Kebijakan Premium Dua Harga
A
A
A
Bagi pengendara mobil pribadi hati-hati saat mengisi bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Bila Anda salah isi bahan bakar kendaraan Anda, bersiaplah berurusan dengan polisi.
Hal itu terkait rencana pemerintah memberlakukan dua harga BBM bersubsidi yakni harga tetap Rp4.500 per liter untuk sepeda motor dan angkutan umum serta sebesar Rp6.500 per liter bagi mobil pelat hitam.
Seandainya opsi kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi tersebut diberlakukan, setiap SPBU akan ditongkrongi polisi. Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wecik telah melempar sinyal pengendalian BBM bersubsidi agar tidak membebani anggaran negara salah satunya pemberlakuan dua jenis harga.
Namun, rapat terbatas dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Cipanas akhir pekan lalu yang khusus membahas masalah pengendalian BBM bersubsidi tersebut belum menghasilkan keputusan konkret.
Presiden menegaskan perlu membahas lebih jauh opsi-opsi yang sudah mengerucut itu agar dampak negatifnya tidak membebani masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu. Menyikapi opsi pengendalian BBM bersubsidi dengan memunculkan dua harga, Pertamina menyatakan siap mengamankan kebijakan pemerintah.
Manajemen perusahaan migas pelat merah itu bahkan siap memisahkan SPBU yang menjual premium harga Rp4.500 per liter dan harga Rp6.500 per liter. “Pertamina siap menjalankan kebijakan pemerintah, dukungan utama yang diperlukan adalah sosialisasi agar benar-benar clear ,” ungkap Vice President Fuel Marketing & Distribution Pertamina, Suhartoko kepada pers, kemarin.
Dengan pemberlakuan kebijakan dua harga BBM bersubsidi, pemerintah bakal menghemat dana subsidi sekitar Rp25 triliun hingga Rp30 triliun. Ini angka yang tidak kecil.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), kuota BBM bersubsidi untuk periode Januari–Februari 2013 sudah melewati sekitar 0,7%. Apabila pemerintah tidak mengambil tindakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM A Tony Prasetiantono, perekonomian nasional tahun ini akan lebih tertekan dibandingkan tahun lalu.
Realisasi sejumlah indikator terkait BBM bersubsidi sepanjang Januari–Maret 2013 telah menghidupkan sinyal bahaya bagi perekonomian nasional. Meski opsi dua harga BBM bersubsidi sepertinya lebih fleksibel di antara berbagai opsi yang dibahas pemerintah selama ini dan bisa dilaksanakan secepat mungkin, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang opsi tersebut tidak memenuhi unsur keadilan. Rencana kebijakan tersebut, menurut penilaian YLKI, sangat diskriminatif.
Memaksa pemilik mobil pribadi berpindah menggunakan premium seharga Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter itu tidak adil sebab pemilik sepeda motor yang berkontribusi sebanyak 40% terhadap konsumsi BBM bersubsidi tetap dikenakan harga lama. Selain itu, pengawasan yang ketat juga dibutuhkan sebab bisa saja awak angkutan umum bahkan pemilik sepeda motor menjadikan opsi tersebut sumber pendapatan baru dengan menjual premium sedikit lebih murah kepada pemilik mobil pelat hitam dari harga yang seharusnya ditebus.
Setiap kebijakan memang selalu memiliki celahnya yang berpotensi memberikan keuntungan pada pihak tertentu. Tetapi, di situlah fungsi penegak hukum untuk menindak bagi yang melanggar hukum. Seandainya kebijakan tersebut akan diberlakukan, pihak terkait terutama penegak hukum harus dilibatkan sepenuhnya. Ingat, disparitas harga adalah penyulut kericuhan yang sangat potensial. Setiap opsi memang punya plus-minus, tidak ada opsi yang menyenangkan semua pihak. ●
Hal itu terkait rencana pemerintah memberlakukan dua harga BBM bersubsidi yakni harga tetap Rp4.500 per liter untuk sepeda motor dan angkutan umum serta sebesar Rp6.500 per liter bagi mobil pelat hitam.
Seandainya opsi kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi tersebut diberlakukan, setiap SPBU akan ditongkrongi polisi. Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wecik telah melempar sinyal pengendalian BBM bersubsidi agar tidak membebani anggaran negara salah satunya pemberlakuan dua jenis harga.
Namun, rapat terbatas dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Cipanas akhir pekan lalu yang khusus membahas masalah pengendalian BBM bersubsidi tersebut belum menghasilkan keputusan konkret.
Presiden menegaskan perlu membahas lebih jauh opsi-opsi yang sudah mengerucut itu agar dampak negatifnya tidak membebani masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu. Menyikapi opsi pengendalian BBM bersubsidi dengan memunculkan dua harga, Pertamina menyatakan siap mengamankan kebijakan pemerintah.
Manajemen perusahaan migas pelat merah itu bahkan siap memisahkan SPBU yang menjual premium harga Rp4.500 per liter dan harga Rp6.500 per liter. “Pertamina siap menjalankan kebijakan pemerintah, dukungan utama yang diperlukan adalah sosialisasi agar benar-benar clear ,” ungkap Vice President Fuel Marketing & Distribution Pertamina, Suhartoko kepada pers, kemarin.
Dengan pemberlakuan kebijakan dua harga BBM bersubsidi, pemerintah bakal menghemat dana subsidi sekitar Rp25 triliun hingga Rp30 triliun. Ini angka yang tidak kecil.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), kuota BBM bersubsidi untuk periode Januari–Februari 2013 sudah melewati sekitar 0,7%. Apabila pemerintah tidak mengambil tindakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM A Tony Prasetiantono, perekonomian nasional tahun ini akan lebih tertekan dibandingkan tahun lalu.
Realisasi sejumlah indikator terkait BBM bersubsidi sepanjang Januari–Maret 2013 telah menghidupkan sinyal bahaya bagi perekonomian nasional. Meski opsi dua harga BBM bersubsidi sepertinya lebih fleksibel di antara berbagai opsi yang dibahas pemerintah selama ini dan bisa dilaksanakan secepat mungkin, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang opsi tersebut tidak memenuhi unsur keadilan. Rencana kebijakan tersebut, menurut penilaian YLKI, sangat diskriminatif.
Memaksa pemilik mobil pribadi berpindah menggunakan premium seharga Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter itu tidak adil sebab pemilik sepeda motor yang berkontribusi sebanyak 40% terhadap konsumsi BBM bersubsidi tetap dikenakan harga lama. Selain itu, pengawasan yang ketat juga dibutuhkan sebab bisa saja awak angkutan umum bahkan pemilik sepeda motor menjadikan opsi tersebut sumber pendapatan baru dengan menjual premium sedikit lebih murah kepada pemilik mobil pelat hitam dari harga yang seharusnya ditebus.
Setiap kebijakan memang selalu memiliki celahnya yang berpotensi memberikan keuntungan pada pihak tertentu. Tetapi, di situlah fungsi penegak hukum untuk menindak bagi yang melanggar hukum. Seandainya kebijakan tersebut akan diberlakukan, pihak terkait terutama penegak hukum harus dilibatkan sepenuhnya. Ingat, disparitas harga adalah penyulut kericuhan yang sangat potensial. Setiap opsi memang punya plus-minus, tidak ada opsi yang menyenangkan semua pihak. ●
(kri)