Karya seni lingkungan hidup Yarno diminati kolektor
A
A
A
Sindonews.com - Kolektor seni, baik dari Indonesia maupun mancanegara melihat potensi besar dalam karya Yarno. Karya lukis Yarno sesungguhnya simpel, namun eye catching dengan warna-warna merah bata, fuchia, abu-abu, dan merah yang kalaupun dilihat oleh masyarakat awam sekalipun mampu menjadi magnet.
Indikasinya, setelah sukses dengan pameran tunggalnya bertema Ultimate City tahun lalu, Yarno kembali sukses pikat kolektor seni pada pameran tunggal Reborn yang diusung Galeri Apik di Bazaar Art Jakarta (BAJ) 2013, Hotel Ritz Carlton, Jakarta.
''Awalnya, saya juga tidak menyangka public seni bisa menerima karya Yarno begitu cepat. Pada Maret 2010, karya Yarno masih Rp9 jutaan. Lalu naik terus di akhir 2011 menjadi Rp 18 juta. Di pertengahan 2012 sudah naik lagi menjadi Rp 25 juta. Dan minggu lalu, karya Yarno sudah laku di kolektor seni dengan harga Rp 35-50 jutaan,'' ujar Direktur Galeri Apik Rahmat di Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2013.
Rahmat mengatakan, sepanjang tour de artnya selama ini, tidak banyak seniman yang bisa melaju sedemikian pesat seperti Yarno. Wajar saja, kalau karya Yarno disambut hangat kolektor seni di London (Inggris), Seoul (Korea), Jepang, Australia, Singapura, dan Tiongkok.
''Waktu pameran tunggal Yarno tahun lalu, karya Yarno masih membutuhkan waktu enam bulan sampai akhirnya tuntas terbeli kolektor seni. Tahun ini di empat hari pelaksanaan BAJ, galeri kami berhasil menjual habis sembilan karya Yarno. Luar biasa,'' tukasnya.
Sementara itu, Yarno menjelaskan, pesan apa sebenarnya yang mau disampaikan pelukis jebolan ISI Jogjakarta itu kepada pecinta seni? Lukisannya banyak dianggap pecinta seni unik karena objek gambar binatang yang ada pada karya lukis Yarno bukannya berada di tengah pepohonan hijau, tapi diantara pipa-pipa besi dan cerobong asap sebagai simbol industrialisasi.
Menurutnya, dalam karya seni itu menggambarkan bagaimana ikan-ikan di sungai mencoba bertahan hidup diantara lautan sampah. Itu adalah gambaran sekilas sejumlah karya pelukis surealis itu dalam menunjukkan kegelisahannya melihat ekosistem alam yang semakin tidak seimbang.
Pengalaman hidup di masa kecil dengan kerimbunan pohon dan binatang liar di sekitarnya membuat Yarno kangen. Dia kini mengaku sulit melihat rimbunnya pohon dan berbagai jenis binatang hutan, karena kian parahnya kerusakan alam.
''Lukisan saya memang bermakna kritik sosial. Tujuannya untuk keseimbangan kita sendiri. Masalah global warming yang saat ini ada bukan lagi menjadi isu, melainkan ancaman,'' terang Yarno.
Indikasinya, setelah sukses dengan pameran tunggalnya bertema Ultimate City tahun lalu, Yarno kembali sukses pikat kolektor seni pada pameran tunggal Reborn yang diusung Galeri Apik di Bazaar Art Jakarta (BAJ) 2013, Hotel Ritz Carlton, Jakarta.
''Awalnya, saya juga tidak menyangka public seni bisa menerima karya Yarno begitu cepat. Pada Maret 2010, karya Yarno masih Rp9 jutaan. Lalu naik terus di akhir 2011 menjadi Rp 18 juta. Di pertengahan 2012 sudah naik lagi menjadi Rp 25 juta. Dan minggu lalu, karya Yarno sudah laku di kolektor seni dengan harga Rp 35-50 jutaan,'' ujar Direktur Galeri Apik Rahmat di Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2013.
Rahmat mengatakan, sepanjang tour de artnya selama ini, tidak banyak seniman yang bisa melaju sedemikian pesat seperti Yarno. Wajar saja, kalau karya Yarno disambut hangat kolektor seni di London (Inggris), Seoul (Korea), Jepang, Australia, Singapura, dan Tiongkok.
''Waktu pameran tunggal Yarno tahun lalu, karya Yarno masih membutuhkan waktu enam bulan sampai akhirnya tuntas terbeli kolektor seni. Tahun ini di empat hari pelaksanaan BAJ, galeri kami berhasil menjual habis sembilan karya Yarno. Luar biasa,'' tukasnya.
Sementara itu, Yarno menjelaskan, pesan apa sebenarnya yang mau disampaikan pelukis jebolan ISI Jogjakarta itu kepada pecinta seni? Lukisannya banyak dianggap pecinta seni unik karena objek gambar binatang yang ada pada karya lukis Yarno bukannya berada di tengah pepohonan hijau, tapi diantara pipa-pipa besi dan cerobong asap sebagai simbol industrialisasi.
Menurutnya, dalam karya seni itu menggambarkan bagaimana ikan-ikan di sungai mencoba bertahan hidup diantara lautan sampah. Itu adalah gambaran sekilas sejumlah karya pelukis surealis itu dalam menunjukkan kegelisahannya melihat ekosistem alam yang semakin tidak seimbang.
Pengalaman hidup di masa kecil dengan kerimbunan pohon dan binatang liar di sekitarnya membuat Yarno kangen. Dia kini mengaku sulit melihat rimbunnya pohon dan berbagai jenis binatang hutan, karena kian parahnya kerusakan alam.
''Lukisan saya memang bermakna kritik sosial. Tujuannya untuk keseimbangan kita sendiri. Masalah global warming yang saat ini ada bukan lagi menjadi isu, melainkan ancaman,'' terang Yarno.
(kur)