Musim lelang jabatan

Sabtu, 20 Juli 2013 - 16:27 WIB
Musim lelang jabatan
Musim lelang jabatan
A A A
Sebuah terobosan kebijakan yang tidak biasa (out of the box), pada awalnya selalu menuai kontroversi. Jika dihitung, pihak yang berseberangan dengan kebijakan terobosan itu lebih banyak muncul ke permukaan daripada pihak yang mendukung.

Alhasil, terobosan yang sebenarnya bertujuan baik pada masa mendatang, menjadi meragukan karena terus-menerus ditimpa kontroversi. Tapi, seiring perjalanan waktu terobosan itu akhirnya bisa diterima akal sehat jika benar-benar dilaksanakan secara konsisten meski diterpa serangan kanan-kiri.

Lelang jabatan bisa masuk kategori terobosan kebijakan yang awalnya diragukan kebaikannya. Awal-awal gagasan ini dilontarkan komentar negatif. Di antaranya penggagasnya dicap ingin cari popularitas agar dianggap prorakyat, tidak akan menyelesaikan persoalan, dan seterusnya.

Tanpa mempersoalkan siapa yang lebih dulu memulai, lelang jabatan telah menjadi tren baik di lingkungan birokrasi pemerintahan kita. Kita tidak tahu apakah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang pertama kali menggunakan terobosan ini.

Tapi, sejumlah kepala daerah telah melakukan ini meski tidak terekspose media secara masif seperti yang dilakukan Jokowi. Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah bahkan telah memulai lelang jabatan penting di lingkungan pemerintahan kabupaten sejak beberapa tahun lalu.

Cuma baru belakangan terobosan itu baru diketahui publik. Bisa saja bupati atau wali kota lain telah melakukan hal serupa. Jadi isunya bukan siapa yang pertama kali melakukan, melainkan siapa lagi kepala daerah yang akan melaksanakannya.

Kita dengar pemerintah pusat mulai yakin akan menggunakan cara ini untuk mengisi pos-pos penting dibirokrasinya. Jika benar, kita akan lega karena virus lelang jabatan yang baik ini sudah menyebar sampai ke pusat birokrasi.

Lelang jabatan memang bukan jaminan 100 persen menghilangkan korupsi dan KKN di jajaran pemerintah pusat maupun daerah. Namun, semangat keterbukaan dalam pengisian jabatan-jabatan eselon I dan II yang pegang kendali birokrasi ini membuka kesempatan yang lebih besar kepada sosok-sosok birokrat yang kompeten, tapi tenggelam oleh kemunculan sosok-sosok birokrat yang kurang kompeten, tapi memiliki keunggulan dalam lobi dan jaringan untuk memengaruhi pengambilan keputusan.

Orang bisa skeptis dengan gagasan ini. Tapi, bagaimanapun lelang jabatan merupakan mekanisme yang baik dalam mempercepat reformasi birokrasi. Transparansi dan meritokrasi ini kata kunci menciptakan birokrasi yang profesional, bersih, tidak korupsi, dan benar-benar melayani masyarakat.

Lelang jabatan juga membuka peluang lebih besarkepada aparat negara untuk meningkatkan kemampuannya agar dapat bersaing demi meraih posisi eselon I maupun II. Ada persaingan sehat dan terbuka di sana.

Birokrat-birokrat yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dan terjebak dalam zona nyaman harus rela kehilangan kesempatan besar untuk menduduki puncak karier. Faktor perkoncoan lambat laun akan terkikis digantikan faktor kompetensi.

Publik maupun seluruh pemangku kepentingan memiliki hak penuh untuk menentukan siapa saja yang akan membuat keputusan terhadap kebijakan yang berdampak luas di masyarakat. Bisa saja bupatinya mempunyai konsep bagus dan visioner, tapi akan sia-sia bila birokratnya tidak mampu menjalankan program-program pemerintahan dengan baik dan benar.

Ke depan orang yang tidak kompeten, tapi memaksakan diri menduduki jabatan penting akan malu dengan sendirinya. Mau tidak mau, semua aparat negara harus dipaksa untuk memiliki kompetensi. Birokrat yang tak mau mengembangkan diri akan terlindas oleh roda zaman yang menggelinding sangat kencang.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4961 seconds (0.1#10.140)