Selingkuh di ranjang kartel
A
A
A
SELINGKUH penguasa-pebisnis yang selama ini hanya digunjingkan dan ditutup-tutupi akhirnya ditelanjangi di ruang pengadilan yang menyidangkan perkara suap kuota impor daging.
Bunda Putri yang begitu powerful memfasilitasi selingkuh penguasa- pebisnis di ranjang kartel demi rente untuk sekumpulan orang tamak. Perselingkuhan yang membuat rakyat menderita. Kalau perkara suap untuk mendapatkan kuota impor daging itu diibaratkan sebuah film yang bertutur tentang perselingkuhan penguasa-pebisnis, harus dikatakan bahwa skenarionya tidak baru.
Sejak zaman baheuladan di mana pun, perburuan rente tidak fair memang selalu bermoduskan atau mengandalkan selingkuh penguasa-pebisnis. Kalau pada masa lalu rente didapatkan dengan pemaksaan terbuka atau kewajiban membayar upeti kepada penguasa, perburuan rente secara tidak fair di era modern dilakukan tertutup. Biasanya dibungkus dengan skenario kebijakan atas nama kepentingan umum, tetapi diarahkan untuk menguntungkan segelintir orang yang bersekutu dalam kartel.
Dalam kasus daging sapi, (kebijakan) impor harus dilakukan karena terjadi kelangkaan di pasar dalam negeri. Namun, daging sapi impor itu harus dijual dengan harga sangat mahal di pasar lokal agar semua pihak yang “berjasa” menggolkan kebijakan impor daging sapi mendapatkan rente. Para pihak itu bersekutu dalam kartel impor daging sapi. Begitu juga proses dan mekanisme dalam menangani kelangkaan sejumlah komoditas pangan lain.
Sekelompok orang, meliputi oknum penguasa, pebisnis, dan calo, bersekutu membentuk kartel. Melalui instrumen atau saluran resmi pada institusi pemerintah, kartel akan mengemukakan alasanalasan yang masuk akal tentang urgensi impor sebuah komoditas. Pada tingkat harga berapa komoditas pangan itu akan dijual di pasar dalam negeri, itu persoalan lain.
Ironisnya, ketika mekanisme pasar menyebabkan harga komoditas impor bersangkutan menjadi sangat mahal, institusi pemerintah seperti tak berdaya, bahkan cenderung tak peduli. Mestinya, bersamaan dengan penerbitan izin impor, selayaknya ada perjanjian antara pemerintah sebagai regulator dan importir. Perjanjian yang menetapkan bahwa komoditas impor itu harus dijual di pasar lokal pada tingkat harga yang moderat alias terjangkau konsumen kebanyakan.
Mekanisme ini rupanya ditiadakan sehingga harga daging sapi tetap saja sangat mahal menjelang perayaan Lebaran belum lama ini. Harga daging mestinya turun jika daging impor itu digunakan mengguyur pasar. Dalam rentang waktu sangat lama, selingkuh penguasa- pebisnis di Indonesia hanya bisa digunjingkan karena memang selalu ditutup-tutupi. Padahal, khalayak tahu bahwa di balik lelang sejumlah mega proyek, perselingkuhan itu selalu terjadi.
Namun, di luar dugaan, persidangan kasus suap impor daging sapi di pengadilan Tipikor Jakarta baru-baru ini menelanjangi begitu detail praktik perselingkuhan itu. Detil perselingkuhan itu tak hanya terbaca dari rekaman pembicaraan telepon para pihak yang diduga terlibat kasus ini, tetapi juga dari kesaksian oral seorang saksi. Ada sosok yang diberi inisial Bunda Putri. Ada menteri yang beraktivitas sampai tengah malam untuk mengurus kuota impor daging sapi.
Rekaman itu juga memberi gambaran tentang peran para staf di kantor kepresidenan, para politisi, pebisnis, dan calo. Ada juga sosok yang oleh saksi disebut berinisial Sengman. Menjawab pertanyaan majelis hakim, saksi itu menjelaskan bahwa Sengman adalah utusan Presiden. Intinya, perselingkuhan itu digambarkan dengan sangat gamblang. Rupanya, nilai komisi dari praktik bisnis yang menyengsarakan rakyat ini sangat besar.
Bayangkan, ada politisi yang mendapat jatah komisi sampai Rp40 miliar. Sangat luar biasa dan mencengangkan adalah besarnya kekuasaan dan wewenang Bunda Putri. Dia bisa mengarahkan kebijakan dan memengaruhi para pengambil keputusan di tingkat kabinet. Dari rekaman percakapan itu tergambar sosok penting Bunda Putri yang bisa memindahkan para pejabat di kementerian. Dia bahkan bisa memberi pendapat manakala terjadi reshuffle kabinet.
Powerful
Dalam rekaman itu, Bunda Putri sempat berucap begini, ”Nanti, kalau Maret ada reshuffle, yasudah saja, nanti saya ngomong sama Pak Lurah; bener apa yang kamu bilang tentang Haji Susu itu, sudah babat saja, aman. Bunda gituin aja, aman. Bunda disuruh ngurus beliau, emang di atas satu orang, banyak orang, saya tantang.” Pokoknya, Bunda Putri sangat powerful.
Simak kalimat demi kalimat dari lawan bicara Bunda Putri di telepon berikut ini; “….. dia kan decision maker, (sedangkan) bunda kan mengondisikan para decision maker. Kerjaan lebih berat yang mengondisikan para decision maker daripada yang mengambil keputusan sendiri.” Percakapan di telepon itu menggambarkan upaya pihakpihak terkait untuk memecah kebuntuan dari upaya mereka menambah kuota impor daging sapi. Dibahas juga mengenai alternatif lain manakala opsi pertama dari skenario mereka ditolak.
Ada keraguan terhadap kapabilitas seorang menteri sehingga mereka mengandalkan sosok lain bernama Widhi. Bunda Putri juga mengemukakan kekecewaannya pada sosok lain yang disebut dengan inisial Haji Susu. Semua permintaan atau saran Haji Susu sudah dipenuhi Bunda Putri, dan Bunda Putri menginginkan agar sosok lain berinisial Pak Lurah tahu perihal ketaatan Bunda Putri pada Haji Susu. Demikian kecewanya sehingga Bunda Putri tak ingin menyapa atau melobi lagi Haji Susu.
Bisa disimpulkan sementara bahwa Bunda Putri berperan besar dalam menggerakkan kartel impor daging sapi. Dia sudah melobi Pak Lurah, dan Pak Lurah menyarankan Bunda Putri untuk berkomunikasi dengan Haji Susu. Kemudian Haji Susu minta Bunda Putri menemui sejumlah pejabat terkait. Namun, prosesnya tidak mudah. Mereka bahkan sudah sampai pada tahap meragukan kapabilitas seorang menteri.
Bunda Putri bahkan sempat berujar, “Jadi, kalo si Fathan itu kita minta tempatkan atau reshuffle, kita barterlah dengan dirjen, itu masih beratlah. Ini cuma untuk pintu masuk…………” Bunda Putri dan koleganya tampak sangat marah karena seorang pejabat yang sebelumnya sangat mereka andalkan menolak menggunakan otoritasnya. Kolega Bunda Putri berujar, “Dia kan decision maker. Itu otoritas dia untuk menentukan. Sementara yang diminta dia bukan otoritas Bunda.
Bunda hanya mengondisikan orang-orang pengambil keputusan agar keputusannya sesuai apa yang dia mau. Lebih berat pekerjaan dia daripada pekerjaan menteri. Yang menentukan ya kewenangan dia sendiri.” Potongan-potongan dialog ini sengaja dikedepankan untuk menggambarkan bagaimana perselingkuhan penguasa-pebisnis mampu mempreteli atau mereduksi wewenang pejabat tinggi negara.
Kartel yang dibangun Bunda Putri bahkan bisa mendikte kabinet untuk menerbitkan kebijakan-kebijakan yang sesuai keinginan mereka. Rekaman percakapan ini juga menjadi bukti bahwa kartel terbentuk karena bertemu kepentingan oknum penguasa dan pebisnis. Pemerintahan yang independen dan bebas dari kepentingan tidak akan memberi akses bagi pembentukan kartel. Karena itu, menjadi relevan ketika belum lama ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir seorang menteri terlibat kartel bawang putih.
Dengan demikian, pekerjaan Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) dalam menangani kasus suap impor daging sapi belum selesai. Satu hal yang sudah pasti, penyelidikan dan penyidikan atas kasus ini tidak boleh berhenti pada mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka saat ini. KPK masih harus mencari tahu siapa itu Pak Lurah, Bunda Putri, Haji Susu, Sengman, serta Widhi. Mereka juga berselingkuh di ranjang kartel.
BAMBANG SOESATYO
Anggota Komisi III DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Bunda Putri yang begitu powerful memfasilitasi selingkuh penguasa- pebisnis di ranjang kartel demi rente untuk sekumpulan orang tamak. Perselingkuhan yang membuat rakyat menderita. Kalau perkara suap untuk mendapatkan kuota impor daging itu diibaratkan sebuah film yang bertutur tentang perselingkuhan penguasa-pebisnis, harus dikatakan bahwa skenarionya tidak baru.
Sejak zaman baheuladan di mana pun, perburuan rente tidak fair memang selalu bermoduskan atau mengandalkan selingkuh penguasa-pebisnis. Kalau pada masa lalu rente didapatkan dengan pemaksaan terbuka atau kewajiban membayar upeti kepada penguasa, perburuan rente secara tidak fair di era modern dilakukan tertutup. Biasanya dibungkus dengan skenario kebijakan atas nama kepentingan umum, tetapi diarahkan untuk menguntungkan segelintir orang yang bersekutu dalam kartel.
Dalam kasus daging sapi, (kebijakan) impor harus dilakukan karena terjadi kelangkaan di pasar dalam negeri. Namun, daging sapi impor itu harus dijual dengan harga sangat mahal di pasar lokal agar semua pihak yang “berjasa” menggolkan kebijakan impor daging sapi mendapatkan rente. Para pihak itu bersekutu dalam kartel impor daging sapi. Begitu juga proses dan mekanisme dalam menangani kelangkaan sejumlah komoditas pangan lain.
Sekelompok orang, meliputi oknum penguasa, pebisnis, dan calo, bersekutu membentuk kartel. Melalui instrumen atau saluran resmi pada institusi pemerintah, kartel akan mengemukakan alasanalasan yang masuk akal tentang urgensi impor sebuah komoditas. Pada tingkat harga berapa komoditas pangan itu akan dijual di pasar dalam negeri, itu persoalan lain.
Ironisnya, ketika mekanisme pasar menyebabkan harga komoditas impor bersangkutan menjadi sangat mahal, institusi pemerintah seperti tak berdaya, bahkan cenderung tak peduli. Mestinya, bersamaan dengan penerbitan izin impor, selayaknya ada perjanjian antara pemerintah sebagai regulator dan importir. Perjanjian yang menetapkan bahwa komoditas impor itu harus dijual di pasar lokal pada tingkat harga yang moderat alias terjangkau konsumen kebanyakan.
Mekanisme ini rupanya ditiadakan sehingga harga daging sapi tetap saja sangat mahal menjelang perayaan Lebaran belum lama ini. Harga daging mestinya turun jika daging impor itu digunakan mengguyur pasar. Dalam rentang waktu sangat lama, selingkuh penguasa- pebisnis di Indonesia hanya bisa digunjingkan karena memang selalu ditutup-tutupi. Padahal, khalayak tahu bahwa di balik lelang sejumlah mega proyek, perselingkuhan itu selalu terjadi.
Namun, di luar dugaan, persidangan kasus suap impor daging sapi di pengadilan Tipikor Jakarta baru-baru ini menelanjangi begitu detail praktik perselingkuhan itu. Detil perselingkuhan itu tak hanya terbaca dari rekaman pembicaraan telepon para pihak yang diduga terlibat kasus ini, tetapi juga dari kesaksian oral seorang saksi. Ada sosok yang diberi inisial Bunda Putri. Ada menteri yang beraktivitas sampai tengah malam untuk mengurus kuota impor daging sapi.
Rekaman itu juga memberi gambaran tentang peran para staf di kantor kepresidenan, para politisi, pebisnis, dan calo. Ada juga sosok yang oleh saksi disebut berinisial Sengman. Menjawab pertanyaan majelis hakim, saksi itu menjelaskan bahwa Sengman adalah utusan Presiden. Intinya, perselingkuhan itu digambarkan dengan sangat gamblang. Rupanya, nilai komisi dari praktik bisnis yang menyengsarakan rakyat ini sangat besar.
Bayangkan, ada politisi yang mendapat jatah komisi sampai Rp40 miliar. Sangat luar biasa dan mencengangkan adalah besarnya kekuasaan dan wewenang Bunda Putri. Dia bisa mengarahkan kebijakan dan memengaruhi para pengambil keputusan di tingkat kabinet. Dari rekaman percakapan itu tergambar sosok penting Bunda Putri yang bisa memindahkan para pejabat di kementerian. Dia bahkan bisa memberi pendapat manakala terjadi reshuffle kabinet.
Powerful
Dalam rekaman itu, Bunda Putri sempat berucap begini, ”Nanti, kalau Maret ada reshuffle, yasudah saja, nanti saya ngomong sama Pak Lurah; bener apa yang kamu bilang tentang Haji Susu itu, sudah babat saja, aman. Bunda gituin aja, aman. Bunda disuruh ngurus beliau, emang di atas satu orang, banyak orang, saya tantang.” Pokoknya, Bunda Putri sangat powerful.
Simak kalimat demi kalimat dari lawan bicara Bunda Putri di telepon berikut ini; “….. dia kan decision maker, (sedangkan) bunda kan mengondisikan para decision maker. Kerjaan lebih berat yang mengondisikan para decision maker daripada yang mengambil keputusan sendiri.” Percakapan di telepon itu menggambarkan upaya pihakpihak terkait untuk memecah kebuntuan dari upaya mereka menambah kuota impor daging sapi. Dibahas juga mengenai alternatif lain manakala opsi pertama dari skenario mereka ditolak.
Ada keraguan terhadap kapabilitas seorang menteri sehingga mereka mengandalkan sosok lain bernama Widhi. Bunda Putri juga mengemukakan kekecewaannya pada sosok lain yang disebut dengan inisial Haji Susu. Semua permintaan atau saran Haji Susu sudah dipenuhi Bunda Putri, dan Bunda Putri menginginkan agar sosok lain berinisial Pak Lurah tahu perihal ketaatan Bunda Putri pada Haji Susu. Demikian kecewanya sehingga Bunda Putri tak ingin menyapa atau melobi lagi Haji Susu.
Bisa disimpulkan sementara bahwa Bunda Putri berperan besar dalam menggerakkan kartel impor daging sapi. Dia sudah melobi Pak Lurah, dan Pak Lurah menyarankan Bunda Putri untuk berkomunikasi dengan Haji Susu. Kemudian Haji Susu minta Bunda Putri menemui sejumlah pejabat terkait. Namun, prosesnya tidak mudah. Mereka bahkan sudah sampai pada tahap meragukan kapabilitas seorang menteri.
Bunda Putri bahkan sempat berujar, “Jadi, kalo si Fathan itu kita minta tempatkan atau reshuffle, kita barterlah dengan dirjen, itu masih beratlah. Ini cuma untuk pintu masuk…………” Bunda Putri dan koleganya tampak sangat marah karena seorang pejabat yang sebelumnya sangat mereka andalkan menolak menggunakan otoritasnya. Kolega Bunda Putri berujar, “Dia kan decision maker. Itu otoritas dia untuk menentukan. Sementara yang diminta dia bukan otoritas Bunda.
Bunda hanya mengondisikan orang-orang pengambil keputusan agar keputusannya sesuai apa yang dia mau. Lebih berat pekerjaan dia daripada pekerjaan menteri. Yang menentukan ya kewenangan dia sendiri.” Potongan-potongan dialog ini sengaja dikedepankan untuk menggambarkan bagaimana perselingkuhan penguasa-pebisnis mampu mempreteli atau mereduksi wewenang pejabat tinggi negara.
Kartel yang dibangun Bunda Putri bahkan bisa mendikte kabinet untuk menerbitkan kebijakan-kebijakan yang sesuai keinginan mereka. Rekaman percakapan ini juga menjadi bukti bahwa kartel terbentuk karena bertemu kepentingan oknum penguasa dan pebisnis. Pemerintahan yang independen dan bebas dari kepentingan tidak akan memberi akses bagi pembentukan kartel. Karena itu, menjadi relevan ketika belum lama ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir seorang menteri terlibat kartel bawang putih.
Dengan demikian, pekerjaan Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) dalam menangani kasus suap impor daging sapi belum selesai. Satu hal yang sudah pasti, penyelidikan dan penyidikan atas kasus ini tidak boleh berhenti pada mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka saat ini. KPK masih harus mencari tahu siapa itu Pak Lurah, Bunda Putri, Haji Susu, Sengman, serta Widhi. Mereka juga berselingkuh di ranjang kartel.
BAMBANG SOESATYO
Anggota Komisi III DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
(nfl)