PPP: Hasil survei seperti sampah
A
A
A
Sindonews.com - Maraknya lembaga survei yang bermunculan dan aktif memaparkan hasil survei jelang pemilu, membuat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta agar adanya akreditasi bagi mereka.
"Perbedaan-perbedaan signifikan hasil survei elektabilitas, baik parpol maupun kandidat, memunculkan perlu adanya akreditasi lembaga survei," jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP Romahurmuziy melalui pesan singkat, Rabu (17/7/2013).
Menurutnya, dengan adanya akreditasi maka akuntabilitas hasil survei dapat dipertanggungjawabkan, sehingga publikasinya dapat dijadikan pedoman.
Dia pun menilai keberadaan hasil survei belakangan lebih banyak menimbulkan opini dan perbincangan yang tak mendasar di masyarakat.
"Sekarang ini sejalan seringnya publikasi berbeda-beda dari survei yang dilakukan pada periode sampling yang sama, menjadikan hasil survei seperti sampah informasi yang memenuhkan ruang informasi publik," cetusnya.
"Lembaga survei mestinya menjadi alat analisis saintifik, bukan publikator gosip atau pembentuk opini. Indikasi keberadaan lembaga survei sebagai alat pembentuk opini, terlihat dari bermunculannya lembaga-lembaga survei secara sporadis dengan berbagai nama," sambugnya.
Pria yang akrab disapa Romi ini juga mengatakan, rendahnya kualitas hasil survei terlihat dengan banyaknya perbedaan hasil survei dalam masalah yang sama.
"Karenanya, komunitas lembaga survei perlu menyepakati akreditasi dirinya sendiri, untuk mengembalikan survei sebagai alat ukur yang bermartabat," pungkasnya.
"Perbedaan-perbedaan signifikan hasil survei elektabilitas, baik parpol maupun kandidat, memunculkan perlu adanya akreditasi lembaga survei," jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP Romahurmuziy melalui pesan singkat, Rabu (17/7/2013).
Menurutnya, dengan adanya akreditasi maka akuntabilitas hasil survei dapat dipertanggungjawabkan, sehingga publikasinya dapat dijadikan pedoman.
Dia pun menilai keberadaan hasil survei belakangan lebih banyak menimbulkan opini dan perbincangan yang tak mendasar di masyarakat.
"Sekarang ini sejalan seringnya publikasi berbeda-beda dari survei yang dilakukan pada periode sampling yang sama, menjadikan hasil survei seperti sampah informasi yang memenuhkan ruang informasi publik," cetusnya.
"Lembaga survei mestinya menjadi alat analisis saintifik, bukan publikator gosip atau pembentuk opini. Indikasi keberadaan lembaga survei sebagai alat pembentuk opini, terlihat dari bermunculannya lembaga-lembaga survei secara sporadis dengan berbagai nama," sambugnya.
Pria yang akrab disapa Romi ini juga mengatakan, rendahnya kualitas hasil survei terlihat dengan banyaknya perbedaan hasil survei dalam masalah yang sama.
"Karenanya, komunitas lembaga survei perlu menyepakati akreditasi dirinya sendiri, untuk mengembalikan survei sebagai alat ukur yang bermartabat," pungkasnya.
(lal)