Konflik BNN-Polri
A
A
A
Hubungan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kini memanas. Ketegangan hubungan dua lembaga hukum ini patut disesalkan.
Apalagi beredar kabar perseteruan mereka diduga terkait persaingan para elite lembaga tersebut untuk memperebutkan kursi kapolri. Kalau sampai benar begitu, tentu ini fenomena yang memprihatinkan kita bersama. Apalagi konflik antarlembaga hukum bukan hanya terjadi kali ini. Sebelumnya tentu masih hangat di telinga kita bagaimana konflik antara KPK dan Polri terkait penarikan penyidik KPK oleh Polri. Sebelumnya lagi Polri juga sempat bersitegang dengan KPK atau biasa kita kenal konflik cicak-buaya.
Berulangnya konflik antarlembaga negara ini patut mendapatkan perhatian. Apalagi sebenarnya konflik antarinstitusi ini bukan mencerminkan lembaga secara keseluruhan, melainkan hanya sikap arogansi, egoisme, dan kepentingan pribadi tertentu elite dan kelompoknya. Fakta ini misalnya bisa dibaca dalam konflik BNN-Bareskrim. Konflik dua institusi ini awalnya dipicu oleh laporan seseorang ke Bareskrim yang menuduh Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Benny Mamoto menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan.
Pada hari yang sama seorang perwira polisi Kompol AD diduga mencuri sejumlah dokumen dari ruang staf Benny Mamoto di Kantor BNN. Dua peristiwa ini memicu perang urat syaraf antara dua lembaga tersebut. Banyak kalangan yang akhirnya menghubungkan peristiwa ini dengan upaya memperebutkan kursi Kapolri. Maklum, Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar dan Kabareskrim Komjen Pol Sutarman sempat disebut-sebut menjadi kandidat kuat calon kapolri menggantikan Jenderal Pol Timur Pradopo yang sebentar lagi memasuki usia pensiun.
Berulangnya konflik antarlembaga ini tak lebih disebabkan oleh tidak ada sanksi tegas ataupun konsekuensi apa pun dalam penyelesaian konflik sebelumnya. Padahal sudah seharusnya mereka sebagai penegak hukum merasa malu dengan kejadian tersebut. Munculnya konflik tersebut jelas telah menjadikan masyarakat semakin tidak percaya dengan aparat penegak hukum. Ada sejumlah hal yang perlu ditelaah lebih jauh dalam konflik BNN dan Bareskrim Polri ini.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie boleh menampik ada hubungan kasus ini dengan bursa calon kapolri. Namun, kabar yang telah telanjur beredar tidak hanya bisa dibantah lewat pernyataan. Dua lembaga tersebut harus membuktikan secara konkret dengan bukti nyata bahwa konflik di atas tidak terkait persaingan kursi kapolri. Karena itu, sudah seharusnya konflik itu segera diungkap secara transparan. Para petinggi, kapolri, dan kepala BNN harus segera bertemu untuk mendinginkan ketegangan ini. Yang lebih penting lagi, segera merampungkan masalah yang cukup memalukan tersebut.
Di satu sisi, penyidik Polri juga harus memproses laporan anggota masyarakat di Bareskrim tadi. Di sisi lain, perwira polisi yang diduga mengambil dokumen di BNN juga harus diperiksa serius, terutama soal motif dan tujuannya. Apakah itu upaya pelemahan BNN seperti diungkapkan Benny Mamoto atau ada tujuan lain. Bukan tidak mungkin, Kompol AD merupakan suruhan pihak lain dengan tujuan tertentu.
Jika para petinggi Polri dan BNN tidak mampu menyelesaikan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang harus segera turun tangan. Ini seperti ketika Presiden ikut menyelesaikan konflik KPK Polri jilid II. Namun, kali ini penyelesaian yang dibuat harus menyeluruh termasuk menyangkut sanksi. Siapa yang bersalah, harus dihukum tegas. Itu penting agar para petinggi lembaga negara tidak seenaknya mematik konflik dengan lembaga lain yang sebenarnya merupakan kepentingan pribadi mereka sendiri.
Kita tunggu upaya-upaya nyata dan komprehensif dari para petinggi negara ini untuk menyelesaikan konflik secepat mungkin agar dua lembaga kembali fokus bekerja. Berlarut-larutnya penyelesaian masalah ini akan membuat para bandar narkoba dan pelaku kejahatan lain bertepuk tangan. Akhirnya masyarakat lagi yang menjadi korban.
Apalagi beredar kabar perseteruan mereka diduga terkait persaingan para elite lembaga tersebut untuk memperebutkan kursi kapolri. Kalau sampai benar begitu, tentu ini fenomena yang memprihatinkan kita bersama. Apalagi konflik antarlembaga hukum bukan hanya terjadi kali ini. Sebelumnya tentu masih hangat di telinga kita bagaimana konflik antara KPK dan Polri terkait penarikan penyidik KPK oleh Polri. Sebelumnya lagi Polri juga sempat bersitegang dengan KPK atau biasa kita kenal konflik cicak-buaya.
Berulangnya konflik antarlembaga negara ini patut mendapatkan perhatian. Apalagi sebenarnya konflik antarinstitusi ini bukan mencerminkan lembaga secara keseluruhan, melainkan hanya sikap arogansi, egoisme, dan kepentingan pribadi tertentu elite dan kelompoknya. Fakta ini misalnya bisa dibaca dalam konflik BNN-Bareskrim. Konflik dua institusi ini awalnya dipicu oleh laporan seseorang ke Bareskrim yang menuduh Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Benny Mamoto menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan.
Pada hari yang sama seorang perwira polisi Kompol AD diduga mencuri sejumlah dokumen dari ruang staf Benny Mamoto di Kantor BNN. Dua peristiwa ini memicu perang urat syaraf antara dua lembaga tersebut. Banyak kalangan yang akhirnya menghubungkan peristiwa ini dengan upaya memperebutkan kursi Kapolri. Maklum, Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar dan Kabareskrim Komjen Pol Sutarman sempat disebut-sebut menjadi kandidat kuat calon kapolri menggantikan Jenderal Pol Timur Pradopo yang sebentar lagi memasuki usia pensiun.
Berulangnya konflik antarlembaga ini tak lebih disebabkan oleh tidak ada sanksi tegas ataupun konsekuensi apa pun dalam penyelesaian konflik sebelumnya. Padahal sudah seharusnya mereka sebagai penegak hukum merasa malu dengan kejadian tersebut. Munculnya konflik tersebut jelas telah menjadikan masyarakat semakin tidak percaya dengan aparat penegak hukum. Ada sejumlah hal yang perlu ditelaah lebih jauh dalam konflik BNN dan Bareskrim Polri ini.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie boleh menampik ada hubungan kasus ini dengan bursa calon kapolri. Namun, kabar yang telah telanjur beredar tidak hanya bisa dibantah lewat pernyataan. Dua lembaga tersebut harus membuktikan secara konkret dengan bukti nyata bahwa konflik di atas tidak terkait persaingan kursi kapolri. Karena itu, sudah seharusnya konflik itu segera diungkap secara transparan. Para petinggi, kapolri, dan kepala BNN harus segera bertemu untuk mendinginkan ketegangan ini. Yang lebih penting lagi, segera merampungkan masalah yang cukup memalukan tersebut.
Di satu sisi, penyidik Polri juga harus memproses laporan anggota masyarakat di Bareskrim tadi. Di sisi lain, perwira polisi yang diduga mengambil dokumen di BNN juga harus diperiksa serius, terutama soal motif dan tujuannya. Apakah itu upaya pelemahan BNN seperti diungkapkan Benny Mamoto atau ada tujuan lain. Bukan tidak mungkin, Kompol AD merupakan suruhan pihak lain dengan tujuan tertentu.
Jika para petinggi Polri dan BNN tidak mampu menyelesaikan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang harus segera turun tangan. Ini seperti ketika Presiden ikut menyelesaikan konflik KPK Polri jilid II. Namun, kali ini penyelesaian yang dibuat harus menyeluruh termasuk menyangkut sanksi. Siapa yang bersalah, harus dihukum tegas. Itu penting agar para petinggi lembaga negara tidak seenaknya mematik konflik dengan lembaga lain yang sebenarnya merupakan kepentingan pribadi mereka sendiri.
Kita tunggu upaya-upaya nyata dan komprehensif dari para petinggi negara ini untuk menyelesaikan konflik secepat mungkin agar dua lembaga kembali fokus bekerja. Berlarut-larutnya penyelesaian masalah ini akan membuat para bandar narkoba dan pelaku kejahatan lain bertepuk tangan. Akhirnya masyarakat lagi yang menjadi korban.
(hyk)