Pemerintah daerah hambat industri migas
A
A
A
Pemerintah daerah seringkali salah kaprah menyikapi masalah pembagian hasil minyak dan gas (migas). Tidak sedikit pemerintah daerah sudah meminta bagi hasil pada perusahaan migas yang melakukan eksplorasi di wilayahnya, padahal masa eksplorasi belum ada jaminan mendapatkan migas.
Tahapan pencarian migas tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, dalam proses eksplorasi baru sulit untuk mematok bahwa pada tahun kesekian sudah mendapatkan tetesan migas. Atas salah kaprah itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah seringkali mengingatkan pemerintah daerah untuk menahan diri tidak meminta bagian saat dalam tahapan eksplorasi. Namun, salah persepsi tersebut masih saja terus terjadi sehingga menjadi kendala tersendiri bagi perusahaan migas yang akan melakukan eksplorasi di berbagai daerah.
“Penguasa daerah banyak yang keliru, menilai saat eksplorasi sudah menghasilkan sehingga meminta bagian segera direalisasikan,” ungkap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini beberapa waktu lalu. Apa yang diungkapkan orang nomor satu di SKK Migas itu ternyata bukan sekadar isapan jempol. Pada pertengahan bulan ini, SKK Migas mengumumkan enam perusahaan migas akan hengkang dari wilayah Indonesia.
Enam perusahaan itu di antaranya Statoil, Talisman Sageri, Marathon Pasang Kayu, dan CNOOC Paling Aru tak menemukan sumber migas setelah melakukan eksplorasi sehingga harus menelan kerugian yang jumlahnya miliaran dolar AS. Enam perusahaan tersebut melakukan eksplorasi di wilayah Indonesia bagian timur khususnya di laut dalam. Gagal mendapatkan sumber migas meski sudah melakukan eksplorasi beberapa tahun adalah risiko tersendiri bagi perusahaan migas.
Karena itu, pemerintah pusat harus turun tangan menyadarkan pemerintah daerah untuk tidak merecoki perusahaan migas yang baru melaksanakan eksplorasi. Apalagi kita mafhum salah satu sumber terbesar pendapatan negeri ini berasal dari migas yang nilainya tak kurang dari Rp300 triliun per tahun. Mencermati kendala perusahaan migas yang berinvestasi di Indonesia, sebenarnya tidak hanya terganjal pada urusan pemerintah daerah yang meminta bagi hasil, yang lebih krusial adalah persoalan izin yang masih terdapat tumpang tindih antara pusat dan daerah.
Khusus untuk soal perizinan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menginstruksikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera dirampingkan. Saat ini jumlah jenis izin untuk industri migas puluhan yang membuat kontraproduktif dengan harapan pemerintah untuk melibatkan investor migas sebanyak-banyaknya beroperasi di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menjanjikan segera memberi insentif pada industri migas guna mendongkrak industri yang menjadi salah satu tulang punggung sumber pendapatan negara itu.
Sebelumnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membebaskan pajak untuk eksplorasi migas. Berdasarkan data SKK Migas, sedikitnya terdapat sekitar 258 sumur eksplorasi dan 1.178 sumur pengembangan yang sedang digarap tahun ini. Kita berharap insentif baru yang dijanjikan pemerintah segera direalisasikan dan penyadaran pemerintah daerah yang masih menghambat pertumbuhan industri migas bisa segera diatasi. Kalau kita menengok catatan SKK Migas soal produksi minyak yang terus menciut dalam 20 tahun terakhir ini, sungguh memprihatinkan.
Tahun ini produksi minyak tak bisa mencapai target yang dipatok pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 sebesar 900.000 barel per hari. Realita tersebut memaksa pemerintah mengoreksi lifting minyak menjadi 840.000 barel per hari pada APBN Perubahan 2013.
Tahapan pencarian migas tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, dalam proses eksplorasi baru sulit untuk mematok bahwa pada tahun kesekian sudah mendapatkan tetesan migas. Atas salah kaprah itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah seringkali mengingatkan pemerintah daerah untuk menahan diri tidak meminta bagian saat dalam tahapan eksplorasi. Namun, salah persepsi tersebut masih saja terus terjadi sehingga menjadi kendala tersendiri bagi perusahaan migas yang akan melakukan eksplorasi di berbagai daerah.
“Penguasa daerah banyak yang keliru, menilai saat eksplorasi sudah menghasilkan sehingga meminta bagian segera direalisasikan,” ungkap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini beberapa waktu lalu. Apa yang diungkapkan orang nomor satu di SKK Migas itu ternyata bukan sekadar isapan jempol. Pada pertengahan bulan ini, SKK Migas mengumumkan enam perusahaan migas akan hengkang dari wilayah Indonesia.
Enam perusahaan itu di antaranya Statoil, Talisman Sageri, Marathon Pasang Kayu, dan CNOOC Paling Aru tak menemukan sumber migas setelah melakukan eksplorasi sehingga harus menelan kerugian yang jumlahnya miliaran dolar AS. Enam perusahaan tersebut melakukan eksplorasi di wilayah Indonesia bagian timur khususnya di laut dalam. Gagal mendapatkan sumber migas meski sudah melakukan eksplorasi beberapa tahun adalah risiko tersendiri bagi perusahaan migas.
Karena itu, pemerintah pusat harus turun tangan menyadarkan pemerintah daerah untuk tidak merecoki perusahaan migas yang baru melaksanakan eksplorasi. Apalagi kita mafhum salah satu sumber terbesar pendapatan negeri ini berasal dari migas yang nilainya tak kurang dari Rp300 triliun per tahun. Mencermati kendala perusahaan migas yang berinvestasi di Indonesia, sebenarnya tidak hanya terganjal pada urusan pemerintah daerah yang meminta bagi hasil, yang lebih krusial adalah persoalan izin yang masih terdapat tumpang tindih antara pusat dan daerah.
Khusus untuk soal perizinan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menginstruksikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera dirampingkan. Saat ini jumlah jenis izin untuk industri migas puluhan yang membuat kontraproduktif dengan harapan pemerintah untuk melibatkan investor migas sebanyak-banyaknya beroperasi di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menjanjikan segera memberi insentif pada industri migas guna mendongkrak industri yang menjadi salah satu tulang punggung sumber pendapatan negara itu.
Sebelumnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membebaskan pajak untuk eksplorasi migas. Berdasarkan data SKK Migas, sedikitnya terdapat sekitar 258 sumur eksplorasi dan 1.178 sumur pengembangan yang sedang digarap tahun ini. Kita berharap insentif baru yang dijanjikan pemerintah segera direalisasikan dan penyadaran pemerintah daerah yang masih menghambat pertumbuhan industri migas bisa segera diatasi. Kalau kita menengok catatan SKK Migas soal produksi minyak yang terus menciut dalam 20 tahun terakhir ini, sungguh memprihatinkan.
Tahun ini produksi minyak tak bisa mencapai target yang dipatok pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 sebesar 900.000 barel per hari. Realita tersebut memaksa pemerintah mengoreksi lifting minyak menjadi 840.000 barel per hari pada APBN Perubahan 2013.
(hyk)