Firasat dari Ende
A
A
A
Sindonews.com - Kepergian Ketua MPR, Taufiq Kiemas menghadap Sang Khaliq memang tidak terduga. Pada Kamis (30/5/2013) lalu, dia masih terlihat sehat dan mukanya sumringah saat menerima kedatangan Ganjar Pranowo, calon gubernur terpilih di Pilkada Jawa Tengah yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dia bahkan sempat berujar bangga bahwa kemenangan Ganjar membuatnya tambah sehat. Dengan kelakar dan menebar senyum, dia ucapkan berkali-kali kata terimakasih kepada para pewarta yang ada di kompleks parlemen.
Keesokan harinya, Jumat (31/5/2013), Taufiq terbang ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menghadiri acara Peringatan Hari Pancasila pada Sabtu 1 Juni, di Lapangan Pancasila, Ende, Pulau Flores.
Taufiq sempat menginap di Kupang, baru terbang ke Ende selama 35 menit pada Sabtu pagi. Di Ende, Taufiq datang beberapa saat sebelum Wakil Presiden Boediono dan rombongan tiba. Di acara itu, Taufiq dan Boediono memang diagendakan menyampaikan pidato perihal Hari Lahir Pancasila atau biasa disebut Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945.
Di Lapangan Pancasila, Taufiq dan Wapres disambut meriah ribuan warga. Selain itu, terdapat juga baliho raksasa di sebelah kanan panggung tempat pidato. Baliho besar itu bergambar Boediono, dan Taufiq Kiemas. Kalimat dibawahnya adalah ucapan Selamat Datang di Ende.
Saat acara dimulai, sekira pukul 10.00 WIT, sambutan pertama dilakukan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Setelah itu, Taufiq menyampaikan pidatonya, yang berisi sejarah Pancasila dan bagaimana perjalanan Bung Karno saat diasingkan di pulau terpencil tersebut.
Ada yang tidak biasa dari gaya bicara dan aura semangatnya. Taufiq dalam membacakan teks pidatonya begitu terlihat menggebu-gebu, seolah lupa dengan kondisi kesehatannya. Padahal, saat berbicara dalam posisi berdiri, dokter pribadi Taufiq selalu mengingatkan tak boleh lebih dari 10 menit.
Namun, saat pidato itu justru selain menguras stamina karena begitu semangatnya, juga diselingi improvisasi di luar teks sehingga ada sekitar 20 menit Taufiq menyampaikan pidato dengan begitu semangat.
Di antara improvisasinya dalam pidato itu adalah, Taufiq menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Wapres Boediono yang besar dukungannya atas upaya menjadikan sejarah sebagai warisan berharga bangsa ini.
Dalam kesempatan itu, Taufiq mengenalkan ke Wapres anak angkat Bung Karno yang ikut dalam pengasingan di Ende pada 1934-1938 lalu yakni Kartika.
"Ini saya kenalkan ke Pak Wapres, Ibu Kartika, putri Bung Karno yang ikut di pengasingan sejak di Ende hingga Bengkulu di pengasingan berikutnya," kata Taufiq.
Menjelang akhir pidato, materi yang disampaikan Taufiq adalah keyakinan bahwa kehidupan bangsa Indonesia di masa yang akan datang akan semakin baik, kokoh, dan sejahtera, apabila seluruh komponen bangsa, mampu dan mau memahami serta melaksanakan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yakni Pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945 sebagai konstitusi Negara, NKRI sebagai bentuk Negara yang final, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan dan pemersatu bangsa.
Di belakang kalimat tersebut, Taufiq keluar dari teks dan meminta atau lebih tepatnya menyampaikan harapan agar sosialisasi Empat Pilar tetap diteruskan setelah dia tak lagi menjabat di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Usai acara, Taufiq dan Boediono beserta pejabat lainnya berjalan ke Taman Rendo, di Kompleks Lapangan Pancasila untuk meresmikannya sebagai situs sejarah. Di situ, Taufiq dan Boediono membuka selubung kain patung Bung Karno, yang terletak di samping pohon Sukun bercabang lima.
Di situlah Bung Karno dulu, sering membaca buku dan merenung sambil menatap laut Ende saat menjalani masa pengasingan sebagai tahanan politik pemerintah kolonial Belanda. Dari renungan dan belajar dari alam sekitar itulah Bung Karno berhasil menggali sila-sila luhur yang saat ini menjadi dasar negara yakni Pancasila.
Saat di sekitar patung Bung Karno, Taufiq sudah terlihat kelelahan. Terlebih, ketika kemudian Boediono meninggalkan tempat itu menuju ke Rumah Pengasingan, yang jaraknya tidak jauh dari tempat tersebut.
Taufiq dikerubuti warga yang berebut salaman. Dia terlihat begitu lelah, bahkan seperti hampir jatuh. Karenanya, Taufiq tidak ikut ke Rumah Pengasingan, yang juga akan diresmikan sebagai situs sejarah.
Dari pihak keluarga Bung Karno, yang bersama-sama dengan Boediono meresmikan Rumah Pengasingan sebagai situs sejarah adalah Rizki Pratama. Taufiq memutuskan untuk istirahat, dan merebahkan badan di Rumah Jabatan Bupati Ende.
Saat rombongan Wapres sudah keluar dari Lapangan Pancasila menuju Rumah Pengasingan, baliho raksasa di samping panggung ambruk. Baliho tersebut kebetulan adalah yang bergambar Taufiq. Seorang staf pemberitaan MPR yang juga ikut menyaksikan ambruknya baliho tersebut berujar: "Wah firasat apa ini?" ujarnya.
Pertanyaan itu menyambung karena kebetulan dari beberapa pewarta yang ikut rombongan dan staf pemberitaan dari MPR tersebut sedang membicarakan kondisi Taufiq saat di kerumunan massa dalam kondisi kelelahan.
Sabtu, 1 Juni 2013, siang, penulis memposting di akun Twitter "@rahmatsahid: Banyak yg aneh dg TK di #Ende . Pidato terlalu semangat, lalu kecapekan, dan ..."
Tiba di Jakarta, penulis juga bercerita dengan salah satu redaktur tentang firasat tersebut. Kemudian, melalui pesan BBM penulis mengirimkan BBM ke Wakil Sekjen PDIP Achmad Basarah bahwa penulis hendak menghadap Mega dan Taufiq. Jawabannya, saat itu: Of the record: Ketua MPR tadi pagi dibawa ke Singapura lagi gara-gara kecapekan pulang dari Ende.."
Entah itu firasat atau tanda-tanda akan dipanggilnya tokoh besar Indonesia yang dikenal getol memperjuangkan Pancasila dan Kebhinekaan itu oleh Tuhan, kini Tuhan sudah memanggilnya untuk pulang.
Semoga harapan terakhir agar Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara untuk terus digaungkan, tetap diteruskan dengan semangat oleh segenap komponen bangsa. Selamat Jalan Pak Taufiq.
Dia bahkan sempat berujar bangga bahwa kemenangan Ganjar membuatnya tambah sehat. Dengan kelakar dan menebar senyum, dia ucapkan berkali-kali kata terimakasih kepada para pewarta yang ada di kompleks parlemen.
Keesokan harinya, Jumat (31/5/2013), Taufiq terbang ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menghadiri acara Peringatan Hari Pancasila pada Sabtu 1 Juni, di Lapangan Pancasila, Ende, Pulau Flores.
Taufiq sempat menginap di Kupang, baru terbang ke Ende selama 35 menit pada Sabtu pagi. Di Ende, Taufiq datang beberapa saat sebelum Wakil Presiden Boediono dan rombongan tiba. Di acara itu, Taufiq dan Boediono memang diagendakan menyampaikan pidato perihal Hari Lahir Pancasila atau biasa disebut Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945.
Di Lapangan Pancasila, Taufiq dan Wapres disambut meriah ribuan warga. Selain itu, terdapat juga baliho raksasa di sebelah kanan panggung tempat pidato. Baliho besar itu bergambar Boediono, dan Taufiq Kiemas. Kalimat dibawahnya adalah ucapan Selamat Datang di Ende.
Saat acara dimulai, sekira pukul 10.00 WIT, sambutan pertama dilakukan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Setelah itu, Taufiq menyampaikan pidatonya, yang berisi sejarah Pancasila dan bagaimana perjalanan Bung Karno saat diasingkan di pulau terpencil tersebut.
Ada yang tidak biasa dari gaya bicara dan aura semangatnya. Taufiq dalam membacakan teks pidatonya begitu terlihat menggebu-gebu, seolah lupa dengan kondisi kesehatannya. Padahal, saat berbicara dalam posisi berdiri, dokter pribadi Taufiq selalu mengingatkan tak boleh lebih dari 10 menit.
Namun, saat pidato itu justru selain menguras stamina karena begitu semangatnya, juga diselingi improvisasi di luar teks sehingga ada sekitar 20 menit Taufiq menyampaikan pidato dengan begitu semangat.
Di antara improvisasinya dalam pidato itu adalah, Taufiq menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Wapres Boediono yang besar dukungannya atas upaya menjadikan sejarah sebagai warisan berharga bangsa ini.
Dalam kesempatan itu, Taufiq mengenalkan ke Wapres anak angkat Bung Karno yang ikut dalam pengasingan di Ende pada 1934-1938 lalu yakni Kartika.
"Ini saya kenalkan ke Pak Wapres, Ibu Kartika, putri Bung Karno yang ikut di pengasingan sejak di Ende hingga Bengkulu di pengasingan berikutnya," kata Taufiq.
Menjelang akhir pidato, materi yang disampaikan Taufiq adalah keyakinan bahwa kehidupan bangsa Indonesia di masa yang akan datang akan semakin baik, kokoh, dan sejahtera, apabila seluruh komponen bangsa, mampu dan mau memahami serta melaksanakan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yakni Pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945 sebagai konstitusi Negara, NKRI sebagai bentuk Negara yang final, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan dan pemersatu bangsa.
Di belakang kalimat tersebut, Taufiq keluar dari teks dan meminta atau lebih tepatnya menyampaikan harapan agar sosialisasi Empat Pilar tetap diteruskan setelah dia tak lagi menjabat di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Usai acara, Taufiq dan Boediono beserta pejabat lainnya berjalan ke Taman Rendo, di Kompleks Lapangan Pancasila untuk meresmikannya sebagai situs sejarah. Di situ, Taufiq dan Boediono membuka selubung kain patung Bung Karno, yang terletak di samping pohon Sukun bercabang lima.
Di situlah Bung Karno dulu, sering membaca buku dan merenung sambil menatap laut Ende saat menjalani masa pengasingan sebagai tahanan politik pemerintah kolonial Belanda. Dari renungan dan belajar dari alam sekitar itulah Bung Karno berhasil menggali sila-sila luhur yang saat ini menjadi dasar negara yakni Pancasila.
Saat di sekitar patung Bung Karno, Taufiq sudah terlihat kelelahan. Terlebih, ketika kemudian Boediono meninggalkan tempat itu menuju ke Rumah Pengasingan, yang jaraknya tidak jauh dari tempat tersebut.
Taufiq dikerubuti warga yang berebut salaman. Dia terlihat begitu lelah, bahkan seperti hampir jatuh. Karenanya, Taufiq tidak ikut ke Rumah Pengasingan, yang juga akan diresmikan sebagai situs sejarah.
Dari pihak keluarga Bung Karno, yang bersama-sama dengan Boediono meresmikan Rumah Pengasingan sebagai situs sejarah adalah Rizki Pratama. Taufiq memutuskan untuk istirahat, dan merebahkan badan di Rumah Jabatan Bupati Ende.
Saat rombongan Wapres sudah keluar dari Lapangan Pancasila menuju Rumah Pengasingan, baliho raksasa di samping panggung ambruk. Baliho tersebut kebetulan adalah yang bergambar Taufiq. Seorang staf pemberitaan MPR yang juga ikut menyaksikan ambruknya baliho tersebut berujar: "Wah firasat apa ini?" ujarnya.
Pertanyaan itu menyambung karena kebetulan dari beberapa pewarta yang ikut rombongan dan staf pemberitaan dari MPR tersebut sedang membicarakan kondisi Taufiq saat di kerumunan massa dalam kondisi kelelahan.
Sabtu, 1 Juni 2013, siang, penulis memposting di akun Twitter "@rahmatsahid: Banyak yg aneh dg TK di #Ende . Pidato terlalu semangat, lalu kecapekan, dan ..."
Tiba di Jakarta, penulis juga bercerita dengan salah satu redaktur tentang firasat tersebut. Kemudian, melalui pesan BBM penulis mengirimkan BBM ke Wakil Sekjen PDIP Achmad Basarah bahwa penulis hendak menghadap Mega dan Taufiq. Jawabannya, saat itu: Of the record: Ketua MPR tadi pagi dibawa ke Singapura lagi gara-gara kecapekan pulang dari Ende.."
Entah itu firasat atau tanda-tanda akan dipanggilnya tokoh besar Indonesia yang dikenal getol memperjuangkan Pancasila dan Kebhinekaan itu oleh Tuhan, kini Tuhan sudah memanggilnya untuk pulang.
Semoga harapan terakhir agar Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara untuk terus digaungkan, tetap diteruskan dengan semangat oleh segenap komponen bangsa. Selamat Jalan Pak Taufiq.
(kri)