Bola panas sprindik

Jum'at, 15 Februari 2013 - 11:01 WIB
Bola panas sprindik
Bola panas sprindik
A A A
SURAT perintah penyidikan (sprindik) Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi bola liar yang menyerempet ke sana-kemari.

Ke mana bola itu selanjutnya akan mengarah, hingga kemarin belum bisa dipastikan. Siapa yang melempar dan siapa yang menjadi sasaran belum diketahui. Namun, paling tidak, bola tersebut sudah menyerempet dan membuat kelabakan lingkungan Istana dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sprindik yang telah diteken dan berisi penetapan Anas selaku anggota DPR periode 2009–2014 menjadi tersangka karena menerima pemberian dari kontraktor Hambalang itu menjadi kontroversi karena dokumen yang semestinya menjadi rahasia negara tersebut sudah beredar luas di masyarakat dan memunculkan pro-kontra serta keprihatinan.

Kontroversi sprindik kian telanjang setelah salah satu pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja, mengaku menandatanganinya, tetapi kemudian mencabut kembali tanda tangannya. Dia harus mengambil tindakan tersebut karena pimpinan KPK ternyata belum pernah menggelar rapat untuk meningkatkan status hukum Anas. Bagaimana sprindik bisa bocor ke publik? Pertanyaan tersebut wajib dijawab karena hal itu bukanlah persoalan sepele.

Selain melanggar UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), penyebaran dokumen tersebut juga mengandung unsur pidana karena telah mengkriminalisasi secara sosial pihak yang disebut, dalam hal ini Anas dan keluarganya. Mengapa Adnan harus mencabut tanda tangannya? Pertanyaan ini harus diungkap karena selain ada penyimpangan terhadap prosedur baku, “pem-bay pass-an” prosedur bukan hanya memunculkan kesan adanya keterburu-buruan untuk memenuhi target waktu tertentu, tetapi bahkan memunculkan spekulasi adanya konspirasi politik untuk kepentingan politik tertentu di baliknya.

Selain dua pertanyaan tersebut, pertanyaan untuk kepentingan apa sprindik Anas itu dibocorkan dan disebarkan juga harus mendapat perhatian. Tidak dapat dimungkiri, beredarnya rumor sprindik, entah itu asli atau ternyata palsu, telah memengaruhi posisi Anas di Partai Demokrat hingga kekuasaannya sebagai ketua umum harus dilucuti. Berbagai pertanyaan itu harus dijawab pihak KPK karena dari lembaga itulah pangkal persoalan itu muncul. Mantan Wakil KPK Bibit Samad Riyanto menilai bocornya sprindik di KPK merupakan keteledoran komisi antikorupsi itu secara kelembagaan.

Karena itu, sudah seharusnya KPK melakukan investigasi internal. Investigasi yang dilakukan harus secara utuh menjawab pertanyaan-pertanyaan itu karena menyangkut kredibilitas dan integritas KPK sekaligus untuk mengklarifikasi berbagai penafsiran seperti dugaan ada oknum-oknum di KPK yang membawa lembaga itu menjadi bagian permainan politik atau kemungkinan adanya perpecahan di tubuh lembaga antikorupsi tersebut.

Jika kemudian ditemukan pihak yang harus bertanggung jawab, apalagi motif pembocoran dan penyimpangan prosedur karena untuk kepentingan politik, KPK harus memberikan sanksi tegas. Sebab, jika tidak, siapa pun yang berada di KPK akan bisa berbuat seenaknya dalam mempermainkan proses penegakan hukum. Berbagai pertanyaan, kecurigaan maupun harapan tersebut dilontarkan tidak lain karena ekspektasi sekaligus kepercayaan yang sangat tinggi terhadap KPK.

KPK sebagai benteng terakhir pemberantasan korupsi di Tanah Air pun harus bisa membuktikan bahwa kinerja dan keputusannya murni berdasarkan fakta. Sebaliknya, janganlah KPK bekerja dan mengambil keputusan berdasarkan adanya tekanan dari pihak mana pun.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1921 seconds (0.1#10.140)