Timwas Century DPR meradang
A
A
A
Sindonews.com - Kasus Bailout Bank Century memasuki babak baru setelah Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyerahkan rekaman rapat pada 9 Oktober 2008 kepada KPK seperti menantang DPR. Bahkan sejumlah anggota legislatif sempat tersinggung dengan sindiran Dipo yang menegaskan bahwa DPR bukan lembaga hukum.
Pernyataan Dipo ini langsung menuai kecaman dari sejumlah anggota dewan yangn masuk anggota Tim Pengawas (Timwas) Century.
Anggota Timwas Century DPR Akbar Faizal menilai, pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam terlalu berlebihan. Sebagai seseorang yang dekat dengan Presiden, Dipo bahkan tidak memahami apa itu DPR.
"Lembaga ini adalah representasi dari negara dan negara itu adalah rakyat. Maka ketika DPR meminta rekaman itu berarti rakyat yang meminta. Sikap Dipo Alam ini sama saja dengan melecehkan rakyat Indonesia. Saya akan mempersoalkan hal ini," kata Faizal saat dihubungi SINDO di Jakarta, Senin (24/9/12) sore.
Politisi Partai Hanura ini menegaskan, penyerahan rekaman itu menunjukkan pemerintah dengan sengaja mengacuhkan peran DPR. "Iya seharusnya (diserahkan) kepada DPR. Yang minta DPR kok. Malah diberikan kepada lembaga yang tidak meminta? Aneh," tandasnya.
Anggota Timwas Century DPR lainnya, Bambang Soesatyo menilai, pemberian rekaman rapat Century ke KPK oleh Dipo Alam dengan alasan DPR bukan penegak hukum dan lembaga pengadilan merefleksikan sikap tidak kooperatif seorang pejabat tinggi negara terhadap DPR.
"Saya tidak mengerti mengapa sejumlah pembantu presiden cenderung konfrontatif terhadap DPR. Mereka memang harus melayani presiden, tetapi perilaku mereka tidak boleh merusak tatanan," kata Bambang saat dihubungi harian SINDO di Jakarta Senin, (24/9/12) sore.
Menurutnya, semua orang juga mengetahui DPR per institusi memang bukan lembaga penegak hukum. Namun, dalam konteks fungsi dan tugas pengawasan, satuan-satuan kerja DPR berhak mencari dan mengumpulkan bukti-bukti.
"Mungkin, Dipo Alam punya persepsi lain tentang fungsi dan tugas DPR. Dia barangkali juga tidak mengikuti rangkaian proses kerja Panitia Khusus DPR untuk skandal Bank Century," ungkapnya.
Dia berpandangan, sudah jelas pihak yang pertama kali meminta Rekaman rapat 9 Oktober 2008 itu adalah Tim Pengawas DPR untuk proses Hukum Skandal Bank Century.
"Jadi, kalau dia (Dipo) tidak mengerti, lebih baik bertanya saja. Sama sekali bukan persoalan kalau dia tidak mau menyerahkan ke Timwas DPR untuk proses hukum skandal Bank Century. Kami bisa mendapatkannya dari KPK. Namun, sikap Dipo seperti itu harus dikritik. Sikap tersebut menunjukan yang bersangkutan tidak paham konstitusi," tegasnya.
Pernyataan Dipo ini langsung menuai kecaman dari sejumlah anggota dewan yangn masuk anggota Tim Pengawas (Timwas) Century.
Anggota Timwas Century DPR Akbar Faizal menilai, pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam terlalu berlebihan. Sebagai seseorang yang dekat dengan Presiden, Dipo bahkan tidak memahami apa itu DPR.
"Lembaga ini adalah representasi dari negara dan negara itu adalah rakyat. Maka ketika DPR meminta rekaman itu berarti rakyat yang meminta. Sikap Dipo Alam ini sama saja dengan melecehkan rakyat Indonesia. Saya akan mempersoalkan hal ini," kata Faizal saat dihubungi SINDO di Jakarta, Senin (24/9/12) sore.
Politisi Partai Hanura ini menegaskan, penyerahan rekaman itu menunjukkan pemerintah dengan sengaja mengacuhkan peran DPR. "Iya seharusnya (diserahkan) kepada DPR. Yang minta DPR kok. Malah diberikan kepada lembaga yang tidak meminta? Aneh," tandasnya.
Anggota Timwas Century DPR lainnya, Bambang Soesatyo menilai, pemberian rekaman rapat Century ke KPK oleh Dipo Alam dengan alasan DPR bukan penegak hukum dan lembaga pengadilan merefleksikan sikap tidak kooperatif seorang pejabat tinggi negara terhadap DPR.
"Saya tidak mengerti mengapa sejumlah pembantu presiden cenderung konfrontatif terhadap DPR. Mereka memang harus melayani presiden, tetapi perilaku mereka tidak boleh merusak tatanan," kata Bambang saat dihubungi harian SINDO di Jakarta Senin, (24/9/12) sore.
Menurutnya, semua orang juga mengetahui DPR per institusi memang bukan lembaga penegak hukum. Namun, dalam konteks fungsi dan tugas pengawasan, satuan-satuan kerja DPR berhak mencari dan mengumpulkan bukti-bukti.
"Mungkin, Dipo Alam punya persepsi lain tentang fungsi dan tugas DPR. Dia barangkali juga tidak mengikuti rangkaian proses kerja Panitia Khusus DPR untuk skandal Bank Century," ungkapnya.
Dia berpandangan, sudah jelas pihak yang pertama kali meminta Rekaman rapat 9 Oktober 2008 itu adalah Tim Pengawas DPR untuk proses Hukum Skandal Bank Century.
"Jadi, kalau dia (Dipo) tidak mengerti, lebih baik bertanya saja. Sama sekali bukan persoalan kalau dia tidak mau menyerahkan ke Timwas DPR untuk proses hukum skandal Bank Century. Kami bisa mendapatkannya dari KPK. Namun, sikap Dipo seperti itu harus dikritik. Sikap tersebut menunjukan yang bersangkutan tidak paham konstitusi," tegasnya.
(ysw)