Bentuk nota kesepakatan, KY minta KPK sadap hakim
A
A
A
Sindonews.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini melakukan penandatanganan kesepakatan dengan Komisi Yudisial (KY). Kesepakatan atau MoU itu berkaitan dengan persoalan penyadapan lembaga yustisi tersebut.
Pembuatan kesepakatan ini sendiri dilakukan karena keterbatasan kewenangan KY dalam menindak pelanggaran atau adanya keterlibatan para oknum penegak hukum atau hakim dalam sebuah kasus.
"KY bukan lembaga penegak hukum yang bisa memberikan sanksi pidana terhadap para hakim yang menerima suap. KY hanya berwenang untuk memberikan sanksi etik saja. Maka dari itu, KY membutuhkan bantuan dari lembaga negara lain untuk mengusut praktek korupsi yang melibatkan hakim (judisial coruption),“ kata Ketua KY Eman Parman dalam sambutannya di KPK, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Oleh karena, dengan adanya nota kesepakatan ini diharapkan KY bisa melakukan tindakan pencegahan pelanggaran oleh aparat hukum. KY, lanjut Erman, bisa meminta bantuan aparat penegak hukum untuk melakukan perekaman atau penyadapan terhadap pihak yang diduga melakukan korupsi.
“MoU yang kita lakukan saat ini lebih kepada pencegahan," imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPK Abraham Samad pun menyambut gembira nota kesepakatan tersebut. Pasalnya, Samad menganggap ini sudah merupakan tanggungjawab seluruh lembaga negara untuk membantu KPK untuk memerangi praktek korupsi.
"KY dan KPK menyadari bahwa transparansi dan akuntabilitas juga merupakan tanggungjawab bersama untuk mengawasinya. Kami berterima kash kepada KY yang telah membangun kerja sama ini. Kerja sama ini hendaknya mampu memicu perbaikan," kata Samad.
Perlu diketahui juga, pembuatan kesepakatan ini sendiri sebetulnya sudah direncakan sebelum Abraham Samad menjabat sebagai ketua KPK. Kesepakatan ini terbangun saat KPK dipimpin oleh Busyro Muqoddas, namun hal tersebut terganjal akibat posisi Busyro yang saat itu masih berada di KY.
MoU itu sendiri baru bisa dilaksanakan pada saat KPK dipimpin oleh Abraham Samad. MoU yang baru saja ditandatangani tersebut berlaku selama lima tahun dan bisa diperpanjang sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Pembuatan kesepakatan ini sendiri dilakukan karena keterbatasan kewenangan KY dalam menindak pelanggaran atau adanya keterlibatan para oknum penegak hukum atau hakim dalam sebuah kasus.
"KY bukan lembaga penegak hukum yang bisa memberikan sanksi pidana terhadap para hakim yang menerima suap. KY hanya berwenang untuk memberikan sanksi etik saja. Maka dari itu, KY membutuhkan bantuan dari lembaga negara lain untuk mengusut praktek korupsi yang melibatkan hakim (judisial coruption),“ kata Ketua KY Eman Parman dalam sambutannya di KPK, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Oleh karena, dengan adanya nota kesepakatan ini diharapkan KY bisa melakukan tindakan pencegahan pelanggaran oleh aparat hukum. KY, lanjut Erman, bisa meminta bantuan aparat penegak hukum untuk melakukan perekaman atau penyadapan terhadap pihak yang diduga melakukan korupsi.
“MoU yang kita lakukan saat ini lebih kepada pencegahan," imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPK Abraham Samad pun menyambut gembira nota kesepakatan tersebut. Pasalnya, Samad menganggap ini sudah merupakan tanggungjawab seluruh lembaga negara untuk membantu KPK untuk memerangi praktek korupsi.
"KY dan KPK menyadari bahwa transparansi dan akuntabilitas juga merupakan tanggungjawab bersama untuk mengawasinya. Kami berterima kash kepada KY yang telah membangun kerja sama ini. Kerja sama ini hendaknya mampu memicu perbaikan," kata Samad.
Perlu diketahui juga, pembuatan kesepakatan ini sendiri sebetulnya sudah direncakan sebelum Abraham Samad menjabat sebagai ketua KPK. Kesepakatan ini terbangun saat KPK dipimpin oleh Busyro Muqoddas, namun hal tersebut terganjal akibat posisi Busyro yang saat itu masih berada di KY.
MoU itu sendiri baru bisa dilaksanakan pada saat KPK dipimpin oleh Abraham Samad. MoU yang baru saja ditandatangani tersebut berlaku selama lima tahun dan bisa diperpanjang sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
(kri)