Kemenkes akan lakukan penapisan hepatitis di Indonesia

Minggu, 14 Juli 2013 - 12:03 WIB
Kemenkes akan lakukan penapisan hepatitis di Indonesia
Kemenkes akan lakukan penapisan hepatitis di Indonesia
A A A
Sindonews.com - Tingginya kematian dikarenakan hepatitis di Indonesia, Pemerintah segera lakukan penapisan terutama untuk daerah yang rentan dan ibu hamil.

Dirjen Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tjandra Yoga mengatakan, tahun ini akan segera dilakukan penapisan hepatitis untuk pertama kali dilakukan di indonesia.

Penapisan tersebut akan dilakukan kepada 6.000 orang di DKI Jakarta, 5.000 ibu hamil dan 1.000 tenaga medis.

"Kemenkes akan bekerja sama dengan puskesmas yang ada di Jakarta dan penapisan akan dilakukan secara gratis," tandasnya saat ditemui di Kantor Kemenkes Jakarta kemarin.

Tjandra mengatakan, diperkirakan penapisan tersebut akan dimulai setelah lebaran atau sekitar bulan oktober. Lanjutnya, penampisan baru akan dilakukan di Jakarta. Pada 2013 dikarenakan keterbatasan anggaran.

"Tapi kita tetap akan berencana untuk dilakukan penampisan didaerah lainya di Indonesia," ujar dia.

Selain itu, penapisan juga akan dilakukan pemeriksaan kepada ibu hamil melalui pemeriksaan awal melalui cek darah. Jika ditemukan positif mengidap hepatitis pada sang ibu, maka nantinya dipastikan bayinya harus segera di imunisasi.

"Obat untuk ibunya belum ada, maka kita lakukan pemutusan berantai langsung kepada bayinya melalui imunisasi. Karena ini salah satu caranya," paparnya.

Lanjut dia, saat ini ditemukan di indonesia adanya virus hepatitis A,B,C,E dan G sedangkan virus D hampir tidak pernah dilaporkan. Serta yang berpengarug terhadap morbiditas dan ekonimo yaitu hepatitits A,B dan C.

Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi yang dikarenakan banyak mengkonsumsi obat-obatan, alkohol dan lemak yang berlebihan.

Saat ini, ungkap dia, 25.000.000 penduduk di Indonesia mengidap virus hepatitis B dan C. 12.500.000 diantaranya berkembang menjadi kronis dan 1.250.000 berlanjut menjadi sirosis atau CA hepar.

"Hepatitis menjadi masalah yang sangat penting semenjak 3-4 tahun terakhir dan telah menjadi program nasional," tegasnya.

Ketua Perhimpunan Peneliti Hati dr. Rino A Gani mengatakan, penyakit hati merupakan penyebab kematian terbanyak nomer dua dalam kelompok penyakit infeksi yang dapat menimbulkan penyakit hepatitis. Penyakit ini dapat menimbulkan permasalahan sosial dan ekonomi.

Menurut dia, pasien karena terserang penyakit hati atau sorosis hati sebagian besar pada usia produktif sekitar 15-64 tahun. Diantara mereka kelompok umur 40-49 tahun terdapat 41,2 persen, 50-59 tahun 65 persen dan 60-69 88%.

Penderita hepatitis, lanjut dia saat ini dapat mengalami komplikasi klinis seperti sorosis, kangker hati, asites (penumpukan cairan), muntah darah dan gagal hati. "Bukan hanya gelaja klinis yang dirasa tetapi penurunan kualitas hidup dan penurunan produktifitas juga akan dirasakan," ujar dia.

Rino mengatakan, Sirosis hati diakibatkan karena peradangan menahan pada hati selain itu terjadi pengecilan hati dan pengerasan. Sehingga terjadi penurunan fungsi hati yang penyebab utamanya ialah perdarahan saluran cerna.

Saat ini, lanjut Rino, virus hepatitis B merupakan permasalahan global karena banyak yang menderita. 2 miliar manusia ternfeksi virus hepatitis B.

Setiap tahunya terdapat 240 juta pengidap di seluruh dunia. 25 persen akan meninggal karena hepatitis B dan 1 juta orang pertahun meninggal karena virus ini. "75 persen pengidap hepatitis B terdapat di Asia Tenggara dan Indonesia terdapat didalam," tandasnya.

Sedangkan untuk virus hepatitis c. 170 juta orang didunia menderita virus hepatitis C dan di Indonesia 2-4 persen penduduk terinfeksi sekitar 5-7 juta orang. Diantara mereka 85 persen menjadi unfeksi akut dan menjadi kronik. Hal ini disebabakan penyakit hati kronik, sirosis hatin, kanker hati dan transplantasi hati.

Dari data yang didapat, para pasien sirosis pada kondisi lanjut sekitar 50,8 persen datang ke rumah sakit pada kondisi kronis. Sehingga mereka memerlukan penanganan jauh lebih rumit dan lama. Hal ini dikarenakan tidak adanya informasi dan kesenjangan pengatahuan informasi kesehatan untuk penyakit hepatitis.

"20 persen penderita hepatitis dapat terpantau tetapi 80 persen penderita hepatitis tidak terpantau. Karena virus ini tidak mengalami gelaja apapun," papar Rino.
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7810 seconds (0.1#10.140)