Muhammadiyah: RI harus prakarsai rapat OKI atasi krisis Mesir
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay mengusulkan Pemerintah Indonesia untuk segera memprakarsai upaya-upaya konkret dalam mengatasi krisis Mesir.
"Ungkapan kecaman dan penyesalan yang sudah disampaikan terbukti tidak efektif dalam menghentikan kekerasan,"ujarnya dalam keterangan resminya yang diterima Sindonews, Jumat (16/8/2013).
Oleh karena itu perlu langkah-langkah diplomasi internasional, terutama mendesak agar Organisasi Konferensi Islam (OKI) segera melakukan pertemuan khusus terkait upaya penyelesaian krisis Mesir tersebut.
"Negara-negara Islam diminta untuk segera bersatu dalam melihat krisis Mesir. Apa pun kepentingan negara-negara Islam atas Mesir harus dikesampingkan. Keselamatan warga sipil Mesir harus diutamakan. Pada titik inilah, peran Indonesia menjadi strategis. Indonesia diyakini masih lebih didengar dibandingkan negara-negara Islam lainnya," tuturnya.
Dalam hal ini, menurut dia, pemerintah Indonesia bisa mengirimkan beberapa tokoh yang diharapkan dapat meretas pintu damai di Mesir.
"Tokoh-tokoh itu juga sekaligus diminta untuk dapat berbicara dengan tokoh-tokoh negara Islam, khususnya yang tergabung di dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Walau dipandang sulit, namun langkah tersebut perlu dicoba," bebernya..
Sebab, tambah dia, krisis kemanusiaan yang semakin parah terjadi di Mesir sudah semestinya segera dihentikan.
Hal itu, lanjut dia, menyusul tragedi 'Rabu Berdarah' (14/8/2013) yang menewaskan 525 orang rakyat sipil sudah bisa dijadikan sebagai alasan yang kuat bagi dunia internasional untuk ikut campur.
Dia menambahkan, kebiadaban militer dalam menghadapi demonstran sudah melampaui batas dan cenderung merendahkan dan mengabaikan hak-hak asasi manusia.
Selain itu, militer Mesir terbukti tidak mendengar himbauan lembaga-lembaga internasional dan tokoh-tokoh dunia yang menyerukan untuk menghentikan kekerasan dan mengedepankan cara-cara damai dan persuasif dalam menyikapi krisis politik yang ada.
"Demi menyelamatkan nyawa warga sipil yang semakin terancam, dunia internasional dituntut untuk segera melakukan intervensi. Dunia internasional harus bertindak untuk menghindari jatuhnya korban-korban lain yang tidak berdosa,"ucapnya.
Seperti diketahui, Pada Rabu (14/8/2013), ratusan orang dilaporkan tewas ketika aparat Mesir menyerbu dua kamp utama pendukung pendukung presiden terguling, Mohamed Morsi.
Dalam aksi pembersihan yang dilakukan aparat Mesir di Kairo, dilaporkan 149 orang terbunuh dan ribuan lainnya mengalami luka-luka. “Sekitar 1.403 terluka di seluruh Mesir ketika polisi menggelar operasi penyebaran di dua kamap besar pendukung Morsi,” kata Juru Bicara Departemen Kesehatan Mesir, Mohamed Fatah-Allah kepada Xinhua.
"36 orang tewas dan 321 terluka di Kairo, tepatnya di Rabaa al-Adawiya Square Nasr City dan 16 tewas dan 68 terluka dalam Nahda Square Giza selama operasi polisi,” lanjutnya. Di tempat lain, 35 tewas di Fayoum, 45 di Minya, dan empat di Helwan.
"Ungkapan kecaman dan penyesalan yang sudah disampaikan terbukti tidak efektif dalam menghentikan kekerasan,"ujarnya dalam keterangan resminya yang diterima Sindonews, Jumat (16/8/2013).
Oleh karena itu perlu langkah-langkah diplomasi internasional, terutama mendesak agar Organisasi Konferensi Islam (OKI) segera melakukan pertemuan khusus terkait upaya penyelesaian krisis Mesir tersebut.
"Negara-negara Islam diminta untuk segera bersatu dalam melihat krisis Mesir. Apa pun kepentingan negara-negara Islam atas Mesir harus dikesampingkan. Keselamatan warga sipil Mesir harus diutamakan. Pada titik inilah, peran Indonesia menjadi strategis. Indonesia diyakini masih lebih didengar dibandingkan negara-negara Islam lainnya," tuturnya.
Dalam hal ini, menurut dia, pemerintah Indonesia bisa mengirimkan beberapa tokoh yang diharapkan dapat meretas pintu damai di Mesir.
"Tokoh-tokoh itu juga sekaligus diminta untuk dapat berbicara dengan tokoh-tokoh negara Islam, khususnya yang tergabung di dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Walau dipandang sulit, namun langkah tersebut perlu dicoba," bebernya..
Sebab, tambah dia, krisis kemanusiaan yang semakin parah terjadi di Mesir sudah semestinya segera dihentikan.
Hal itu, lanjut dia, menyusul tragedi 'Rabu Berdarah' (14/8/2013) yang menewaskan 525 orang rakyat sipil sudah bisa dijadikan sebagai alasan yang kuat bagi dunia internasional untuk ikut campur.
Dia menambahkan, kebiadaban militer dalam menghadapi demonstran sudah melampaui batas dan cenderung merendahkan dan mengabaikan hak-hak asasi manusia.
Selain itu, militer Mesir terbukti tidak mendengar himbauan lembaga-lembaga internasional dan tokoh-tokoh dunia yang menyerukan untuk menghentikan kekerasan dan mengedepankan cara-cara damai dan persuasif dalam menyikapi krisis politik yang ada.
"Demi menyelamatkan nyawa warga sipil yang semakin terancam, dunia internasional dituntut untuk segera melakukan intervensi. Dunia internasional harus bertindak untuk menghindari jatuhnya korban-korban lain yang tidak berdosa,"ucapnya.
Seperti diketahui, Pada Rabu (14/8/2013), ratusan orang dilaporkan tewas ketika aparat Mesir menyerbu dua kamp utama pendukung pendukung presiden terguling, Mohamed Morsi.
Dalam aksi pembersihan yang dilakukan aparat Mesir di Kairo, dilaporkan 149 orang terbunuh dan ribuan lainnya mengalami luka-luka. “Sekitar 1.403 terluka di seluruh Mesir ketika polisi menggelar operasi penyebaran di dua kamap besar pendukung Morsi,” kata Juru Bicara Departemen Kesehatan Mesir, Mohamed Fatah-Allah kepada Xinhua.
"36 orang tewas dan 321 terluka di Kairo, tepatnya di Rabaa al-Adawiya Square Nasr City dan 16 tewas dan 68 terluka dalam Nahda Square Giza selama operasi polisi,” lanjutnya. Di tempat lain, 35 tewas di Fayoum, 45 di Minya, dan empat di Helwan.
(lal)