Perludem : SBY harus baca kembali UU Pemilu Presiden
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk membaca kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Sebab, kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, semangat didalam undang-undang tersebut sangat jelas menempatkan Presiden sebagai milik semua komponen bangsa.
Hal demikian dikatakan Titi menanggapi perihal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membahas batalnya Putri Mantan Presiden (Alm) KH Abdurrahman Wahid, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) bergabung ke Partai Demokrat, di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan lewat jumpa pers pada Rabu 17 April 2013 malam.
"Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, disitu dikatakan semangatnya bahwa Presiden itu kan bukan hanya milik partai, tetapi juga milik bangsa, yang lebih luas daripada milik sekelompok orang," ujar Titi usai acara Diskusi Media bertema 'Cegah Politik Dinasti dengan Pemilu Serentak' di Bakoel Koffie Cikini, Jalan Cikini Raya No 25, Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2013).
Jadi, kata dia, semestinya Presiden SBY lebih memprioritas sejumlah persoalan bangsa, ketimbang merespon masalah politik di internal partainya.
"Karena jangan sampai Presiden terlibat persoalan-persoalan yang sangat partisan. Nah ini jadi pembelajaran betul untuk ke depan," katanya.
Apalagi, ujar dia, SBY pernah meminta komitmen para menterinya asal partai politik (parpol) untuk fokus mengurusi tugas pemerintahan ketimbang urusan politik.
"Dan ini jadi contoh yang tidak baik. Nah kalau begini terus pola yang kita terapkan, kita tidak bisa menyalahkan kalau Menteri juga mengurusi persoalan partai ketimbang urusan pemerintahan,"ungkapnya.
Oleh karena itu, meskipun perihal SBY membahas Yenny Wahid di Istana Kepresidenan tidak ada larangannya di undang-undang, namun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden itu sangat jelas menempatkan Presiden sebagai milik semua komponen bangsa.
Sebab, kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, semangat didalam undang-undang tersebut sangat jelas menempatkan Presiden sebagai milik semua komponen bangsa.
Hal demikian dikatakan Titi menanggapi perihal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membahas batalnya Putri Mantan Presiden (Alm) KH Abdurrahman Wahid, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) bergabung ke Partai Demokrat, di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan lewat jumpa pers pada Rabu 17 April 2013 malam.
"Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, disitu dikatakan semangatnya bahwa Presiden itu kan bukan hanya milik partai, tetapi juga milik bangsa, yang lebih luas daripada milik sekelompok orang," ujar Titi usai acara Diskusi Media bertema 'Cegah Politik Dinasti dengan Pemilu Serentak' di Bakoel Koffie Cikini, Jalan Cikini Raya No 25, Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2013).
Jadi, kata dia, semestinya Presiden SBY lebih memprioritas sejumlah persoalan bangsa, ketimbang merespon masalah politik di internal partainya.
"Karena jangan sampai Presiden terlibat persoalan-persoalan yang sangat partisan. Nah ini jadi pembelajaran betul untuk ke depan," katanya.
Apalagi, ujar dia, SBY pernah meminta komitmen para menterinya asal partai politik (parpol) untuk fokus mengurusi tugas pemerintahan ketimbang urusan politik.
"Dan ini jadi contoh yang tidak baik. Nah kalau begini terus pola yang kita terapkan, kita tidak bisa menyalahkan kalau Menteri juga mengurusi persoalan partai ketimbang urusan pemerintahan,"ungkapnya.
Oleh karena itu, meskipun perihal SBY membahas Yenny Wahid di Istana Kepresidenan tidak ada larangannya di undang-undang, namun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden itu sangat jelas menempatkan Presiden sebagai milik semua komponen bangsa.
(kri)