Pertumbuhan ekonomi melenceng dari target
A
A
A
ANGKA pertumbuhan perekonomian nasional pada triwulan kedua tahun ini meleset dari target yang dipatok pemerintah. Penurunan angka pertumbuhan tersebut tak begitu mengagetkan, mengingat sebelumnya Bank Dunia dan Bank Indonesia (BI) sudah mengoreksi angka pertumbuhan perekonomian yang dicanangkan pemerintah.
Pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini dipaparkan, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,81% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year). Perolehan angka tersebut diakui Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mahendra Siregar sebagai pertumbuhan terendah dalam 10 triwulan terakhir ini. Apa kata Menteri Keuangan (Menkeu) soal pertumbuhan perekonomian nasional di bawah target pemerintah?
Menkeu Chatib Basri tidak ingin berspekulasi dan hanya menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang melemah tak lepas dari arus investasi yang melambat dan pengeluaran atau belanja pemerintah yang masih rendah. Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan menanggapi pertumbuhan perekonomian triwulan kedua tahun ini dengan sikap tenang dan menilai hal itu wajar saja. Pertumbuhan ekonomi yang rendah, papar mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu, sebagai dampak dari belum pulihnya kondisi perekonomian global yang masih terus diliputi mendung alias tak menentu.
Akibatnya, arus ekspor Indonesia tak bisa digenjot mengingat negara-negara tujuan utama ekspor selama ini masih terselimuti kabut krisis ekonomi. Sepanjang tahun ini angka-angka ekspor memang tidak pernah menyuguhkan kabar gembira. Tengok saja data terbaru yang dipublikasikan BPS, tercatat angka ekspor anjlok 8,63% per akhir Juni dibanding Mei lalu. Ekspor nonmigas mengalami penurunan sekitar 9,26% dari sebesar USD13,207 miliar pada Mei 2013 mengecil menjadi USD11,984 miliar pada Juni 2013.
Ekspor migas juga mengempis sekitar 5,81% dari USD2,926 miliar pada Mei 2013 menjadi USD2,756 miliar pada Juni 2013. Angka ekspor yang turun tersebut bagaikan menyiram bensin pada defisit neraca perdagangan yang sedang “terbakar” belakangan. Meski angka pertumbuhan perekonomian pada triwulan kedua meleset dari target, baik Menteri Chatib maupun Menteri Gita tetap optimistis pertumbuhan perekonomian masih bisa diraih di atas 6% hingga akhir tahun ini.
Kedua pembantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kompak menyebut konsumsi masyarakat yang masih tinggi tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Chatib menyebut, menjelang pemilihan umum tahun depan konsumsi masyarakat akan tinggi yang dibarengi dengan pemberian gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil. “Target pemerintah 6,3% memang agak susah, tetapi diusahakan masih bisa di atas 6% dengan inflasi 7,2%,” ungkap Chatib dengan nada optimistis.
Bagaimana dengan arus investasi yang melambat? Chatib yang masih menjabat sebagai kepala BKPM hanya menyodorkan lagu lama yang berkait dengan perizinan. Untuk menggenjot investasi pemerintah berencana secepatnya menyederhanakan izin investasi dengan membuat semudah mungkin. Selain itu, menyelaraskan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang saling tumpang tindih sehingga membuat para investor wait and see sebelum menanamkan modal. Ini bukankah lagu lama yang selalu didengungkan untuk merangsang investor?
Yang sangat disayangkan predikat Indonesia sebagai negara layak tujuan investasi versi sejumlah lembaga pemeringkat internasional tidak dimanfaatkan secara maksimal. Tindakan terpenting sekarang bagaimana menyatukan sikap dan langka dari semua pihak baik pemerintah maupun swasta, dalam menghadapi kenyataan anjloknya pertumbuhan perekonomian pada triwulan kedua tahun ini. Bukan saatnya mencari siapa yang salah. Sekarang yang dibutuhkan adalah kontribusi jelas dalam memutar roda perekonomian agar tetap bisa berputar kencang di balik ancaman dampak krisis ekonomi global.
Pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini dipaparkan, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,81% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year). Perolehan angka tersebut diakui Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mahendra Siregar sebagai pertumbuhan terendah dalam 10 triwulan terakhir ini. Apa kata Menteri Keuangan (Menkeu) soal pertumbuhan perekonomian nasional di bawah target pemerintah?
Menkeu Chatib Basri tidak ingin berspekulasi dan hanya menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang melemah tak lepas dari arus investasi yang melambat dan pengeluaran atau belanja pemerintah yang masih rendah. Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan menanggapi pertumbuhan perekonomian triwulan kedua tahun ini dengan sikap tenang dan menilai hal itu wajar saja. Pertumbuhan ekonomi yang rendah, papar mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu, sebagai dampak dari belum pulihnya kondisi perekonomian global yang masih terus diliputi mendung alias tak menentu.
Akibatnya, arus ekspor Indonesia tak bisa digenjot mengingat negara-negara tujuan utama ekspor selama ini masih terselimuti kabut krisis ekonomi. Sepanjang tahun ini angka-angka ekspor memang tidak pernah menyuguhkan kabar gembira. Tengok saja data terbaru yang dipublikasikan BPS, tercatat angka ekspor anjlok 8,63% per akhir Juni dibanding Mei lalu. Ekspor nonmigas mengalami penurunan sekitar 9,26% dari sebesar USD13,207 miliar pada Mei 2013 mengecil menjadi USD11,984 miliar pada Juni 2013.
Ekspor migas juga mengempis sekitar 5,81% dari USD2,926 miliar pada Mei 2013 menjadi USD2,756 miliar pada Juni 2013. Angka ekspor yang turun tersebut bagaikan menyiram bensin pada defisit neraca perdagangan yang sedang “terbakar” belakangan. Meski angka pertumbuhan perekonomian pada triwulan kedua meleset dari target, baik Menteri Chatib maupun Menteri Gita tetap optimistis pertumbuhan perekonomian masih bisa diraih di atas 6% hingga akhir tahun ini.
Kedua pembantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kompak menyebut konsumsi masyarakat yang masih tinggi tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Chatib menyebut, menjelang pemilihan umum tahun depan konsumsi masyarakat akan tinggi yang dibarengi dengan pemberian gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil. “Target pemerintah 6,3% memang agak susah, tetapi diusahakan masih bisa di atas 6% dengan inflasi 7,2%,” ungkap Chatib dengan nada optimistis.
Bagaimana dengan arus investasi yang melambat? Chatib yang masih menjabat sebagai kepala BKPM hanya menyodorkan lagu lama yang berkait dengan perizinan. Untuk menggenjot investasi pemerintah berencana secepatnya menyederhanakan izin investasi dengan membuat semudah mungkin. Selain itu, menyelaraskan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang saling tumpang tindih sehingga membuat para investor wait and see sebelum menanamkan modal. Ini bukankah lagu lama yang selalu didengungkan untuk merangsang investor?
Yang sangat disayangkan predikat Indonesia sebagai negara layak tujuan investasi versi sejumlah lembaga pemeringkat internasional tidak dimanfaatkan secara maksimal. Tindakan terpenting sekarang bagaimana menyatukan sikap dan langka dari semua pihak baik pemerintah maupun swasta, dalam menghadapi kenyataan anjloknya pertumbuhan perekonomian pada triwulan kedua tahun ini. Bukan saatnya mencari siapa yang salah. Sekarang yang dibutuhkan adalah kontribusi jelas dalam memutar roda perekonomian agar tetap bisa berputar kencang di balik ancaman dampak krisis ekonomi global.
(nfl)