Korupsi berawal dari birokrasi
A
A
A
Sindonews.com - Anggota legislatif pada periode 2009-2014 dinilai lebih memiliki kekuasaannya dibanding dengan legislatif sebelumnya. Itu salah satu sebab terjadinya korupsi di dalam Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Legislatif sekarang (2009-2014) lebih memiliki kekuasan legislatif, dari legislatif sebelumnya. Bahkan setiap anggaran mereka (Banggar) mengetahuinya," terang Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego saat berbincang dengan Sindonews, Minggu (6/12/2013).
Dia menambahkan, tindak pidana korupsi berawal dari buruknya birokrasi yang ada di DPR. Seharusnya Banggar DPR sebagai birokrasi pengucuran uang lembaga bisa mengembalikan citra baiknya di mata rakyat.
"Korupsi itu berawal dari birokrasi. Seharusnya legislatif menjalankan fungsinya sebagai check and balance, bukan malah melakukan mark up atau korupsi," ujarnya.
Dia juga menyayangkan, Banggar yang sekarang ini sudah tidak independen. Mereka saling mengedepankan kelompok mereka masing-masing.
"Memang kalau dilihat dari apa yang terjadi dengan Banggar saat ini sudah tidak independen. Kebanyakan, mereka mengedepankan komisinya masing-masing," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melaporkan 20 anggota Banggar DPR yang terindikasi korupsi dan pencucian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, PPATK merilis anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu berdasarkan hasil riset tipologi PPATK pada semester II 2012.
"Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkap Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Rabu 2 Januari 2013.
Menurutnya, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif. "Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif, presentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," ujarnya.
"Legislatif sekarang (2009-2014) lebih memiliki kekuasan legislatif, dari legislatif sebelumnya. Bahkan setiap anggaran mereka (Banggar) mengetahuinya," terang Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego saat berbincang dengan Sindonews, Minggu (6/12/2013).
Dia menambahkan, tindak pidana korupsi berawal dari buruknya birokrasi yang ada di DPR. Seharusnya Banggar DPR sebagai birokrasi pengucuran uang lembaga bisa mengembalikan citra baiknya di mata rakyat.
"Korupsi itu berawal dari birokrasi. Seharusnya legislatif menjalankan fungsinya sebagai check and balance, bukan malah melakukan mark up atau korupsi," ujarnya.
Dia juga menyayangkan, Banggar yang sekarang ini sudah tidak independen. Mereka saling mengedepankan kelompok mereka masing-masing.
"Memang kalau dilihat dari apa yang terjadi dengan Banggar saat ini sudah tidak independen. Kebanyakan, mereka mengedepankan komisinya masing-masing," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melaporkan 20 anggota Banggar DPR yang terindikasi korupsi dan pencucian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, PPATK merilis anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu berdasarkan hasil riset tipologi PPATK pada semester II 2012.
"Periode jabatan anggota legislatif sejak 1999, berdasarkan hasil analisis ditemukan yang terbanyak terindikasi tindak pidana korupsi adalah periode 2009 hingga 2014, yaitu sebesar 42,71 persen," ungkap Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Rabu 2 Januari 2013.
Menurutnya, anggota legislatif cenderung lebih tinggi melakukan dugaan korupsi ketimbang mereka yang bekerja di komisi legislatif. "Indikasi korupsi dilakukan anggota legislatif, presentasenya sebesar 69,7 persen, sedangkan komisi legislatif sebesar 10,4 persen," ujarnya.
(mhd)