DPR sesali pernyataan Menkes
A
A
A
Sindonews.com - DPR sesali pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi yang menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012 mengenai Pengendalian Dampak Tembakau yang baru disahkan kurang galak.
"Sikap Menkes yang menyatakan PP tentang Tembakau 'kurang galak', bukanlah sikap seorang negarawati. Karena, pendapat seperti ini sangat berat sebelah," kata Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh pesan tertulisnya kepada Sindonews, Minggu (13/1/2013).
Seharusnya Menkes itu, katanya, bisa memberikan pernyataan yang lebih bijak, bukan malah menimbulkan kontroversi seperti itu.
"Sepatutnya Menkes harus memberikan statement-statement yang lebih menyejukkan, terutama dalam keadaan yang memicu kontroversi seperti ini," katanya.
Selain itu juga, kata politikus Partai Golkar ini, Menteri harus menjelaskan program pemerintah apa yang akan dilakukan untuk menyelematkan masyarakat lemah yang terganggu hajat hidupnya akibat PP tersebut, seperti kelompok petani tembakau.
"Perlu diingat, PP 109 tahun 2012 tentang Produk Tembakau ini, masih dapat dipertanyakan keberadaannya secara hukum. Apabila kemudian dianggap tidak sesuai keberadaannya dengan situasi dan kondisi di Indonesia, maka PP tersebut pun bisa hanya tinggal cerita belaka," katanya.
Bahkan dia menyatakan, Nafsiah telah memberikan kebohongan terhadap publik tentang informasi yang sebenarnya tentang zat adiktif.
"Menteri pun menyampaikan informasi yang menyesatkan, karena mengklaim bahwa zat adiktif lainnya sudah diatur oleh peraturan tentang psikotropika. Padahal, tidak ada peraturan zat adiktif seperti alkohol dan caffeine misalnya untuk kesehatan yang juga diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Ini bisa saja Menteri terbuka untuk dituntut melakukan kebohongan publik," paparnya.
Ia mengimbau, sebagai Menkes, seharusnya Nafsiah memahami betul tentang undang-undang kesehatan. "Ibu Menteri (Nafsiah) seharusnya memahami secara baik UU tentang Kesehatan. Karena banyak PP yang tidak ada tindaklanjutnya sebagai amanat UU Kesehatan," tandasnya.
Jika hanya PP tentang Tembakau saja, katanya, maka jelas harus dipertanyakan motif dari munculnya PP tersebut. "Karena kita semua tahu Industri Rokok itu melibatkan perputaran kapital yang signifikan," ujarnya.
Sekadar diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan pada 24 Desember 2012.
Artinya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau telah disahkan oleh pemerintah. Namun, PP Nomor 109 tahun 2012 dianggap akan mengganggu kahidupan para petani tembakau.
"Sikap Menkes yang menyatakan PP tentang Tembakau 'kurang galak', bukanlah sikap seorang negarawati. Karena, pendapat seperti ini sangat berat sebelah," kata Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh pesan tertulisnya kepada Sindonews, Minggu (13/1/2013).
Seharusnya Menkes itu, katanya, bisa memberikan pernyataan yang lebih bijak, bukan malah menimbulkan kontroversi seperti itu.
"Sepatutnya Menkes harus memberikan statement-statement yang lebih menyejukkan, terutama dalam keadaan yang memicu kontroversi seperti ini," katanya.
Selain itu juga, kata politikus Partai Golkar ini, Menteri harus menjelaskan program pemerintah apa yang akan dilakukan untuk menyelematkan masyarakat lemah yang terganggu hajat hidupnya akibat PP tersebut, seperti kelompok petani tembakau.
"Perlu diingat, PP 109 tahun 2012 tentang Produk Tembakau ini, masih dapat dipertanyakan keberadaannya secara hukum. Apabila kemudian dianggap tidak sesuai keberadaannya dengan situasi dan kondisi di Indonesia, maka PP tersebut pun bisa hanya tinggal cerita belaka," katanya.
Bahkan dia menyatakan, Nafsiah telah memberikan kebohongan terhadap publik tentang informasi yang sebenarnya tentang zat adiktif.
"Menteri pun menyampaikan informasi yang menyesatkan, karena mengklaim bahwa zat adiktif lainnya sudah diatur oleh peraturan tentang psikotropika. Padahal, tidak ada peraturan zat adiktif seperti alkohol dan caffeine misalnya untuk kesehatan yang juga diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Ini bisa saja Menteri terbuka untuk dituntut melakukan kebohongan publik," paparnya.
Ia mengimbau, sebagai Menkes, seharusnya Nafsiah memahami betul tentang undang-undang kesehatan. "Ibu Menteri (Nafsiah) seharusnya memahami secara baik UU tentang Kesehatan. Karena banyak PP yang tidak ada tindaklanjutnya sebagai amanat UU Kesehatan," tandasnya.
Jika hanya PP tentang Tembakau saja, katanya, maka jelas harus dipertanyakan motif dari munculnya PP tersebut. "Karena kita semua tahu Industri Rokok itu melibatkan perputaran kapital yang signifikan," ujarnya.
Sekadar diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan pada 24 Desember 2012.
Artinya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau telah disahkan oleh pemerintah. Namun, PP Nomor 109 tahun 2012 dianggap akan mengganggu kahidupan para petani tembakau.
(mhd)