Pengamat: PKS bermain politik dua kaki
A
A
A
Sindonews.com - Senior Researcher di Founding Fathers House (FFH), Dian Permata menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak akan tinggal diam kali ini jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tetap pada keputusan menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Jika selama ini Presiden SBY tak pernah mengambil tindakan tegas ketika PKS mengambil sikap berseberangan, lanjut dia, kali ini PKS tak akan segan-segan ditendang dari Setgab koalisi pendukung pemerintah.
"Sikap politik PKS dalam menolak kenaikan harga BBM akan berimbas pada posisi mereka dalam Setgab. Kemungkinan besar mereka akan dieliminir dalam setiap kebijakan politik yang di keluarkan di Setgab," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (6/6/2013) malam.
Ia menilai, sikap membandel yang ditunjukkan PKS sangat tidak pantas sebagai bagian dari partai koalisi. Ketika memilih bergabung ke dalam Setgab, kata Dian, PKS sudah harus sadar dengan berbagai konsekuensi dan sepenuh hati mendukung setiap kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.
"Sejatinya, dalam fatsoen politik berkoalisi, sikap PKS itu dapat dikatakan tidak dapat dibenarkan. Alasannya mereka main
dua kaki. Satu kaki mendukung pemerintah. Satu kaki lagi melawan pemerintah atau oposisi," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta mengungkapkan, pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak akan menyelesaikan persoalan penghematan anggaran negara. Sebaliknya, pengalihan subsidi dengan cara membagi-bagikan uang kepada rakyat miskin justru akan membebani generasi penerus.
Menurut Anis Matta, uang yang dirupakan dalam program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) didapatkan pemerintah dari sumber dana utang luar negeri. Utang negara ini akan semakin menumpuk seiring lengsernya pemerintahan Presiden SBY pada tahun depan.
"Pemerintah akan menaikkan harga BBM dengan harapan bisa mengurangi subsidi. Namun, subsidi yang dipindahkan ke tempat lain ini tidak akan menyelesaikan masalah. Uang yang dibagi-bagi kepada masyarakat berasal dari utang luar negeri," kata Anis Matta saat dialog dengan tokoh masyarakat di Ponpes Kramat, Kraton Kabupaten Pasuruan, Rabu 5 Juni 2013.
Anis mengatakan, hingga saat ini hutang negara yang terus menumpuk telah mencapai angka lebih dari Rp2.000 triliun. Beban utang ini tentu saja akan ditanggung generasi dan pemimpin yang akan datang.
"PKS menolak kenaikan harga BBM. Karena dari aspirasi yang kami serap, 85 persen rakyat Indonesia menolak kenaikan harga BBM," tandas Anis Matta.
Jika selama ini Presiden SBY tak pernah mengambil tindakan tegas ketika PKS mengambil sikap berseberangan, lanjut dia, kali ini PKS tak akan segan-segan ditendang dari Setgab koalisi pendukung pemerintah.
"Sikap politik PKS dalam menolak kenaikan harga BBM akan berimbas pada posisi mereka dalam Setgab. Kemungkinan besar mereka akan dieliminir dalam setiap kebijakan politik yang di keluarkan di Setgab," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (6/6/2013) malam.
Ia menilai, sikap membandel yang ditunjukkan PKS sangat tidak pantas sebagai bagian dari partai koalisi. Ketika memilih bergabung ke dalam Setgab, kata Dian, PKS sudah harus sadar dengan berbagai konsekuensi dan sepenuh hati mendukung setiap kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.
"Sejatinya, dalam fatsoen politik berkoalisi, sikap PKS itu dapat dikatakan tidak dapat dibenarkan. Alasannya mereka main
dua kaki. Satu kaki mendukung pemerintah. Satu kaki lagi melawan pemerintah atau oposisi," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta mengungkapkan, pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak akan menyelesaikan persoalan penghematan anggaran negara. Sebaliknya, pengalihan subsidi dengan cara membagi-bagikan uang kepada rakyat miskin justru akan membebani generasi penerus.
Menurut Anis Matta, uang yang dirupakan dalam program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) didapatkan pemerintah dari sumber dana utang luar negeri. Utang negara ini akan semakin menumpuk seiring lengsernya pemerintahan Presiden SBY pada tahun depan.
"Pemerintah akan menaikkan harga BBM dengan harapan bisa mengurangi subsidi. Namun, subsidi yang dipindahkan ke tempat lain ini tidak akan menyelesaikan masalah. Uang yang dibagi-bagi kepada masyarakat berasal dari utang luar negeri," kata Anis Matta saat dialog dengan tokoh masyarakat di Ponpes Kramat, Kraton Kabupaten Pasuruan, Rabu 5 Juni 2013.
Anis mengatakan, hingga saat ini hutang negara yang terus menumpuk telah mencapai angka lebih dari Rp2.000 triliun. Beban utang ini tentu saja akan ditanggung generasi dan pemimpin yang akan datang.
"PKS menolak kenaikan harga BBM. Karena dari aspirasi yang kami serap, 85 persen rakyat Indonesia menolak kenaikan harga BBM," tandas Anis Matta.
(kri)