Karut-marut
A
A
A
KITA sudah menjadi negara merdeka selama lebih dari 68 tahun. Namun, kemerdekaan yang diraih secara susah payah dan dengan pengorbanan tak terhingga para pahlawan tersebut hingga saat ini belum mampu "memerdekakan" masyarakatnya.
Alih-alih makin maju, negara ini seakan kian karut-marut karena kepemimpinan dan penegakan hukum yang lemah. Saat ini kita seakan tidak memiliki pemimpin yang bisa mengayomi seluruh golongan masyarakat Indonesia serta berpikir luas untuk memajukan negara ini. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung hanya memikirkan segelintir golongan. Para pejabat terlihat sibuk sendiri dengan kepentingannya.
Ada yang sibuk nyapres, ikut Konvensi Partai Demokrat, maupun sibuk dengan acara partainya karena banyak juga dari mereka yang merangkap menjadi calon legislatif. Akibat itu, banyak masalah urgen yang menyangkut hajat hidup masyarakat tak terurus dengan baik. Harga daging sapi dan kedelai yang melonjak merupakan contoh yang konkret. Pemerintah seperti tak berdaya mengendalikan harga dua komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat tersebut.
Celakanya, mereka hanya bisa saling lempar tanggung jawab. Yang saat ini lagi disoroti adalah kebijakan mobil murah. Dalam hal ini sangat terlihat bahwa pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan kebijakannya. Di satu sisi, pemerintah mendukung transportasi massal untuk mengurangi kemacetan. Di sisi lain, pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil murah yang jelas akan membuat kemacetan makin parah.
Selain tak dapat pemasukan pajak, mobil murah juga diyakini bakal memperparah penggunaan BBM bersubsidi. Insentif yang diberikan negara dinilai hanya menguntungkan produsen mobil sehingga banyak pihak yang mempertanyakannya, ada apa di balik kebijakan mobil murah tersebut. Kewibawaan pemerintah juga dipertanyakan saat memindahkan lokasi penyelenggaraan malam puncak Miss World 2013 dari Jakarta ke Bali meski sudah mengantongi izin dengan alasan keamanan.
Pemerintah yang seharusnya menjamin keamanan seluruh warga hanya kalah oleh desakan ormas. Sungguh ironis dan memalukan, negara dikalahkan ormas. Apalagi, pemerintah juga tidak adil dengan mengizinkan ajang serupa, World Muslimah 2013, diselenggarakan di Jakarta. Indonesia bukan negara agama, melainkan negara yang berdasarkan Pancasila sehingga wajib untuk mengayomi seluruh masyarakat tanpa kecuali. Sikap pemerintah yang tak bijak dan cenderung mengikuti desakan ormas ini menunjukkan negara benar-benar lemah dan tak konsisten.
Apalagi, Miss World sudah menunjukkan itikad baik dengan banyak menggunakan budaya Indonesia, menghilangkan sesi kontes bikini, dan tidak mengundang kontestan dari Israel untuk menghormati masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Miss World juga sangat strategis untuk memajukan pariwisata kita. Miss World diikuti 129 negara dan disiarkan hampir ke seluruh penjuru dunia.
Berbagai fenomena di atas terjadi karena pemerintah sudah tidak memiliki visi yang jelas bagi kepentingan masyarakat dan kemajuan negara ini. Pemerintah terlihat hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya. Sikap plin-plan pemerintah ini juga akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum pada masa mendatang. Ketidaktegasan pemerintah ini akan berakibat pada makin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara termasuk lembaga hukum.
Fenomena ini akhirnya memunculkan sejumlah tindakan anarkistis massa atau ormas karena tidak ada tindakan tegas tersebut. Kenyataan ini tentu sangat disayangkan. Padahal, negara seharusnya mampu menjadi pihak yang berdiri adil di atas semua golongan masyarakat sepanjang mereka tidak melanggar aturan yang berlaku. Negara tidak boleh memihak golongan tertentu dengan merugikan yang lain.
Berangkat dari berbagai permasalahan di atas, tak bisa dipungkiri lagi, negara ini memerlukan pemimpin tegas dan memiliki visi yang jelas bagi kemajuan Indonesia. Bukan pemimpin yang haus penghargaan dan kekuasaan, namun kurang memiliki kontribusi yang jelas bagi kemakmuran bangsa ini. Kita jangan malu untuk belajar balik dari Malaysia dan Singapura yang sudah jauh menyalip kita. Mereka maju karena pemimpinnya tegas dan memiliki visi yang jelas pada kemajuan bangsanya.
Alih-alih makin maju, negara ini seakan kian karut-marut karena kepemimpinan dan penegakan hukum yang lemah. Saat ini kita seakan tidak memiliki pemimpin yang bisa mengayomi seluruh golongan masyarakat Indonesia serta berpikir luas untuk memajukan negara ini. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung hanya memikirkan segelintir golongan. Para pejabat terlihat sibuk sendiri dengan kepentingannya.
Ada yang sibuk nyapres, ikut Konvensi Partai Demokrat, maupun sibuk dengan acara partainya karena banyak juga dari mereka yang merangkap menjadi calon legislatif. Akibat itu, banyak masalah urgen yang menyangkut hajat hidup masyarakat tak terurus dengan baik. Harga daging sapi dan kedelai yang melonjak merupakan contoh yang konkret. Pemerintah seperti tak berdaya mengendalikan harga dua komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat tersebut.
Celakanya, mereka hanya bisa saling lempar tanggung jawab. Yang saat ini lagi disoroti adalah kebijakan mobil murah. Dalam hal ini sangat terlihat bahwa pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan kebijakannya. Di satu sisi, pemerintah mendukung transportasi massal untuk mengurangi kemacetan. Di sisi lain, pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil murah yang jelas akan membuat kemacetan makin parah.
Selain tak dapat pemasukan pajak, mobil murah juga diyakini bakal memperparah penggunaan BBM bersubsidi. Insentif yang diberikan negara dinilai hanya menguntungkan produsen mobil sehingga banyak pihak yang mempertanyakannya, ada apa di balik kebijakan mobil murah tersebut. Kewibawaan pemerintah juga dipertanyakan saat memindahkan lokasi penyelenggaraan malam puncak Miss World 2013 dari Jakarta ke Bali meski sudah mengantongi izin dengan alasan keamanan.
Pemerintah yang seharusnya menjamin keamanan seluruh warga hanya kalah oleh desakan ormas. Sungguh ironis dan memalukan, negara dikalahkan ormas. Apalagi, pemerintah juga tidak adil dengan mengizinkan ajang serupa, World Muslimah 2013, diselenggarakan di Jakarta. Indonesia bukan negara agama, melainkan negara yang berdasarkan Pancasila sehingga wajib untuk mengayomi seluruh masyarakat tanpa kecuali. Sikap pemerintah yang tak bijak dan cenderung mengikuti desakan ormas ini menunjukkan negara benar-benar lemah dan tak konsisten.
Apalagi, Miss World sudah menunjukkan itikad baik dengan banyak menggunakan budaya Indonesia, menghilangkan sesi kontes bikini, dan tidak mengundang kontestan dari Israel untuk menghormati masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Miss World juga sangat strategis untuk memajukan pariwisata kita. Miss World diikuti 129 negara dan disiarkan hampir ke seluruh penjuru dunia.
Berbagai fenomena di atas terjadi karena pemerintah sudah tidak memiliki visi yang jelas bagi kepentingan masyarakat dan kemajuan negara ini. Pemerintah terlihat hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya. Sikap plin-plan pemerintah ini juga akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum pada masa mendatang. Ketidaktegasan pemerintah ini akan berakibat pada makin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara termasuk lembaga hukum.
Fenomena ini akhirnya memunculkan sejumlah tindakan anarkistis massa atau ormas karena tidak ada tindakan tegas tersebut. Kenyataan ini tentu sangat disayangkan. Padahal, negara seharusnya mampu menjadi pihak yang berdiri adil di atas semua golongan masyarakat sepanjang mereka tidak melanggar aturan yang berlaku. Negara tidak boleh memihak golongan tertentu dengan merugikan yang lain.
Berangkat dari berbagai permasalahan di atas, tak bisa dipungkiri lagi, negara ini memerlukan pemimpin tegas dan memiliki visi yang jelas bagi kemajuan Indonesia. Bukan pemimpin yang haus penghargaan dan kekuasaan, namun kurang memiliki kontribusi yang jelas bagi kemakmuran bangsa ini. Kita jangan malu untuk belajar balik dari Malaysia dan Singapura yang sudah jauh menyalip kita. Mereka maju karena pemimpinnya tegas dan memiliki visi yang jelas pada kemajuan bangsanya.
(hyk)