Harusnya SBY tak terima Statesman Award
A
A
A
Sindonews.com - Meski diwarnai protes, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seperti tak menggubris. SBY tetap menerima penghargaan kenegaraan dari Yayasan Antaragama Amerika Serikat.
Menanggapi hal itu, Ketua SETARA Institute Hendardi mengatkan, memberi dan menerima itu adalah hak dan jelas tidak bisa dihalang-halangi.
Namun sebagai sebagai Presiden RI, SBY semestinya tidak terlalu mudah menerima sebuah penghargaan, karena penghargaan tersebut berhubungan dengan kinerja.
"Jadi penghargaan yang tidak berbanding lurus dengan kinerja yang dilakukannya terkait pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan justru telah mencoreng wajah Indonesia," tukas Hendardi, Sabtu (1/6/2013).
Menurutnya, kegemaran menerima penghargaan itulah yang harus menjadi bahan koreski dan introspeksi para pejabat publik.
Sebab, penghargaan tersebut tidak akan banyak manfaat untuk Indonesia dan diplomasi politik luar negeri Indonesia.
"Justru merupakan tamparan bagi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kelompok minoritas lainnya," tukasnya.
Kekhawatiran justru muncul penghargaan itu akan menjadi alat proteksi bagi SBY atas kelemahan kinerjanya dalam pemajuan kebebesan beragama dan berkeyakinan dan pemajuan HAM pada umumnya.
Seperti diketahui, SBY menerima penghargaan negarawan dunia atau biasa dikenal World Statesman Award. Penyerahan anugerah ini diserahkan di kantor yayasan Appeal of Conscience Foundation (ACF) di New York, Amerika Serikat (AS).
Penghargaan yang diberikan oleh yayasan ACF ini merupakan bentuk anugerah kepada SBY yang dinilai mampu mempromosikan kebebasan beragama dan menjaga toleransi di Indonesia.
Penghargaan ini diserahkan langsung kepada SBY oleh mantan Menlu AS Henry Kissinger dan Rabi Arthur Schneier.
Menanggapi hal itu, Ketua SETARA Institute Hendardi mengatkan, memberi dan menerima itu adalah hak dan jelas tidak bisa dihalang-halangi.
Namun sebagai sebagai Presiden RI, SBY semestinya tidak terlalu mudah menerima sebuah penghargaan, karena penghargaan tersebut berhubungan dengan kinerja.
"Jadi penghargaan yang tidak berbanding lurus dengan kinerja yang dilakukannya terkait pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan justru telah mencoreng wajah Indonesia," tukas Hendardi, Sabtu (1/6/2013).
Menurutnya, kegemaran menerima penghargaan itulah yang harus menjadi bahan koreski dan introspeksi para pejabat publik.
Sebab, penghargaan tersebut tidak akan banyak manfaat untuk Indonesia dan diplomasi politik luar negeri Indonesia.
"Justru merupakan tamparan bagi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kelompok minoritas lainnya," tukasnya.
Kekhawatiran justru muncul penghargaan itu akan menjadi alat proteksi bagi SBY atas kelemahan kinerjanya dalam pemajuan kebebesan beragama dan berkeyakinan dan pemajuan HAM pada umumnya.
Seperti diketahui, SBY menerima penghargaan negarawan dunia atau biasa dikenal World Statesman Award. Penyerahan anugerah ini diserahkan di kantor yayasan Appeal of Conscience Foundation (ACF) di New York, Amerika Serikat (AS).
Penghargaan yang diberikan oleh yayasan ACF ini merupakan bentuk anugerah kepada SBY yang dinilai mampu mempromosikan kebebasan beragama dan menjaga toleransi di Indonesia.
Penghargaan ini diserahkan langsung kepada SBY oleh mantan Menlu AS Henry Kissinger dan Rabi Arthur Schneier.
(lns)