Kasus PLTU, perusahaan Jepang diduga suap Emir Moeis

Kamis, 22 Agustus 2013 - 18:24 WIB
Kasus PLTU, perusahaan...
Kasus PLTU, perusahaan Jepang diduga suap Emir Moeis
A A A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi kuat terkait keterlibatan perusahaan asal Jepang yang turut memberikan suap ke tersangka Izendrik Emir Moies.

Hal itu terkait dengan dugaan suap pengurusan anggaran proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, tahun anggaran 2004.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyatakan, kasus Emir ini melibatkan kalangan internasional. Dia kembali menegaskan, pernyataan Ketua KPK Abraham Samad bahwa saat pemeriksaan Sri Mulyani oleh tim penyidik kasus Century di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington DC, Amerika Serikat (AS) 30 April dan 1 Mei lalu ada tim penyidik lain yang memeriksa dua saksi Emir dari swasta di kantor yang sama melalui bantuan dan komunikasi dengan Departmen of Justice di AS.

Setelah itu lanjutnya, ternyata ada informasi tambahan bahwa tim penyidik kasus Emir pernah memeriksa saksi di Jepang. Pemeriksaan itu terindikasi karena ada pihak dari perusahaan Jepang yang turut memberikan suap kepada Emir.

"Bukan hanya dari Alstom, tapi juga yang di Jepang (perusahaan). Dugaannya seperti itu, makanya kita bergerak," kata Bambang di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/13).

Informasi pemeriksaan saksi dari pihak swasta di Jepang itu sudah diterima SINDO sekira awal Maret 2013. Atau empat bulan sebelum penahanan Emir Moeis di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, di Guntur, Jakarta Selatan, 11 Juli 2013.

Memorandum of Understanding (MoU) pembangunan PLTU Tarahan ditandatangani bersama tiga persusahaan pada 26 Juni 2004. Selain PT Alstom Power Energy System Indonesia, ada perusahaan Jepang yakni Marubeni Corp, Japan dan Alstom Power Inc USA. Diduga, perusahaan penyuap dari Jepang itu adalah Marubeni Corp, Japan.

Dikonfirmasi soal itu Bambang berusaha tersenyum. Tapi dia memberikan inisial perusahaannya.
"Menyangkut koorporasi yang cukup besar di Jepang. Inisialnya M lah pokoknya," ujarnya.

Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu menuturkan, proses penyidikan terhadap pihak yang di Jepang ini agak berbeda dengan pemeriksaan saksi di Amerika Serikat. Pasalnya, kedua pihak harus memakai Mutual Legal Assistance (MLA) atau kerja sama antar dua negara yang saling menguntungkan, yang prosesnya agak lama dan memerlukan waktu. "Kenapa? Karena masing-masing negara punya ciri khas sendiri," jelasnya.

Yang penting bagi KPK adalah bisa memeriksa orang yang seharusnya diperiksa. Secara informal pemerintah Jepang tidak keberatan dengan terkait pemeriksaan KPK terhadap warga negaranya. "Itu firm (perusahaan). Tapi tetap formalnya harus jelas, karena menyangkut G to G (goverment to government)," imbuhnya.

Dikonfirmasi apakah MLA dengan Jepang itu menjadi hambatan, Bambang mengatakan, dalam kasus Emir penyidik sudah periksa sebagian besar saksi yang di dalam negeri. Tetapi dia memastikan, penyuap saat ini berada di Jepang. Kalau tidak diperiksa maka penyidikannya akan terhambat. "Kan ini pemberi suapnya dari sana (Jepang). Kalau itu enggak diperiksa jadi susah," imbuhnya.

Dia mengibaratkannya dengan pemeriksaan KPK yang bergantung dengan proses yang ada, di luar yang dikonfirmasi sebelumnya, approval atau persetujuannya tergantung di luar negeri. "Yang di Amerika sudah selesai (diperiksa), tinggal yang di Jepang," tuturnya.

Sekadar diketahui, perusahaan pemberi suap kepada Emir sebesar USD300.000 yang disangka KPK yakni PT Alstom Indonesia, yang merupakan anak perusahaan atau cabang dari Alstom Coorporation yang berpusat di Prancis.

Dari data dan informasi yang diterima dan diperoleh SINDO, oknum yang menyerahkan suap kepada Emir diduga adalah pegawai PT Alstom Indonesia berkerwarganegaraan AS dan Prancis yakni Frederic Pierucci (warga negara Prancis), petinggi perusahaan Prancis Alstom ditangkap Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) di Bandar Udara Internasional John F Kennedy, New York, pada Minggu 14 April 2013 malam.

Kedua, Departemen Kehakiman bahkan sudah mengumumkan, mantan petinggi Alstom David Rothschild telah mengaku bersalah November 2012 lalu setelah dikenakan tuntutan dalam kasus penyuapan serupa dengan Frederic.

Bambang yang dikonfirmasi apakah hasil sidang di Amerika akan dipakai KPK, hanya menyatakan, penyidik ke Amerika untuk memeriksa orang. Yang dipakai KPK yakni hasil pemeriksaan penyidik di sana. "Karena yang kita periksa di sana (Amerika) sudah mengaku (menyuap). Tapi bisa saja hasil sidang itu dipakai untuk alat bukti tambahan kita," tandasnya.

Sebelumnya, kepada SINDO, Ketua KPK Abraham Samad akhir Mei 2013 menjelaskan, alasan kenapa kasus Emir belum memperoleh perkembangan signifikan meski sudah memeriksa puluhan saksi. Salah satunya adalah kesepakatan KPK dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat (AS).

Khususnya soal penangkapan saksi dan pemeriksaan saksi kasus Emir di Amerika Serikat. Padahal lanjut pendiri Anti Corruption Commision (ACC) ini menegaskan pihaknya sudah berkomitmen menyelesaikan kasus dengan nilai proyek sebesar USD268 juta atau setara lebih dari Rp2 triliun tersebut.

"Ini karena ada pertanyaan soal FBI. Kita (FBI dan KPK) ada komitmen untuk tidak membuka secara utuh tentang itu (penangkapan dan pemeriksaan saksi di AS). Nanti biar di pengadilan saja kita buka," kata Abraham di Citarik Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu 25 Mei 2013.

Selain itu lanjut dia, penanganan kasus PLTU Tarahan tersangka Emir berlainan dengan sejumlah kasus korupsi lain yang ditangani KPK. Satu sisi KPK ingin menuntaskan kasus ini. Di sisi lain lain KPK juga memikirkan hubungan diplomatis dengan beberapa negara lain. "Kasus ini kan berkaitan dengan hubungan dengan negara lain," ujar Abraham.

Informasi yang diterima SINDO bahwa ada seorang saksi yang diperiksa penyidik di Jerman akhir 2012 lalu, dikonfirmasi soal itu Abraham hanya menyatakan, ada saksi-saksi yang diperiksa KPK di luar negeri seperti di AS dan beberapa negara lain.

Tapi orang-orang yang diperiksa itu berkebaratan disebutkan namanya. Yang jelas, kasus PLTU Tarahan Emir Moeis ini berbenturan dengan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. "Kita berkomitmen kepada yang bersangkutan (untuk tidak buka identitas). Saksi itu swasta. Ada orang-orang yang kita istilahkan partikelir, itu swasta kan," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5974 seconds (0.1#10.140)