Amerika pinjam tangan Hatta basmi komunis di Madiun
A
A
A
BERDIRINYA Negara Madiun, pada 18 September 1948 atau lebih dikenal dengan peristiwa Madiun, sering disebut-sebut sebagai pemberontakan komunis untuk merubuhkan pemerintah republik Indonesia yang baru berdiri sejak tiga tahun lalu.
Banyak pertanyaan muncul, bagaimana mungkin kaum komunis ingin merubuhkan republik yang juga dibidaninya? Siapa dalang yang memprovokasi Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Hatta untuk menumpas kaum komunis di Madiun? Apakah benar Amerika berada di balik pembunuhan sekira 8.000 komunis di Madiun?
Jawaban atas ketiga pertanyaan itu, dapat dilihat dari latar belakang terjadinya peristiwa Madiun dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Dimulai dengan tekanan politik dan ekonomi terhadap Kabinet Hatta.
Tekanan itu mulai terlihat dari telegram Ogburn di Batavia untuk Marshall di Washington, pada 21 Juli 1948. Dalam telegram itu dinyatakan, pemerintah Hatta tidak bisa menguasai keadaan terlalu lama. Karena kaum komunis telah menguasai gerakan nasional. Kecuali, secara radikal dengan menggunakan elemen-elemen baru.
Pada telegram 2 Agustus 1948, berdasarkan laporan Butterworth disebutkan, situasi komunis di Indonesia sudah sangat serius dan Pemerintah Belanda harus segera mengambil tindakan tegas terhadap komunis.
Duta Besar Amerika di Belanda, kepada Marshall menyatakan, Belanda belum melawan komunis di Indonesia, karena takut tindakan yang demikian akan mempercepat jatuhnya Kabinet Hatta. Ketakutan itupun melanda Amerika.
Memasuki September, dengan terang-terangan Marshall mendukung Kabinet Hatta untuk menumpas kekuatan komunis dan memberikan bantuan dengan segala cara.
Pada 17 September 1948, dilakukan pertemuan antara Menlu Belanda Stikker dan pejabat kementerian Luar Negeri Amerika Serikat di Washington. Dalam pertemuan itu, Cochran menyatakan, ancaman komunis hanya dapat diselesaikan melalui tangan Hatta. Karena jika Belanda turut campur, kekuatan nasionalis dan komunis akan bersatu melawan Belanda.
Sampai di situ jelas terungkap perang Amerika dalam pembasmian kaum komunis di Madiun. Kebencian Amerika dan sekutunya terhadap kaum komunis, mulai tampak sejak pemberontakan rakyat 1926-1927 yang dikomandai oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan itu gagal dan mudah dipatahkan.
Lalu dalam tujuan apa Soekarno-Hatta mau mencelupkan tangannya dalam kubangan darah kaum komunis di Madiun?
Tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Soemarsono, saksi hidup peristiwa Madiun sekaligus proklamator berdirinya Republik Demokrasi Rakyat Indonesia, di corong Radio Gelora Pemuda Madiun mengatakan, tujuan Soekarno-Hatta menyingkirkan kaum komunis agar kedaulatan Indonesia diakui.
Sebab selama kekuatan komunis di Indonesia masih kuat, negara-negara Barat tidak akan mengakui kedaulatan republik yang baru berdiri 17 Agustus 1945 itu. Itu dia sebab kenapa Hatta mengeluarkan orang-orang kiri dalam pemerintahannya.
Atas kesimpulan inilah, Soemarsono bertindak. Pikirannya saat itu cuma satu, jangan sampai pimpinan Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan PKI di Madiun mengalami nasib yang sama dengan aktivis-aktivis buruh dan komunis di Solo.
Sebelum meletus peristiwa Madiun itu, di Solo sudah terjadi penculikan dan pembunuhan oleh tentara. Mengenai hal ini, DN Aidit mengatakan, peristiwa Madiun didahului oleh kejadian-kejadian di Solo.
Dimulai dengan pembunuhan Komandan TNI Divisi IV Kolonel Sutarto. Dilanjutkan dengan penculikan dan pembunuhan terhadap lima orang perwira TNI Mayor Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten Sapardi, Kapten Suradi dan Letnan Muljono.
Kemudian, orang anggota PKI Slamet Wijaja dan Pardijo diculik, lalu dimasukkan ke dalam kamp resmi pemerintah di Danurejan, Yogyakarta. Sesudah penculikan dan pembunuhan di Solo, keadaan di Madiun sangat tegang.
Terjadilah pertempuran antara pasukan bersenjata yang pro dan kontra terhadap komunis. Dalam peristiwa itu, terjadi penculikan dan pembunuhan di Solo. Puncaknya dengan diproklamirkannya Negara Madiun oleh Soemarsono yang kemudian diambil alih oleh Musso.
Banyak pertanyaan muncul, bagaimana mungkin kaum komunis ingin merubuhkan republik yang juga dibidaninya? Siapa dalang yang memprovokasi Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Hatta untuk menumpas kaum komunis di Madiun? Apakah benar Amerika berada di balik pembunuhan sekira 8.000 komunis di Madiun?
Jawaban atas ketiga pertanyaan itu, dapat dilihat dari latar belakang terjadinya peristiwa Madiun dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Dimulai dengan tekanan politik dan ekonomi terhadap Kabinet Hatta.
Tekanan itu mulai terlihat dari telegram Ogburn di Batavia untuk Marshall di Washington, pada 21 Juli 1948. Dalam telegram itu dinyatakan, pemerintah Hatta tidak bisa menguasai keadaan terlalu lama. Karena kaum komunis telah menguasai gerakan nasional. Kecuali, secara radikal dengan menggunakan elemen-elemen baru.
Pada telegram 2 Agustus 1948, berdasarkan laporan Butterworth disebutkan, situasi komunis di Indonesia sudah sangat serius dan Pemerintah Belanda harus segera mengambil tindakan tegas terhadap komunis.
Duta Besar Amerika di Belanda, kepada Marshall menyatakan, Belanda belum melawan komunis di Indonesia, karena takut tindakan yang demikian akan mempercepat jatuhnya Kabinet Hatta. Ketakutan itupun melanda Amerika.
Memasuki September, dengan terang-terangan Marshall mendukung Kabinet Hatta untuk menumpas kekuatan komunis dan memberikan bantuan dengan segala cara.
Pada 17 September 1948, dilakukan pertemuan antara Menlu Belanda Stikker dan pejabat kementerian Luar Negeri Amerika Serikat di Washington. Dalam pertemuan itu, Cochran menyatakan, ancaman komunis hanya dapat diselesaikan melalui tangan Hatta. Karena jika Belanda turut campur, kekuatan nasionalis dan komunis akan bersatu melawan Belanda.
Sampai di situ jelas terungkap perang Amerika dalam pembasmian kaum komunis di Madiun. Kebencian Amerika dan sekutunya terhadap kaum komunis, mulai tampak sejak pemberontakan rakyat 1926-1927 yang dikomandai oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan itu gagal dan mudah dipatahkan.
Lalu dalam tujuan apa Soekarno-Hatta mau mencelupkan tangannya dalam kubangan darah kaum komunis di Madiun?
Tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Soemarsono, saksi hidup peristiwa Madiun sekaligus proklamator berdirinya Republik Demokrasi Rakyat Indonesia, di corong Radio Gelora Pemuda Madiun mengatakan, tujuan Soekarno-Hatta menyingkirkan kaum komunis agar kedaulatan Indonesia diakui.
Sebab selama kekuatan komunis di Indonesia masih kuat, negara-negara Barat tidak akan mengakui kedaulatan republik yang baru berdiri 17 Agustus 1945 itu. Itu dia sebab kenapa Hatta mengeluarkan orang-orang kiri dalam pemerintahannya.
Atas kesimpulan inilah, Soemarsono bertindak. Pikirannya saat itu cuma satu, jangan sampai pimpinan Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan PKI di Madiun mengalami nasib yang sama dengan aktivis-aktivis buruh dan komunis di Solo.
Sebelum meletus peristiwa Madiun itu, di Solo sudah terjadi penculikan dan pembunuhan oleh tentara. Mengenai hal ini, DN Aidit mengatakan, peristiwa Madiun didahului oleh kejadian-kejadian di Solo.
Dimulai dengan pembunuhan Komandan TNI Divisi IV Kolonel Sutarto. Dilanjutkan dengan penculikan dan pembunuhan terhadap lima orang perwira TNI Mayor Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten Sapardi, Kapten Suradi dan Letnan Muljono.
Kemudian, orang anggota PKI Slamet Wijaja dan Pardijo diculik, lalu dimasukkan ke dalam kamp resmi pemerintah di Danurejan, Yogyakarta. Sesudah penculikan dan pembunuhan di Solo, keadaan di Madiun sangat tegang.
Terjadilah pertempuran antara pasukan bersenjata yang pro dan kontra terhadap komunis. Dalam peristiwa itu, terjadi penculikan dan pembunuhan di Solo. Puncaknya dengan diproklamirkannya Negara Madiun oleh Soemarsono yang kemudian diambil alih oleh Musso.
(san)