Jaga kedaulatan maritim, TNI AL perbarui alutsista
A
A
A
Sindonews.com - Membangun kekuatan pokok minimum (MEF) TNI Angkatan Laut (AL), tidak sekadar mempertimbangkan aspek kemampuan pertahanan. Melainkan juga perkembangan strategis yang mungkin terjadi di kawasan dalam beberapa tahun ke depan.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI, Untung Suropati mengatakan, pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AL berkaitan erat dengan proyeksi strategis, kemampuan pertahanan, dan anggaran pertahanan.
“Proyeksi berdasarkan perkiraan strategis lima tahun ke depan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Dia menyebutkan, proyeksi strategis yang menjadi perhatian utama adalah menyangkut masalah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Untuk diketahui, wilayah laut Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara, sebagian di antaranya masih belum tercapai kesepakatan soal batas-batasnya.
Selain itu, pembangunan MEF juga memperhatikan aspek ancaman separatisme, terorisme, dan bencana alam. “Serta beragam kegiatan ilegal dan keamanan maritim,” kata Untung.
Indonesia bertanggung jawab untuk mengamankan tiga jalur pelayaran internasional yang terbagi dalam alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) satu (di antaranya Selat Malaka), dua (di antaranya Selat Makassar), dan tiga (Papua).
Dia menuturkan, saat ini TNI AL sudah diperkuat oleh kapal selam dan permukaan dengan berbagai jenisnya, seperti dua kapal perusak kawal rudal (PKR), 16 kapal cepat rudal (KCR), dan delapan kapal patroli cepat (PC). Marinir juga telah memiliki 84 unit kendaraan tempur, terdiri dari 49 tank BMF-3F, 14 pansam BTR-80A, 5 BVP-2, dan 16 RM-70 Call-22.
Berbagai alutsista itu akan terus ditambah, misalnya tiga kapal selam, sejumlah KCR, PKR, serta pengganti kapal latih KRI Dewaruci. “TNI AL telah berhasil melaksanakan pengadaan alutsista baru dalam berbagai jenis produksi,” ujarnya.
Program pengadaan kapal perang ini melibatkan industri pertahanan dalam negeri, seperti di Batam, Surabaya, dan Banuwangi. “Pada masa mendatang akan dibangun kapal selam di dalam negeri sebagai bentuk komitmen untuk mendukung terwujudnya kemandirian nasional dalam upaya pemenuhan alutsista pertahanan,” tutur Untung.
Dia menambahkan, saat ini TNI AL sudah diakui dunia internasional sebagai salah satu kekuatan maritim di dunia. Kekuatan ini terus dibangun sehingga cita-cita menjadi World Class Navy bisa terwujud.
Menurut Untung, ada dua program yang harus ditempuh untuk mencapai target itu, yakni sumber daya manusia (SDM) prajurit dan alutsista. Untuk peningkatan kemampuan SDM, sambung dia, dicapai melalui pendidikan umum dan militer di dalam dan luar negeri.
“Tanpa pengecualian, kemampuan melakukan analisis terhadap ancaman yang akan terjadi di kawasan Asia Pasifik harus tetap dikembangkan. Kemampuan bertempur itu tidak hanya menggunakan senjata,” paparnya.
Sementara itu, salah satu Komisaris PT PAL Surabaya Silmi Karim menyatakan, PT PAL tahun ini akan membangun fasilitas pembuatan kapal selam. Ditargetkan fasilitas itu selesai pada 2014. “Tahun 2015 kita mulai membangun kapal selam dan 2018 selesai,” sebutnya.
Satu kapal selam itu dibangun menyusul proyek yang sama untuk dua kapal selam lain di Korea Selatan. “Satu kapal mulai berjalan, disusul kapal kedua. Kapal kedua berjalan, disusul kapal ketiga di Indonesia,” lanjut juru bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) itu.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Sisriadi menambahkan, pemerintah optimis akan mampu membangun kapal selam pada masa mendatang. “Kita juga melibatkan industri pertahanan lain, jadi tidak hanya PT PAL. Ini sekaligus untuk membangkitkan industri pertahanan kita,” tukasnya.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI, Untung Suropati mengatakan, pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AL berkaitan erat dengan proyeksi strategis, kemampuan pertahanan, dan anggaran pertahanan.
“Proyeksi berdasarkan perkiraan strategis lima tahun ke depan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Dia menyebutkan, proyeksi strategis yang menjadi perhatian utama adalah menyangkut masalah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Untuk diketahui, wilayah laut Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara, sebagian di antaranya masih belum tercapai kesepakatan soal batas-batasnya.
Selain itu, pembangunan MEF juga memperhatikan aspek ancaman separatisme, terorisme, dan bencana alam. “Serta beragam kegiatan ilegal dan keamanan maritim,” kata Untung.
Indonesia bertanggung jawab untuk mengamankan tiga jalur pelayaran internasional yang terbagi dalam alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) satu (di antaranya Selat Malaka), dua (di antaranya Selat Makassar), dan tiga (Papua).
Dia menuturkan, saat ini TNI AL sudah diperkuat oleh kapal selam dan permukaan dengan berbagai jenisnya, seperti dua kapal perusak kawal rudal (PKR), 16 kapal cepat rudal (KCR), dan delapan kapal patroli cepat (PC). Marinir juga telah memiliki 84 unit kendaraan tempur, terdiri dari 49 tank BMF-3F, 14 pansam BTR-80A, 5 BVP-2, dan 16 RM-70 Call-22.
Berbagai alutsista itu akan terus ditambah, misalnya tiga kapal selam, sejumlah KCR, PKR, serta pengganti kapal latih KRI Dewaruci. “TNI AL telah berhasil melaksanakan pengadaan alutsista baru dalam berbagai jenis produksi,” ujarnya.
Program pengadaan kapal perang ini melibatkan industri pertahanan dalam negeri, seperti di Batam, Surabaya, dan Banuwangi. “Pada masa mendatang akan dibangun kapal selam di dalam negeri sebagai bentuk komitmen untuk mendukung terwujudnya kemandirian nasional dalam upaya pemenuhan alutsista pertahanan,” tutur Untung.
Dia menambahkan, saat ini TNI AL sudah diakui dunia internasional sebagai salah satu kekuatan maritim di dunia. Kekuatan ini terus dibangun sehingga cita-cita menjadi World Class Navy bisa terwujud.
Menurut Untung, ada dua program yang harus ditempuh untuk mencapai target itu, yakni sumber daya manusia (SDM) prajurit dan alutsista. Untuk peningkatan kemampuan SDM, sambung dia, dicapai melalui pendidikan umum dan militer di dalam dan luar negeri.
“Tanpa pengecualian, kemampuan melakukan analisis terhadap ancaman yang akan terjadi di kawasan Asia Pasifik harus tetap dikembangkan. Kemampuan bertempur itu tidak hanya menggunakan senjata,” paparnya.
Sementara itu, salah satu Komisaris PT PAL Surabaya Silmi Karim menyatakan, PT PAL tahun ini akan membangun fasilitas pembuatan kapal selam. Ditargetkan fasilitas itu selesai pada 2014. “Tahun 2015 kita mulai membangun kapal selam dan 2018 selesai,” sebutnya.
Satu kapal selam itu dibangun menyusul proyek yang sama untuk dua kapal selam lain di Korea Selatan. “Satu kapal mulai berjalan, disusul kapal kedua. Kapal kedua berjalan, disusul kapal ketiga di Indonesia,” lanjut juru bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) itu.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Sisriadi menambahkan, pemerintah optimis akan mampu membangun kapal selam pada masa mendatang. “Kita juga melibatkan industri pertahanan lain, jadi tidak hanya PT PAL. Ini sekaligus untuk membangkitkan industri pertahanan kita,” tukasnya.
(maf)