Pemerintah lakukan kejahatan konstitusi terkait BBM
A
A
A
Sindonews.com - Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah tidak mampu dinikmati oleh rakyat lantaran 75 sampai 80 persen sumber daya energinya dikelola oleh asing. Sementara, hanya 20 sampai 25 persen oleh Pertamina.
Kebijakan pemerintah tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM) maupun kenaikan harga BBM dinilai tidak wajar, karena kebijakan tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola negara untuk kepentingan rakyat.
Hal itu diungkap mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal Purn Ryamizard Ryacudu dalam Dialog Publik bertema ”Kenaikan BBM dan Kejahatan Konstitusi” di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (28/6/2013).
Acara ini diselenggarakan oleh Laskar Ampera Arif Rahman Hakim 66 (LA ARH’66), Gerakan Rakyat Menggugat (GERRAM) dan Forum Komunikasi dan Solidaritas Mahasiswa Jakarta 1998 (FKSMJ’98) juga dihadiri oleh ratusan mahasiswa, pemuda dan rakyat.
Ryamizard berharap ke depan Indonesia bisa lebih stabil menjaga stabilitas ekonomi terkait kemandirian dan ketahanan energi sehingga mampu keluar dari ketergantungan impor. Seperti diketahui, saat ini dua per tiga persen BBM yang dikonsumsi dalam negeri didapat dari impor.
”Sehingga pengelolaan energi harus dikelola dengan baik agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Ini penting untuk peningkatan ekonomi dan ketahanan nasional,” ujar Ryamizard.
Di tempat yang sama, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie mengatakan pemberian kompensasi oleh pemerintah atas kenaikan harga BBM atau bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tidak lebih dari sekadar pencitraan elite politik tertentu.
”BLSM itu omong kosong, tidak berdasarkan perhitungan matang karena memang kepentingan sebenarnya untuk pencitraan semata,” ujar Kwik.
Terlebih, Kwik mengetahui fakta pembagian BLSM tidak merata. Banyak warga yang seharusnya mendapatkan kompensasi dari pemerintah justru tidak dapat. Sementara, warga yang seharusnya tidak menikmati kompensasi justru dapat menikmatinya.
”Dari mana pemerintah bisa mengetahui kategori warga yang bisa menerima BLSM? Apa mereka mengenali masyarakatnya? Kok bisa-bisanya program pencitraan besar-besaran ini dijalankan?” kata Kwik.
Kebijakan pemerintah tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM) maupun kenaikan harga BBM dinilai tidak wajar, karena kebijakan tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola negara untuk kepentingan rakyat.
Hal itu diungkap mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal Purn Ryamizard Ryacudu dalam Dialog Publik bertema ”Kenaikan BBM dan Kejahatan Konstitusi” di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (28/6/2013).
Acara ini diselenggarakan oleh Laskar Ampera Arif Rahman Hakim 66 (LA ARH’66), Gerakan Rakyat Menggugat (GERRAM) dan Forum Komunikasi dan Solidaritas Mahasiswa Jakarta 1998 (FKSMJ’98) juga dihadiri oleh ratusan mahasiswa, pemuda dan rakyat.
Ryamizard berharap ke depan Indonesia bisa lebih stabil menjaga stabilitas ekonomi terkait kemandirian dan ketahanan energi sehingga mampu keluar dari ketergantungan impor. Seperti diketahui, saat ini dua per tiga persen BBM yang dikonsumsi dalam negeri didapat dari impor.
”Sehingga pengelolaan energi harus dikelola dengan baik agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Ini penting untuk peningkatan ekonomi dan ketahanan nasional,” ujar Ryamizard.
Di tempat yang sama, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie mengatakan pemberian kompensasi oleh pemerintah atas kenaikan harga BBM atau bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tidak lebih dari sekadar pencitraan elite politik tertentu.
”BLSM itu omong kosong, tidak berdasarkan perhitungan matang karena memang kepentingan sebenarnya untuk pencitraan semata,” ujar Kwik.
Terlebih, Kwik mengetahui fakta pembagian BLSM tidak merata. Banyak warga yang seharusnya mendapatkan kompensasi dari pemerintah justru tidak dapat. Sementara, warga yang seharusnya tidak menikmati kompensasi justru dapat menikmatinya.
”Dari mana pemerintah bisa mengetahui kategori warga yang bisa menerima BLSM? Apa mereka mengenali masyarakatnya? Kok bisa-bisanya program pencitraan besar-besaran ini dijalankan?” kata Kwik.
(maf)