Hatta sebut UU Pilpres tak perlu direvisi
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hatta Rajasa mengatakan, saat ini atau menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, bukanlah waktu yang tepat bagi Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Presiden (UU Pilpres).
"Saya kira waktunya sudah sangat pendek. Kita sudah harus menyukseskan pemilu legislatif, Pilpres. Kalau mau diubah-ubah, waktunya pendek sekali," kata Hatta, di kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2013).
Oleh karena itu, menurut Menteri Koordinator Perekonomian itu, revisi UU Pilpres, tidak perlu dilakukan untuk saat ini. "Waktunya tidak memungkinkan," tuturnya. Dia mengaku lebih sepakat jika UU Pilpres ini direvisi saat ini untuk kepentingan yang akan datang, setelah perhelatan Pemilu 2014.
"Kalau mau direvisi, itu untuk kepentingan ke depan. Sebaiknya kalau kita merevisi sesuatu, jangan untuk kepentingan kita. Itu kan sama saja kita memperjuangkan sesuatu untuk kepentingan kita saat ini. Maunya, perjuangan sesuatu untuk kepentingan ke depan," ucapnya.
Lagipula, ujar dia, belum ada jaminan bahwa pasal yang akan diubah di dalam revisi UU Pilpres itu, hanya pasal tentang ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT).
"Belum ada jaminan bahwa pasal yang akan diubah hanya itu saja. Nanti bisa berkembang ke mana-mana. Padahal waktu kita sudah sangat mepet. Kalau mau dibicarakan tiga tahun lalu, silakan. Kalau sekarang, pandangan saya selaku ketua umum partai, sebaiknya sudahlah. Kalau mau ubah, itu untuk nanti ke depan," tandasnya.
Seperti diketahui, Undang-Undang (UU) Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, ditetapkan untuk direvisi dalam Prolegnas yang disepakati DPR dan Pemerintah.
Dalam waktu hampir 1,5 tahun pembahasan di Badan Legislasi DPR, telah disepakati 120 Pasal perubahan dan 22 Pasal tambahan dari 262 Pasal UU Nomor 42 tahun 2008.
Namun, hanya 1 Pasal yang belum disepakati yakni mengenai angka Presidential Threshold (PT) pengajuan pasangan capres. Yakni apakah angka 20 persen suara anggota DPR atau 25 persen suara pemilih untuk persyaratan mencalonkan capres.
"Saya kira waktunya sudah sangat pendek. Kita sudah harus menyukseskan pemilu legislatif, Pilpres. Kalau mau diubah-ubah, waktunya pendek sekali," kata Hatta, di kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2013).
Oleh karena itu, menurut Menteri Koordinator Perekonomian itu, revisi UU Pilpres, tidak perlu dilakukan untuk saat ini. "Waktunya tidak memungkinkan," tuturnya. Dia mengaku lebih sepakat jika UU Pilpres ini direvisi saat ini untuk kepentingan yang akan datang, setelah perhelatan Pemilu 2014.
"Kalau mau direvisi, itu untuk kepentingan ke depan. Sebaiknya kalau kita merevisi sesuatu, jangan untuk kepentingan kita. Itu kan sama saja kita memperjuangkan sesuatu untuk kepentingan kita saat ini. Maunya, perjuangan sesuatu untuk kepentingan ke depan," ucapnya.
Lagipula, ujar dia, belum ada jaminan bahwa pasal yang akan diubah di dalam revisi UU Pilpres itu, hanya pasal tentang ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT).
"Belum ada jaminan bahwa pasal yang akan diubah hanya itu saja. Nanti bisa berkembang ke mana-mana. Padahal waktu kita sudah sangat mepet. Kalau mau dibicarakan tiga tahun lalu, silakan. Kalau sekarang, pandangan saya selaku ketua umum partai, sebaiknya sudahlah. Kalau mau ubah, itu untuk nanti ke depan," tandasnya.
Seperti diketahui, Undang-Undang (UU) Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, ditetapkan untuk direvisi dalam Prolegnas yang disepakati DPR dan Pemerintah.
Dalam waktu hampir 1,5 tahun pembahasan di Badan Legislasi DPR, telah disepakati 120 Pasal perubahan dan 22 Pasal tambahan dari 262 Pasal UU Nomor 42 tahun 2008.
Namun, hanya 1 Pasal yang belum disepakati yakni mengenai angka Presidential Threshold (PT) pengajuan pasangan capres. Yakni apakah angka 20 persen suara anggota DPR atau 25 persen suara pemilih untuk persyaratan mencalonkan capres.
(maf)