Jangan zalimi Demokrat

Jum'at, 08 Februari 2013 - 13:54 WIB
Jangan zalimi Demokrat
Jangan zalimi Demokrat
A A A
Demokrat terus diterpa badai. Mula-mula badai korupsi yang telah merontokkan elite. Andi Mallarangeng bahkan Nazaruddin dan Angelina Sondakh masuk ke bui.

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbanigrum sudah dipanggil dua kali oleh KPK untuk diminta keterangan berstatus saksi. Demokrat kembali bersih dan siap menghadapi Pemilu 2014.

Sayangnya, internal partai tidak solid, terlihat jelas indikasi usaha keras merontokkan Anas dengan berbagai cara. Kali ini dengan skenario hasil survei, di mana Partai Demokrat hanya memperoleh 8 persen gara-gara Anas ”diberitakan” terlibat kasus Hambalang.

Sungguh unik dan aneh Demokrat, menghadapi darurat politik karena hasil survei. Yang luar biasa lima menteri ditambah sekjen sibuk mencermati hasil survei yang berasal hanya dari satu lembaga.

Hiruk-pikuk ini mengganggu ketenangan saya yang kini sudah tidak aktif lagi di partai. Survei penting, tapi yang lebih penting lagi adalah mencari penyebab mengapa partai ini hebat pada Pemilu 2004 dan menang telak pada 2009 untuk digunakan sebagai referensi, kemudian bagaimana mengatur strategi untuk tetap menang pada Pemilu 2014?

Saya akan memulai dari masa awal perjuangan di mana harus membentuk infrastruktur DPD, DPC,DPAC, sampai ranting dan anak ranting. Betapa sulitnya mencari orang yang mau jadi pengurus. Ibarat bajaj hanya orang-orang kecil yang mau menumpang.

Bajaj itu berjalan berlahan, tapi pasti. Sambil menguji kesungguhan dan militansi, saya belum mau menyebut siapa pemesan bajaj itu. Walaupun sayup-sayup mereka mendengar.

Seiring berjalan waktu akhirnya sang pemesan, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), muncul dan disambut suka cita. Saya ingin katakan, Pak SBY selalu memulai dari yang kecil, runut, taat aturan, dan alamiah.

Kini bajaj itu sudah berubah menjadi Mercy dan mengundang syahwat elite internal Demokrat sekaligus kecemburuan lawan-lawan politik. Pemilu 2004 terarungi baik dengan angka 7,5 persen.

Sukses mengantar kader terbaik jadi Presiden RI. Kekuatan terbesar memang figur SBY didukung penuh oleh semangat juang “assabiqunal awalun” yang ikhlas dan tak kenal lelah serta doa dari para tokoh agama, santri, dan rakyat.

Keuangan minim, bahkan utang sana-sini walaupun akhirnya terbayar. Pengurus solid walaupun ada riak kecil, tapi selesai di internal. Pemilu 2009 meroket dengan pencapaian 21 persen dan untuk kedua kalinya SBY terpilih jadi presiden.

Menurut saya, penyebab keberhasilan Partai Demokrat sebagai berikut: Pertama, keberhasilan pemerintahan SBY 2004-2009. Silakan diamati statistik ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan yang terus membaik.

Pendidikan bahkan mendapat perhatian istimewa dengan porsi 20 persen APBN. APBN yang sebelumnya hanya berkisar Rp300 triliun meloncat jauh kini menjadi Rp1.400 triliun.

Rekor baru dalam sejarah pemerintahan di Indonesia. Kedua, ada Bantuan Langsung Tunai (BLT). Objektif saja BLT telah mendongkrak perolehan suara Demokrat pada Pemilu 2009. Program ini langsung menyentuh sendi kehidupan, rakyat kecil merasakan perhatian pemerintah.

Lebih dari itu, BLT juga sangat menolong kehidupan mereka. Tapi, BLT juga telah memanjakan kader Demokrat sehingga tanpa bekerja pun Demokrat menang telak. Ketiga, tak bisa dipungkiri karisma, performa, dan segala keunggulan SBY telah membuat rakyat Indonesia menyerahkan kepercayaan kepada Demokrat dan SBY.

Sampai saat ini pun belum ada pemimpin nasional yang mendekati ”kesempurnaan” SBY. Keempat, kinerja partai memang ada, tapi tidak signifikan. Kader Demokrat bukanlah politisi berpengalaman.

Umumnya orang-orang baru, kinerja politiknya belum maksimal. Sudah jadi anggota DPR dan menteri pun belum kelihatan dampak kinerja dan kedewasaannya dalam berpolitik. Bukti kecilnya adalah sikap lebay kebakaran jenggot dengan hasil survei.

Mereka harus introspeksi diri, apa yang telah dikerjakan selama ini untuk partai? Partai-partai lain menyikapi hasil survei dengan cara dewasa karena survei tidak bisa jadi ukuran mutlak politik, banyak faktor yang menentukan situasi politik.

Sebagai contoh Pilkada Gubernur DKI di mana seluruh survei mengatakan, Fauzi Bowo menang dalam satu putaran, tapi apa realitas politik yang sesungguhnya? Jokowi mematahkan semua hasil survei dengan kerja keras dan tim yang tangguh.

Kelima, bisa jadi rakyat menunggu BLT lagi dari pemerintah untuk Pemilu 2014? Itu bargainingnya rakyat terhadap pemerintah. Wong, sekarang kader Demokrat sibuk dengan kepentingannya sendiri.

Hampir 100 persen mengandalkan SBY, sedangkan Pak SBY sibuk mengurus seluruh rakyat Indonesia. Di partai sudah ada AD/ART lengkap. Kalau Pak SBY yang menjabat sebagai presiden dan kepala negara RI ditarik-tarik terus untuk urusan Demokrat, nanti rakyat protes dan kemungkinan memboikot partai ini.

Pak SBY kan capek juga dengan kondisi seperti ini. Ada masalah sedikit, serahkan ke Pak SBY. Begitu adatnya kader Demokrat. Manja, anak mama, kok minta suaranya bagus? Kalau mau suara bagus, harus kerja dan kerja.

Keenam, jangan benturkan Ketua Dewan Pembina Bapak SBY dengan Ketua Umum Anas Urbaningrum. Anas sudah menunjukkan kinerja baik dan loyal kepada Bapak SBY dan Demokrat.

Keharmonisan para tokoh dan petinggi Demokrat akan memudahkan pekerjaan memenangi pemilu,rakyat akan simpati. Jangan lagi ada kegaduhan karena hal sepele yang ditunggangi syahwat. Apalagi berbicara di media massa.

Pak SBY dan para pendahulu telah bersusah payah membangun partai ini. Kalau ada masalah, hendaknya diselesaikan dengan baik dan kekeluargaan.

Bicara persoalan internal di media massa adalah aib besar dan bunuh diri. Islam melarang keras membuka aib keluarga (internal) di depan umum. Ketujuh, soal korupsi yang dituduhkan terhadap Anas, sampai saat ini tidak terbukti.

Lalu kenapa Anas harus menanggung beban menyandera Demokrat? Sikap permusuhan yang dipertontonkan para elite Demokrat telah mengundang reaksi dari struktur partai di daerah.

Akal dan nurani mereka tidak menerima alasan rencana ”penggulingan”Anas yang cenderung dicari-cari, mengadaada, akhirnya terjadi gaduh di media massa. Ini tontonan konyol yang juga membuat rakyat mencemooh dan antipati terhadap Partai Demokrat.

Pernyataan para elite partai ini yang membuat gaduh itu juga menyumbang minusnya kepercayaan rakyat kepada Demokrat. Karena itu, saya berharap segera konsolidasi karena Pemilu 2014 sudah di depan mata.

Kedelapan, hendaknya semua pihak di internal partai ini mematuhi AD/ART partai yang menjadi pedoman berorganisasi. Yang melanggar AD/ART harus ditindak, siapa pun dia. Tanpa kepatuhan terhadap AD/ ART, partai akan hancur.

Anas Urbaningrum sudah terpilih secara demokratis dan sah sesuai AD/ART. Semua pihak harus menghormati hasil kongres. Menggusur Anas secara paksa berarti menghancurkan Demokrat. Demokrat akan jadi korban ”syahwat kuasa” para elitenya sendiri dan itu perbuatan zalim.

Karena itu, saya imbau jangan zalimi Demokrat, jangan zalimi Pak SBY, dan jangan zalimi Anas. Jawaban dari semua permasalahan adalah kembali ke AD/ART, bangun soliditas internal partai dan kerja keras.

Laksanakan perintah Ketua Dewan Pembina: ”cerdas, santun, dan bersih. ”Insya Allah, Demokrat tetap jaya. Memang saya sudah tidak aktif lagi di Demokrat, tapi batin saya sudah terikat dengan partai ini.

Kejadian sekecil apa pun akan menggugah hati saya. Saya berharap para pendahulu yang sudah berusia senja dengan legawa mewariskan kebajikan dan kearifan kepada para penerus kader-kader muda Demokrat yang akan meneruskan cita-cita para senior.

Saya dan kawan-kawan telah mendirikan dan membangun Partai Demokrat dari bajaj butut sampai jadi Mercy. Saya akan terus mengawal keberlangsungan partai ini karena separuh aku adalah Demokrat.

PROF DR SUBUR BUDHISANTOSO
Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat 2001-2005
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2648 seconds (0.1#10.140)