Ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian?
A
A
A
Tahun 2013 dibuka dengan hingar-bingar masalah hukum yang tidak kunjung selesai, menyita perhatian bangsa Indonesia karena melibatkan berbagai elite politik ataupun penguasa.
Demikian juga suasana politik sudah mulai menghangat meskipun hajatan pemilu masih tahun depan. Kondisi sosial dan ekonomi tampaknya juga tidak akan steril dari pengaruh politik yang tengah menghangat di Indonesia.
Karena itu, kita mesti mewaspadai berbagai perkembangan domestik yang terjadi agar dapat meminimisasi dampaknya pada ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mulai melemah pada tahun lalu.
Sementara perkembangan ekonomi internasional juga kurang menguntungkan Indonesia. Dampak dari pelemahan ekonomi Eropa yang kontraksi 0,9 persen pada kuartal keempat pada 2012.
Serta kenaikan pajak dan penghematan fiskal AS diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS serta pelemahan pertumbuhan dua raksasa emerging market di Asia seperti China dan India tidak bisa dihindari oleh Indonesia.
Ekonomi Indonesia yang terbuka dan masih belum besar saat ini cenderung mudah dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi internasional, khususnya dari negara atau kawasan yang memiliki hubungan ekonomi yang signifikan dengan Indonesia seperti AS, Eropa, China, dan India. Karena itu, kita perlu mewaspadai perkembangan ekonomi internasional 2013 dengan cermat agar dapat meminimisasi dampaknya bagi ekonomi Indonesia.
Indonesia Economic Review and Outlook (IERO) dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dalam buletinnya edisi Maret 2013 mengulas tentang dampak perkembangan politik pada perekonomian Indonesia sehubungan dengan mulai menghangatnya suhu politik di Indonesia.
IERO tampaknya mencermati bahwa menghangatnya suhu politik bisa membawa dampak negatif pada perekonomian Indonesia sehingga perlu diwaspadai dan dicermati oleh otoritas, masyarakat, dan dunia usaha agar semuanya ikut mengawasi supaya ekonomi Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh perkembangan politik yang ada.
Apalagi GAMA Leading Economic Indicator juga menunjukkan arah yang negatif, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih akan menurun pada kuartal pertama pada 2013.
Sementara tulisan “Indonesia’s Economy Tipping the Balance” dari the Economist edisi 23 Februari-1 Maret 2013 mempertanyakan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia, “Gloomy politics, so how long can the bright economics last?
”Tampaknya masyarakat internasional pun melihat masalah publik dan politik yang kurang mendukung ekonomi Indonesia meskipun masih bisa tumbuh 6,2 persen tahun lalu.
Saat ini motor penggerak ekonomi seperti ekspor dan investasi menghadapi tantangan yang berat karena pelemahan ekonomi global dan kebijakan pemerintah yang dianggap memproteksi ekonomi domestik bisa menurunkan FDI.
Padahal defisit neraca perdagangan barang dan jasa semakin membengkak (padahal dalam 14 tahun terakhir surplus). Dari sisi domestik atau keuangan negara, APBN juga selalu defisit, nilainya cenderung terus meningkat.
Jika terjadi twin deficit di Indonesia, dikhawatirkan bisa menghambat pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sehingga perlu kebijakan untuk menghindari defisit eksternal dan domestik di Indonesia.
Ketimpangan yang membelenggu?
Ekonomi Indonesia yang menghadapi tantangan dan ancaman cukup besar tahun ini bisa menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi, dapat meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.
Meskipun jumlah kelas menengah Indonesia menurut data ADB meningkat dari 81 juta 2003 diperkirakan menjadi 150 juta pada 2012, sekitar separuhnya masih berpengeluaran di bawah USD2 per hari per orang dan sekitar tiga perempatnya di bawah USD4 per hari per orang.
Jika pertumbuhan ekonomi menurun, jumlah penduduk yang menjadi miskin atau miskin lagi akan meningkat dan bisa memicu keresahan sosial. Apalagi ketimpangan kesejahteraan masyarakat (yang diukur dengan Gini Ratio).
Indonesia meningkat dari 0,34 pada 2005 menjadi 0,41 pada 2012, di mana peningkatan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan meskipun tingkat ketimpangan di perkotaan lebih besar dari perdesaan.
Meningkatnya ketimpangan tingkat kesejahteraan jika dibarengi dengan kemerosotan ekonomi bisa menimbulkan gejolak sosial. Padahal memasuki 2013 suhu politik dan sosial juga sudah mulai menghangat karena mendekati pemilu. Karena itu, Indonesia harus berusaha agar defisit ganda tidak terjadi agar pelemahan ekonomi dapat dihindari.
Indonesia tidak memiliki kemewahan untuk mampu menghadapi twin deficit dengan baik (tanpa menimbulkan dampak yang besar). Untuk itu, otoritas ekonomi khususnya pemerintah harus berusaha menghindarinya, keberhasilannya banyak bergantung pada kebijakan pemerintah.
Defisit APBN sebenarnya paling mudah untuk dihindari dengan mengurangi subsidi energi yang tahun lalu mencapai lebih dari Rp300 triliun.
Demikian juga defisit eksternal akan lebih mudah dikendalikan jika pemerintah mendorong agar FDI tetap tertarik ke Indonesia serta meluncurkan berbagai kebijakan atau fasilitas supaya produk lokal dapat bersaing di pasar domestik atau internasional.
Tentu saja perlu komitmen yang kuat dari semua otoritas ekonomi khususnya pemerintah agar defisit ganda serta ancaman pelemahan ekonomi dapat dihindari.
DR SRI ADININGSIH
Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta
Demikian juga suasana politik sudah mulai menghangat meskipun hajatan pemilu masih tahun depan. Kondisi sosial dan ekonomi tampaknya juga tidak akan steril dari pengaruh politik yang tengah menghangat di Indonesia.
Karena itu, kita mesti mewaspadai berbagai perkembangan domestik yang terjadi agar dapat meminimisasi dampaknya pada ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mulai melemah pada tahun lalu.
Sementara perkembangan ekonomi internasional juga kurang menguntungkan Indonesia. Dampak dari pelemahan ekonomi Eropa yang kontraksi 0,9 persen pada kuartal keempat pada 2012.
Serta kenaikan pajak dan penghematan fiskal AS diperkirakan akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS serta pelemahan pertumbuhan dua raksasa emerging market di Asia seperti China dan India tidak bisa dihindari oleh Indonesia.
Ekonomi Indonesia yang terbuka dan masih belum besar saat ini cenderung mudah dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi internasional, khususnya dari negara atau kawasan yang memiliki hubungan ekonomi yang signifikan dengan Indonesia seperti AS, Eropa, China, dan India. Karena itu, kita perlu mewaspadai perkembangan ekonomi internasional 2013 dengan cermat agar dapat meminimisasi dampaknya bagi ekonomi Indonesia.
Indonesia Economic Review and Outlook (IERO) dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dalam buletinnya edisi Maret 2013 mengulas tentang dampak perkembangan politik pada perekonomian Indonesia sehubungan dengan mulai menghangatnya suhu politik di Indonesia.
IERO tampaknya mencermati bahwa menghangatnya suhu politik bisa membawa dampak negatif pada perekonomian Indonesia sehingga perlu diwaspadai dan dicermati oleh otoritas, masyarakat, dan dunia usaha agar semuanya ikut mengawasi supaya ekonomi Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh perkembangan politik yang ada.
Apalagi GAMA Leading Economic Indicator juga menunjukkan arah yang negatif, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih akan menurun pada kuartal pertama pada 2013.
Sementara tulisan “Indonesia’s Economy Tipping the Balance” dari the Economist edisi 23 Februari-1 Maret 2013 mempertanyakan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia, “Gloomy politics, so how long can the bright economics last?
”Tampaknya masyarakat internasional pun melihat masalah publik dan politik yang kurang mendukung ekonomi Indonesia meskipun masih bisa tumbuh 6,2 persen tahun lalu.
Saat ini motor penggerak ekonomi seperti ekspor dan investasi menghadapi tantangan yang berat karena pelemahan ekonomi global dan kebijakan pemerintah yang dianggap memproteksi ekonomi domestik bisa menurunkan FDI.
Padahal defisit neraca perdagangan barang dan jasa semakin membengkak (padahal dalam 14 tahun terakhir surplus). Dari sisi domestik atau keuangan negara, APBN juga selalu defisit, nilainya cenderung terus meningkat.
Jika terjadi twin deficit di Indonesia, dikhawatirkan bisa menghambat pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sehingga perlu kebijakan untuk menghindari defisit eksternal dan domestik di Indonesia.
Ketimpangan yang membelenggu?
Ekonomi Indonesia yang menghadapi tantangan dan ancaman cukup besar tahun ini bisa menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi, dapat meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.
Meskipun jumlah kelas menengah Indonesia menurut data ADB meningkat dari 81 juta 2003 diperkirakan menjadi 150 juta pada 2012, sekitar separuhnya masih berpengeluaran di bawah USD2 per hari per orang dan sekitar tiga perempatnya di bawah USD4 per hari per orang.
Jika pertumbuhan ekonomi menurun, jumlah penduduk yang menjadi miskin atau miskin lagi akan meningkat dan bisa memicu keresahan sosial. Apalagi ketimpangan kesejahteraan masyarakat (yang diukur dengan Gini Ratio).
Indonesia meningkat dari 0,34 pada 2005 menjadi 0,41 pada 2012, di mana peningkatan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan meskipun tingkat ketimpangan di perkotaan lebih besar dari perdesaan.
Meningkatnya ketimpangan tingkat kesejahteraan jika dibarengi dengan kemerosotan ekonomi bisa menimbulkan gejolak sosial. Padahal memasuki 2013 suhu politik dan sosial juga sudah mulai menghangat karena mendekati pemilu. Karena itu, Indonesia harus berusaha agar defisit ganda tidak terjadi agar pelemahan ekonomi dapat dihindari.
Indonesia tidak memiliki kemewahan untuk mampu menghadapi twin deficit dengan baik (tanpa menimbulkan dampak yang besar). Untuk itu, otoritas ekonomi khususnya pemerintah harus berusaha menghindarinya, keberhasilannya banyak bergantung pada kebijakan pemerintah.
Defisit APBN sebenarnya paling mudah untuk dihindari dengan mengurangi subsidi energi yang tahun lalu mencapai lebih dari Rp300 triliun.
Demikian juga defisit eksternal akan lebih mudah dikendalikan jika pemerintah mendorong agar FDI tetap tertarik ke Indonesia serta meluncurkan berbagai kebijakan atau fasilitas supaya produk lokal dapat bersaing di pasar domestik atau internasional.
Tentu saja perlu komitmen yang kuat dari semua otoritas ekonomi khususnya pemerintah agar defisit ganda serta ancaman pelemahan ekonomi dapat dihindari.
DR SRI ADININGSIH
Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta
(maf)