Pabrik gula ketinggalan zaman
A
A
A
Perasaan haru Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tak bisa ditutupi saat dilapori bahwa kinerja keuangan Pabrik Gula (PG) Pangka sudah berada di level positif.
Sebelumnya pabrik gula milik PTPN IX yang berlokasi di Tegal itu selalu mencatatkan rugi. Saking selalu membukukan kinerja keuangan yang negatif, manajemen salah satu pabrik gula tertua di Indonesia yang didirikan sejak 1830 itu sudah lupa kapan mulai pabrik gula tersebut merugi. Sejak mendapat perhatian serius pemerintah, dari 22 pabrik gula yang berstatus pelat merah atau milik negara yang selalu merugi, tersisa dua pabrik saja yang kinerja keuangannya belum beranjak dari level negatif.
Tahun lalu kinerja 51 pabrik gula milik BUMN cukup menggembirakan menyusul angka rendemen (kadar gula dalam tebu) yang terus naik. “Angka rendemen tebu pada musim giling 2012 cukup tinggi,” ungkap Deputi Bidang Industri Primer Kementerian BUMN Muhammad Zamkhani. Persoalan pabrik gula di dalam negeri terutama milik BUMN memang sungguh memprihatinkan. Bayangkan, sebagian besar dari 51 pabrik gula yang ada sudah berusia lanjut yang merupakan warisan Belanda dan sudah ketinggalan zaman.
Sementara pembangunan pabrik gula baru stagnan. Sejak 1982 pemerintah hanya membangun satu pabrik gula modern yakni Pabrik Gula Glenmore di perkebunan Kalirejo, Banyuwangi, Jawa Timur. Selain terkendala oleh biaya investasi yang tinggi, menghadirkan pabrik gula juga terganjal penyediaan lahan. Minat investor untuk membiayai pembangunan pabrik gula baru termasuk rendah.
Pendanaan untuk menghadirkan pabrik termasuk tidak kecil, sedangkan pengembalian investasinya tergolong cukup lama. Mengatasi masalah pembiayaan yang besar tersebut tidak bisa secepat yang diinginkan. Persoalan lain yang menyumbat kehadiran pabrik gula baru adalah kontur lahan pertanian yang tepat dan izin penggunaan lahan yang belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah.
Kontur lahan sangat menentukan kualitas tanaman tebu. Selain itu, kualitas tanaman tebu juga bergantung pada iklim jika banyak hujan rendemen turun yang berpengaruh pada produksi gula. Tanaman tebu lebih rewel dibandingkan beberapa jenis tanaman komoditas lainnya. Sekadar bernostalgia, Indonesia salah satu penghasil gula terbesar setelah Kuba di dunia pada zaman kolonial. Namun, prestasi itu hanya menjadi kenangan sejarah yang tak mampu dibangkitkan lagi.
Belakangan ini Indonesia bahkan menjadi salah satu negara importir gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan gula yang terus-menerus meningkat. Pemerintah memang tidak berpangku tangan untuk mengulang kejayaan masa lalu itu melalui program swasembada gula yang ditargetkan terealisasi pada 2014. Untuk mendukung program swasembada tersebut, pemerintah mencanangkan pembukaan lahan baru seluas 300.000 hektare pada 18 lokasi di luar Pulau Jawa.
Setiap lokasi seluas sekitar 20.000 hektare. Pemerintah mengakui menyediakan lahan seluas itu tidak gampang, tetapi harus diwujudkan demi tercapainya swasembada gula. Program swasembada gula tersebut disambut manis BUMN gula. Guna merealisasikan target produksi gula nasional sebesar 5,7 juta ton tahun depan,dari tujuh BUMN yang mengoperasikan 51 pabrik gula siap menggelontorkan investasi sebesar Rp2,7 triliun.
Sayangnya, niat manis BUMN gula tersebut sepertinya bakal berakhir pahit. Untuk mendapatkan lahan ternyata tidak gampang sebab permohonan izin penggunaan lahan sangat birokratis dan berbelit-belit terutama di daerah. Pengelola BUMN gula pesimistis swasembada gula terwujud tahun depan.
Sebelumnya pabrik gula milik PTPN IX yang berlokasi di Tegal itu selalu mencatatkan rugi. Saking selalu membukukan kinerja keuangan yang negatif, manajemen salah satu pabrik gula tertua di Indonesia yang didirikan sejak 1830 itu sudah lupa kapan mulai pabrik gula tersebut merugi. Sejak mendapat perhatian serius pemerintah, dari 22 pabrik gula yang berstatus pelat merah atau milik negara yang selalu merugi, tersisa dua pabrik saja yang kinerja keuangannya belum beranjak dari level negatif.
Tahun lalu kinerja 51 pabrik gula milik BUMN cukup menggembirakan menyusul angka rendemen (kadar gula dalam tebu) yang terus naik. “Angka rendemen tebu pada musim giling 2012 cukup tinggi,” ungkap Deputi Bidang Industri Primer Kementerian BUMN Muhammad Zamkhani. Persoalan pabrik gula di dalam negeri terutama milik BUMN memang sungguh memprihatinkan. Bayangkan, sebagian besar dari 51 pabrik gula yang ada sudah berusia lanjut yang merupakan warisan Belanda dan sudah ketinggalan zaman.
Sementara pembangunan pabrik gula baru stagnan. Sejak 1982 pemerintah hanya membangun satu pabrik gula modern yakni Pabrik Gula Glenmore di perkebunan Kalirejo, Banyuwangi, Jawa Timur. Selain terkendala oleh biaya investasi yang tinggi, menghadirkan pabrik gula juga terganjal penyediaan lahan. Minat investor untuk membiayai pembangunan pabrik gula baru termasuk rendah.
Pendanaan untuk menghadirkan pabrik termasuk tidak kecil, sedangkan pengembalian investasinya tergolong cukup lama. Mengatasi masalah pembiayaan yang besar tersebut tidak bisa secepat yang diinginkan. Persoalan lain yang menyumbat kehadiran pabrik gula baru adalah kontur lahan pertanian yang tepat dan izin penggunaan lahan yang belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah.
Kontur lahan sangat menentukan kualitas tanaman tebu. Selain itu, kualitas tanaman tebu juga bergantung pada iklim jika banyak hujan rendemen turun yang berpengaruh pada produksi gula. Tanaman tebu lebih rewel dibandingkan beberapa jenis tanaman komoditas lainnya. Sekadar bernostalgia, Indonesia salah satu penghasil gula terbesar setelah Kuba di dunia pada zaman kolonial. Namun, prestasi itu hanya menjadi kenangan sejarah yang tak mampu dibangkitkan lagi.
Belakangan ini Indonesia bahkan menjadi salah satu negara importir gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan gula yang terus-menerus meningkat. Pemerintah memang tidak berpangku tangan untuk mengulang kejayaan masa lalu itu melalui program swasembada gula yang ditargetkan terealisasi pada 2014. Untuk mendukung program swasembada tersebut, pemerintah mencanangkan pembukaan lahan baru seluas 300.000 hektare pada 18 lokasi di luar Pulau Jawa.
Setiap lokasi seluas sekitar 20.000 hektare. Pemerintah mengakui menyediakan lahan seluas itu tidak gampang, tetapi harus diwujudkan demi tercapainya swasembada gula. Program swasembada gula tersebut disambut manis BUMN gula. Guna merealisasikan target produksi gula nasional sebesar 5,7 juta ton tahun depan,dari tujuh BUMN yang mengoperasikan 51 pabrik gula siap menggelontorkan investasi sebesar Rp2,7 triliun.
Sayangnya, niat manis BUMN gula tersebut sepertinya bakal berakhir pahit. Untuk mendapatkan lahan ternyata tidak gampang sebab permohonan izin penggunaan lahan sangat birokratis dan berbelit-belit terutama di daerah. Pengelola BUMN gula pesimistis swasembada gula terwujud tahun depan.
(mhd)