namun undang-undang itu menjadi tidak berarti jika perempuan tidak berani melaporkan suaminya saat perempuan mendapatkan kekerasan.
"Saat perempuan digaplok sama suaminya, saya sampai terperangah loh. Katanya itu urusan pribadi, enggak berani ngomong, yang menanggung aib itu nanti kita katanya. Itukah perempuan Indonesia, ngapain ya Cut Nyak Dien dulu pakai rencong lawan Belanda, suaminya kemana. Sekarang semua tergantung pada suami. Oke memang, saya hormati budaya timur yang harus menghormati suami, tetapi kalau pipinya semua bengap biru-biru sambil nangis, dan tak berani mengadukan itu, lalu tanggung jawab siapa ya," tutupnya.
Baca juga berita Kekhawatiran Megawati terbukti terkait pendirian MK.
(lal)