Setahun upaya KPK bongkar korupsi proyek Hambalang
A
A
A
KASUS dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat (Jabar), sejak setahun belakangan ini ramai diperbincangkan publik.
Memang cukup beralasan , karena kasus ini tak kalah menariknya dengan kasus bailout Bank Century yang diduga juga melibatkan banyak orang penting, baik di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan sejumlah elit partai politik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berjanji akan mengusut tuntas kasus yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp243 miliar ini. Ibarat pohon, KPK akan melihat kasus tersebut sampai ke pokok-pokok pohon, dahan dan rantingnya.
Artinya, pengungkapan kasus tak hanya berhenti kepada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar dan mantan Menpora Andi Mallarangeng . Siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut harus ikut bertanggung jawab.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain, pada sebuah kesempatan kepada media mengatakan, KPK ingin membongkar konstruksi perbuatan korupsi tersebut secara keseluruhan.
“Kita melihat alat-alat buktinya yang dikatakan sudah ditemukan. Itu juga kita lihat kekuatannya, keterkaitannya satu sama lain sehingga meyakinkan," ungkapnya, Jakarta, seperti dimuat dalam sindonews.com Jumat 7 Desember 2012 lalu.
Kronologi pengadaan proyek Hambalang
Menelusuri kembali sebelum kasus itu muncul, mega proyek Hambalang awalnya digagas oleh Direktorat Jenderal Olahraga, Departemen Pendidikan Nasional pada 2003-2004. Saat itu, pemerintah merasa perlu memiliki sebuah pusat pendidikan dan pelatihan olahraga dalam rangka persiapan pembinaan atlet nasional bertaraf internasional, dan disepakati dengan nama Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Nasional (PLOPN).
Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, mulanya bukan pilihan satu-satunya tempat PLOPN itu akan dibangun. Berdasar kajian verifikasi 2004, ada lima lokasi yang dipilih saat itu, yakni Karawang, Cariu, Bogor, Cibinong, Cikarang, dan Bukit Hambalang.
Setelah pengkajian mendalam, mengerucut ke tiga lokasi yakni Desa Hambalang, Kabupaten Bogor, Desa Karangpawitan, Kabupaten Karawang, dan Desa Ciriu, Kabupaten Bogor. Akhirnya, Desa Hambalang lah yang dipilih diperkuat dengan surat penetapan lokasi pembangunan PLON di Hambalang oleh Direktur Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional (Surat Nomor 0514A/OR/2004 tanggal 10 Mei 2004).
Pembangunan lokasi itu juga mendapat izin prinsip Bupati Bogor Nomor 591/244/Kpts/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004 tentang penetapan lokasi untuk pembangunan gedung PLOPN di Hambalang seluas kurang lebih 30 hektar atas nama Dirjen Olahraga Departemen Pendidikan Nasional.
Dalam perkembangannya, Proyek PLOPN kemudian dialihkan kepada Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 0850 A/OR/2004, Nomor 030/18/KSP/HUK/2004 tanggal 3 November).
Pada 2005, pada proyek itu rencananya akan dibangun fasilitas dan penunjang PLOPN antara lain GOR, lapangan bola, lapangan bulutangkis, lapangan tenis, kolang renang, lapangan tenis meja, lapangan atlet, area panahan, lapangan lempar lembing, lempar cakram, gedung latihan angkat besi, sasana tinju, olahraga dayung, gedung senam, gedung sekolah studi olahraga, perpustakaan, wisma, kantor, laboratorium, hotel, cafe, balairung, gedung penelitian, museum prestasi kejayaan.
Pada tahun yang sama, konsultan pekerjaan melaksanakan studi geologi dan survei serta analisa hidrologi PLOPN.
Tahun 2006 dianggarkan, dan dilaksanakan pembuatan master plan serta maket perubahan nama PLOPN menjadi Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
Sarana dan prasarana dalam maket pembangunan itu antara lain gerbang, gedung serbaguna, masjid, pusat kesehatan, rehabilitasi dan pusat kebugaran, dua lapangan sepakbola, plaza, gedung penunjang, asrama dan cafetaria, tenis indoor, basket indoor, basket dan tenis outdoor, kolam renang, hall angkat besi dan angkat beban, hall senam dan gulat, lapangan latihan atletik, lapangan panahan, gedung wushu dan parkir.
Tahun 2007 diusulkan lagi perubahan nama dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Pelajar Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional atas usulan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di bawah kepemimpinan Adyaksa Dault.
Kronologi dugaan penggelembungan anggaran
Saat itu, proyek Hambalang di bawah Mempora Adyaksa Dault nilainya sebesar Rp125 miliar, namun kemudian ketika Menpora dijabat Andi Mallarangeng, anggaran proyek berubah menjadi Rp1,2 triliun.
Tender proyek dipegang oleh kontraktor Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, dengan sistem kerja sama operasi. Kemudian belakangan, diketahui sebagian proyek telah disubtenderkan kepada 17 perusahaan lain. Salah satunya PT Dutasari Citralaras senilai Rp300 miliar.
Dengan berjalannya waktu, kasus Hambalang pun mencuat. Kasus itu pertama kali diungkap oleh terpidana perkara suap proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang M Nazaruddin (Nazar) pada Agustus 2011. Dalam pemeriksaan KPK, Nazar menyebut beberapa nama yang ditudingnya bermain dalam proyek Hambalang.
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebutnya bermain dalam kepengurusan sertifikas tanah Hambalang. Sedangkan Menpora Andi Mallarangeng (sekarang mantan) ditudingnya menerima jatah sebesar Rp20 miliar dari PT Adhi Karya selaku pelaksana pembangunan proyek. Menurutnya, uang tersebut diterima Andi melalui adiknya yang bernama Choel Mallarangeng.
Sejumlah petinggi Partai Demokrat lainnya juga dituding menikmati uang dari proyek tersebut. Anas Urbaningrum Rp2 miliar, Mirwan Amir Rp1,5 miliar, Jafar Hafsah Rp1 miliar serta pimpinan Banggar, Melchias Markus Mekeng Rp1,5 miliar, Tamsil Linrung Rp1 miliar, dan Olly Dondokambey Rp1 miliar. Angelina Sondakh yang menjadi terdakwa korupsi proyek Kemenpora dan Kemendikbud juga disebut memperoleh jatah sebesar Rp1 miliar.
Mantan anggota Komisi III DPR RI itu juga mengaku telah menggelontorkan uang sebesar Rp30 miliar melalui perusahaan miliknya yakni Permai Group kepada Anas Urbaningrum untuk pemenangan sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010.
Semua pihak yang disebut itu satu per satu membantah, termasuk Anas. Bahkan mantan Ketua HMI ini menyatakan berani digantung di Monas jika terbukti menikmati "uang haram" satu rupiah pun.
Dari keterangan itu, KPK kemudian mendalami dugaan penyebaran uang pada Kongres Partai Demokrat. Dari pendalaman tersebut dikorek keterangan dari mantan Ketua DPC Partai Demokrat Minahasa Tenggara Diana Maringka, yang mengaku mendapat uang dari tim sukses Anas Urbaningrum sebesar Rp30 juta.
Sementara oleh Andi Mallarangeng yang diperiksa sebagai saksi saat itu, membantah semua tudingan yang dilontarkan Nazaruddin.
Amblesnya bangunan Hambalang
Di tengah gencarnya dugaan penyelewengan anggaran dalam proyek pembangunan P3SON Hambalang, publik kembali dikejutkan oleh kejadian runtuhnya sejumlah bangunan akibat amblasnya tanah di Hambalang, pada Desember 2011.
Ada tiga titik amblesnya tanah di proyek Hambalang, yakni pondasi bangunan lapangan badminton, bangunan gardu listrik, dan jalan nomor 13. Proses pengerjaan proyek yang dimulai sejak 2007 itu, ternyata Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tidak dilibatkan.
Meskipun tidak ada aturan yang mengharuskan PU berada dalam proyek tersebut, namun biasanya apabila proyek ABPN strategis, PU selalu diikut sertakan sejak awal, karena memiliki ahli teknis.
Dalam kasus amblesnya tanah itu, kontraktor utama yakni PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya pun dianggap paling bertanggung jawab.
Amblesnya tanah proyek itu dijadikan salah satu bahan penyelidikan KPK selanjutnya. Selain terus menyelidiki penyebab membengkaknya anggaran dari Rp125 miliar menjadi Rp1,2 triliun.
Plus alokasi anggaran pengadaan alat olahraga senilai Rp1,4 triliun, sehingga total proyek menjadi Rp 2,57 triliun. Dan kemana saja aliran dana proyek itu terus ditelusuri.
Sepanjang tahun ini, KPK telah memeriksa kurang lebih 60 orang saksi. Semua pihak dari perusahaan subkontraktor proyek Hambalang, di antaranya pemilik dan manajemen PT Dutasari Citalaras, serta para komisaris perusahaan itu dipanggil, salah seorang di antaranya adalah istri Anas Urbaningrum, Atthiyah Laila.
Oktober 2012 KPK telah menetapkan Deddy Kusdinar sebagai tersangka. Penyidik, menilai Deddy telah menyalahgunakan wewenang dalam mengurus proyek Hambalang hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Dalam proyek tersebut, Deddy bertindak sebagai panitia lelang. Selama dalam pemeriksaan KPK Deddy mengaku pelaksanaan proyek sesuai dengan arahan kuasa pengguna anggaran yakni Menpora Andi Mallarangeng.
Berdasarkan keterangan tersebut, didukung alat bukti cukup, 3 Desember 2012, Andi ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara mengenai pembengkakan anggaran terjadi karena perubahan sistem anggaran dari menggunakan single years menjadi multi years.
Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo ikut andil dalam kebiajak proyek itu. Pihaknya yang mengeluarkan anggaran ke Kemenpora. Dari situlah, kemudian Sekjen Kementerian Keuangan Mulia P Nasution dan Wamenkeu Any Ratnawati diperiksa KPK.
Selama dalam pemeriksaan keduanya meyakinkan, perubahan sistem single years menjadi multi years tidak ada aturan yang dilanggar.
Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hambalang. Namun KPK yakin rencana DPR membentuk Pansus tak akan mempengaruhi proses penyelidikan yang tengah dilakukannya.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, pembentukan Pansus yang merupakan kewenangan anggota dewan tersebut masuk ke ranah politik, bukan penegakan hukum seperti yang dilakukan KPK.
KPK tetap akan bekerja secara profesional dalam penyelidikan kasus Hambalang. Mengungkap Hambalang sampai ke akar-akarnya harus bisa diwujudkan.
Sejumlah nama yang pernah disebut terlibat dalam proyek itu, kini telah jadi tersangka. Akankah KPK masih bisa menyeret para tersangka lainnnya, termasuk Anas Urbaningrum yang disebut-sebut ikut bermain?
Memang cukup beralasan , karena kasus ini tak kalah menariknya dengan kasus bailout Bank Century yang diduga juga melibatkan banyak orang penting, baik di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan sejumlah elit partai politik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berjanji akan mengusut tuntas kasus yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp243 miliar ini. Ibarat pohon, KPK akan melihat kasus tersebut sampai ke pokok-pokok pohon, dahan dan rantingnya.
Artinya, pengungkapan kasus tak hanya berhenti kepada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar dan mantan Menpora Andi Mallarangeng . Siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut harus ikut bertanggung jawab.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain, pada sebuah kesempatan kepada media mengatakan, KPK ingin membongkar konstruksi perbuatan korupsi tersebut secara keseluruhan.
“Kita melihat alat-alat buktinya yang dikatakan sudah ditemukan. Itu juga kita lihat kekuatannya, keterkaitannya satu sama lain sehingga meyakinkan," ungkapnya, Jakarta, seperti dimuat dalam sindonews.com Jumat 7 Desember 2012 lalu.
Kronologi pengadaan proyek Hambalang
Menelusuri kembali sebelum kasus itu muncul, mega proyek Hambalang awalnya digagas oleh Direktorat Jenderal Olahraga, Departemen Pendidikan Nasional pada 2003-2004. Saat itu, pemerintah merasa perlu memiliki sebuah pusat pendidikan dan pelatihan olahraga dalam rangka persiapan pembinaan atlet nasional bertaraf internasional, dan disepakati dengan nama Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Nasional (PLOPN).
Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, mulanya bukan pilihan satu-satunya tempat PLOPN itu akan dibangun. Berdasar kajian verifikasi 2004, ada lima lokasi yang dipilih saat itu, yakni Karawang, Cariu, Bogor, Cibinong, Cikarang, dan Bukit Hambalang.
Setelah pengkajian mendalam, mengerucut ke tiga lokasi yakni Desa Hambalang, Kabupaten Bogor, Desa Karangpawitan, Kabupaten Karawang, dan Desa Ciriu, Kabupaten Bogor. Akhirnya, Desa Hambalang lah yang dipilih diperkuat dengan surat penetapan lokasi pembangunan PLON di Hambalang oleh Direktur Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional (Surat Nomor 0514A/OR/2004 tanggal 10 Mei 2004).
Pembangunan lokasi itu juga mendapat izin prinsip Bupati Bogor Nomor 591/244/Kpts/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004 tentang penetapan lokasi untuk pembangunan gedung PLOPN di Hambalang seluas kurang lebih 30 hektar atas nama Dirjen Olahraga Departemen Pendidikan Nasional.
Dalam perkembangannya, Proyek PLOPN kemudian dialihkan kepada Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 0850 A/OR/2004, Nomor 030/18/KSP/HUK/2004 tanggal 3 November).
Pada 2005, pada proyek itu rencananya akan dibangun fasilitas dan penunjang PLOPN antara lain GOR, lapangan bola, lapangan bulutangkis, lapangan tenis, kolang renang, lapangan tenis meja, lapangan atlet, area panahan, lapangan lempar lembing, lempar cakram, gedung latihan angkat besi, sasana tinju, olahraga dayung, gedung senam, gedung sekolah studi olahraga, perpustakaan, wisma, kantor, laboratorium, hotel, cafe, balairung, gedung penelitian, museum prestasi kejayaan.
Pada tahun yang sama, konsultan pekerjaan melaksanakan studi geologi dan survei serta analisa hidrologi PLOPN.
Tahun 2006 dianggarkan, dan dilaksanakan pembuatan master plan serta maket perubahan nama PLOPN menjadi Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
Sarana dan prasarana dalam maket pembangunan itu antara lain gerbang, gedung serbaguna, masjid, pusat kesehatan, rehabilitasi dan pusat kebugaran, dua lapangan sepakbola, plaza, gedung penunjang, asrama dan cafetaria, tenis indoor, basket indoor, basket dan tenis outdoor, kolam renang, hall angkat besi dan angkat beban, hall senam dan gulat, lapangan latihan atletik, lapangan panahan, gedung wushu dan parkir.
Tahun 2007 diusulkan lagi perubahan nama dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Pelajar Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional atas usulan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di bawah kepemimpinan Adyaksa Dault.
Kronologi dugaan penggelembungan anggaran
Saat itu, proyek Hambalang di bawah Mempora Adyaksa Dault nilainya sebesar Rp125 miliar, namun kemudian ketika Menpora dijabat Andi Mallarangeng, anggaran proyek berubah menjadi Rp1,2 triliun.
Tender proyek dipegang oleh kontraktor Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, dengan sistem kerja sama operasi. Kemudian belakangan, diketahui sebagian proyek telah disubtenderkan kepada 17 perusahaan lain. Salah satunya PT Dutasari Citralaras senilai Rp300 miliar.
Dengan berjalannya waktu, kasus Hambalang pun mencuat. Kasus itu pertama kali diungkap oleh terpidana perkara suap proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang M Nazaruddin (Nazar) pada Agustus 2011. Dalam pemeriksaan KPK, Nazar menyebut beberapa nama yang ditudingnya bermain dalam proyek Hambalang.
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebutnya bermain dalam kepengurusan sertifikas tanah Hambalang. Sedangkan Menpora Andi Mallarangeng (sekarang mantan) ditudingnya menerima jatah sebesar Rp20 miliar dari PT Adhi Karya selaku pelaksana pembangunan proyek. Menurutnya, uang tersebut diterima Andi melalui adiknya yang bernama Choel Mallarangeng.
Sejumlah petinggi Partai Demokrat lainnya juga dituding menikmati uang dari proyek tersebut. Anas Urbaningrum Rp2 miliar, Mirwan Amir Rp1,5 miliar, Jafar Hafsah Rp1 miliar serta pimpinan Banggar, Melchias Markus Mekeng Rp1,5 miliar, Tamsil Linrung Rp1 miliar, dan Olly Dondokambey Rp1 miliar. Angelina Sondakh yang menjadi terdakwa korupsi proyek Kemenpora dan Kemendikbud juga disebut memperoleh jatah sebesar Rp1 miliar.
Mantan anggota Komisi III DPR RI itu juga mengaku telah menggelontorkan uang sebesar Rp30 miliar melalui perusahaan miliknya yakni Permai Group kepada Anas Urbaningrum untuk pemenangan sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010.
Semua pihak yang disebut itu satu per satu membantah, termasuk Anas. Bahkan mantan Ketua HMI ini menyatakan berani digantung di Monas jika terbukti menikmati "uang haram" satu rupiah pun.
Dari keterangan itu, KPK kemudian mendalami dugaan penyebaran uang pada Kongres Partai Demokrat. Dari pendalaman tersebut dikorek keterangan dari mantan Ketua DPC Partai Demokrat Minahasa Tenggara Diana Maringka, yang mengaku mendapat uang dari tim sukses Anas Urbaningrum sebesar Rp30 juta.
Sementara oleh Andi Mallarangeng yang diperiksa sebagai saksi saat itu, membantah semua tudingan yang dilontarkan Nazaruddin.
Amblesnya bangunan Hambalang
Di tengah gencarnya dugaan penyelewengan anggaran dalam proyek pembangunan P3SON Hambalang, publik kembali dikejutkan oleh kejadian runtuhnya sejumlah bangunan akibat amblasnya tanah di Hambalang, pada Desember 2011.
Ada tiga titik amblesnya tanah di proyek Hambalang, yakni pondasi bangunan lapangan badminton, bangunan gardu listrik, dan jalan nomor 13. Proses pengerjaan proyek yang dimulai sejak 2007 itu, ternyata Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tidak dilibatkan.
Meskipun tidak ada aturan yang mengharuskan PU berada dalam proyek tersebut, namun biasanya apabila proyek ABPN strategis, PU selalu diikut sertakan sejak awal, karena memiliki ahli teknis.
Dalam kasus amblesnya tanah itu, kontraktor utama yakni PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya pun dianggap paling bertanggung jawab.
Amblesnya tanah proyek itu dijadikan salah satu bahan penyelidikan KPK selanjutnya. Selain terus menyelidiki penyebab membengkaknya anggaran dari Rp125 miliar menjadi Rp1,2 triliun.
Plus alokasi anggaran pengadaan alat olahraga senilai Rp1,4 triliun, sehingga total proyek menjadi Rp 2,57 triliun. Dan kemana saja aliran dana proyek itu terus ditelusuri.
Sepanjang tahun ini, KPK telah memeriksa kurang lebih 60 orang saksi. Semua pihak dari perusahaan subkontraktor proyek Hambalang, di antaranya pemilik dan manajemen PT Dutasari Citalaras, serta para komisaris perusahaan itu dipanggil, salah seorang di antaranya adalah istri Anas Urbaningrum, Atthiyah Laila.
Oktober 2012 KPK telah menetapkan Deddy Kusdinar sebagai tersangka. Penyidik, menilai Deddy telah menyalahgunakan wewenang dalam mengurus proyek Hambalang hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Dalam proyek tersebut, Deddy bertindak sebagai panitia lelang. Selama dalam pemeriksaan KPK Deddy mengaku pelaksanaan proyek sesuai dengan arahan kuasa pengguna anggaran yakni Menpora Andi Mallarangeng.
Berdasarkan keterangan tersebut, didukung alat bukti cukup, 3 Desember 2012, Andi ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara mengenai pembengkakan anggaran terjadi karena perubahan sistem anggaran dari menggunakan single years menjadi multi years.
Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo ikut andil dalam kebiajak proyek itu. Pihaknya yang mengeluarkan anggaran ke Kemenpora. Dari situlah, kemudian Sekjen Kementerian Keuangan Mulia P Nasution dan Wamenkeu Any Ratnawati diperiksa KPK.
Selama dalam pemeriksaan keduanya meyakinkan, perubahan sistem single years menjadi multi years tidak ada aturan yang dilanggar.
Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hambalang. Namun KPK yakin rencana DPR membentuk Pansus tak akan mempengaruhi proses penyelidikan yang tengah dilakukannya.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, pembentukan Pansus yang merupakan kewenangan anggota dewan tersebut masuk ke ranah politik, bukan penegakan hukum seperti yang dilakukan KPK.
KPK tetap akan bekerja secara profesional dalam penyelidikan kasus Hambalang. Mengungkap Hambalang sampai ke akar-akarnya harus bisa diwujudkan.
Sejumlah nama yang pernah disebut terlibat dalam proyek itu, kini telah jadi tersangka. Akankah KPK masih bisa menyeret para tersangka lainnnya, termasuk Anas Urbaningrum yang disebut-sebut ikut bermain?
(lns)