Soal kasus Century, komisioner KPK terbelah dua
A
A
A
Sindonews.com - Banyak pihak menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lamban dalam penanganan kasus bailout Bank Century. Hal itu tak terlepas dari adanya dua faksi di internal KPK terkait dengan keberanian menuntaskan kasus-kasus besar termasuk kasus Century.
"Pertama, faksi yang menggunakan pendekatan hukum formal sebagai mekanisme dalam menjerat dan menyasar orang-orang yang terlibat," ujar Pemerhati Korupsi Dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi kepada Sindonews, Rabu (17/7/2013) malam.
Menurutnya, faksi ini cenderung menggunakan sumber bukti kuat agar setiap orang yang disasar tidak akan lolos dari dakwaan KPK. Biasanya, lanjut Muradi, faksi pertama membutuhkan setidaknya 3-4 alat bukti untuk menjerat orang-orang yang disasar.
"Faksi ini meyakini dengan jeratan yang berlapis, maka orang yang dijadikan tersangka tidak bisa mengelak. Masalahnya jika menggunakan pendekatan ini, maka prosesnya akan memakan waktu lama dan berlarut-larut," jelasnya.
Faksi kedua, kata pria yang juga mengajar di Universitas Paramadina ini, komisioner KPK yang menganggap bahwa dengan cukup dua alat bukti, maka dapat menjerat orang yang menjadi target. Dengan dua alat bukti, faksi ini meyakini dapat menjerat sejumlah orang yang dianggap terlibat
"Faksi ini terbilang mampu mengartikulasikan harapan publik. Dengan sejumlah pendekatan yang relatif cepat dan bersandar pada sokongan publik," ujar dia.
Ia menilai, dalam kasus Century kecenderungan faksi yang pertama lebih dominan dari mulai periode pertama hingga KPK periode saat ini.
"Namun dengan kepemimpinan Abraham Samad yang terpetakan sebagai faksi kedua, maka percepatan untuk menuntaskan kasus-kasus besar relatif tinggi," ujar Muradi.
Akan tetapi, kedua faksi tersebut pada periode KPK saat ini relatif berimbang. Ia pun optimis penuntasan kasus-kasus besar bisa diwujudkan.
"Meski ada komisioner yang terlihat mendua dalam bersikap, khususnya pembahasan kasus-kasus besar," pungkasnya.
"Pertama, faksi yang menggunakan pendekatan hukum formal sebagai mekanisme dalam menjerat dan menyasar orang-orang yang terlibat," ujar Pemerhati Korupsi Dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi kepada Sindonews, Rabu (17/7/2013) malam.
Menurutnya, faksi ini cenderung menggunakan sumber bukti kuat agar setiap orang yang disasar tidak akan lolos dari dakwaan KPK. Biasanya, lanjut Muradi, faksi pertama membutuhkan setidaknya 3-4 alat bukti untuk menjerat orang-orang yang disasar.
"Faksi ini meyakini dengan jeratan yang berlapis, maka orang yang dijadikan tersangka tidak bisa mengelak. Masalahnya jika menggunakan pendekatan ini, maka prosesnya akan memakan waktu lama dan berlarut-larut," jelasnya.
Faksi kedua, kata pria yang juga mengajar di Universitas Paramadina ini, komisioner KPK yang menganggap bahwa dengan cukup dua alat bukti, maka dapat menjerat orang yang menjadi target. Dengan dua alat bukti, faksi ini meyakini dapat menjerat sejumlah orang yang dianggap terlibat
"Faksi ini terbilang mampu mengartikulasikan harapan publik. Dengan sejumlah pendekatan yang relatif cepat dan bersandar pada sokongan publik," ujar dia.
Ia menilai, dalam kasus Century kecenderungan faksi yang pertama lebih dominan dari mulai periode pertama hingga KPK periode saat ini.
"Namun dengan kepemimpinan Abraham Samad yang terpetakan sebagai faksi kedua, maka percepatan untuk menuntaskan kasus-kasus besar relatif tinggi," ujar Muradi.
Akan tetapi, kedua faksi tersebut pada periode KPK saat ini relatif berimbang. Ia pun optimis penuntasan kasus-kasus besar bisa diwujudkan.
"Meski ada komisioner yang terlihat mendua dalam bersikap, khususnya pembahasan kasus-kasus besar," pungkasnya.
(kri)