PSB IPB targetkan Puskesmas gunakan tanaman obat
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) Charles Saerang mengatakan harus ada mekanisme yang jelas dari hulu ke hilir dalam pengembangan industri jamu. Selain pengembangan, para peneliti harus diajak turut serta agar dapat mengetahui apa yang dibutuhkan pasar.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pendataan terhadap tanaman obat yang ada di Indonesia. "Selama ini penelitian yang dilakukan lembaga pemerintah, universitas dan badan lainnya terkesan tumpang tindih dan tidak terkoordinir satu sama lain," ujarnya di Kantor Kemenristek, Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Sementara itu, ditemui ditempat yang sama Kepala Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (PSB IPB) Latifah Darusman mengatakan saat ini pihaknya memfokuskan diri pada penggunaan jamu di Puskesmas dan Rumah Sakit (RS). Saat ini, belum terlalu banyak jumlah Puskesmas dan RS yang menerapkan penggunaan tanaman obat.
“Target kami pada tahun ini sudah ratusan Puskesmas yang menggunakan tanaman obat. Namun hal ini harus dipastikan terstandar,” kata dia.
Menurut dia, untuk memperkuat standarisasi, pihaknya melakukan riset secara rutin terhadap bahan baku dan proses pembuatan. Utamanya untuk mengolah bahan mentah yang sudah ada. Kecenderungannya kembali menggunakan tanaman herbal dan alami ketimbang obat sintetik tengah banyak terjadi di dunia.
"Hal ini berdampak pada tingginya permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar tumbuhan obat dan obat herbal di tanah air semakin besar.
Dari data WHO menunjukkan sebanyak empat miliar penduduk dunia sudah menggunakan tanaman herbal. Kondisi padar obat herbal di tanah air pada 2010 menghasilkan Rp7,2 triliun. Sedangkan pada 2011 jumlahnya menjadi Rp12 triliun.
Sementara itu data Riskesdas pada 2010 menunjukkan 93 persen masyarakat yang pernah mengkonsumsi tanaman obat mengaku percaya akan khasiatnya pada kesehatan.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pendataan terhadap tanaman obat yang ada di Indonesia. "Selama ini penelitian yang dilakukan lembaga pemerintah, universitas dan badan lainnya terkesan tumpang tindih dan tidak terkoordinir satu sama lain," ujarnya di Kantor Kemenristek, Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Sementara itu, ditemui ditempat yang sama Kepala Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (PSB IPB) Latifah Darusman mengatakan saat ini pihaknya memfokuskan diri pada penggunaan jamu di Puskesmas dan Rumah Sakit (RS). Saat ini, belum terlalu banyak jumlah Puskesmas dan RS yang menerapkan penggunaan tanaman obat.
“Target kami pada tahun ini sudah ratusan Puskesmas yang menggunakan tanaman obat. Namun hal ini harus dipastikan terstandar,” kata dia.
Menurut dia, untuk memperkuat standarisasi, pihaknya melakukan riset secara rutin terhadap bahan baku dan proses pembuatan. Utamanya untuk mengolah bahan mentah yang sudah ada. Kecenderungannya kembali menggunakan tanaman herbal dan alami ketimbang obat sintetik tengah banyak terjadi di dunia.
"Hal ini berdampak pada tingginya permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar tumbuhan obat dan obat herbal di tanah air semakin besar.
Dari data WHO menunjukkan sebanyak empat miliar penduduk dunia sudah menggunakan tanaman herbal. Kondisi padar obat herbal di tanah air pada 2010 menghasilkan Rp7,2 triliun. Sedangkan pada 2011 jumlahnya menjadi Rp12 triliun.
Sementara itu data Riskesdas pada 2010 menunjukkan 93 persen masyarakat yang pernah mengkonsumsi tanaman obat mengaku percaya akan khasiatnya pada kesehatan.
(kri)