Peran kekuasaan dalam century tak bisa diabaikan
A
A
A
Sindonews.com - Berbagai kalangan menilai peran pusat kekuasaan dalam pengucuran dana talangan Bank Century senilai Rp6,7 triliun tidak bisa diabaikan begitu saja. Karenanya penegak hukum yang menangani kasus Century mesti mendalami keterangan Antasari Azhar yang disampaikan kepada Timwas Century.
Anggota Tim Pengawas (Timwas) Century DPR Bambang Soesatyo menyatakan, indikasi adanya peran kekuasaan dalam hal ini istana kepresiden terkait bailout Bank Century tidak otomatis dapat terhapus dengan keterangan Antasari Azhar atas rapat 9 Oktober 2008 di kantor presiden yang katanya tidak membicarakan tentang bailout Century.
Dia menilai keterangan Antasari di depan Timwas DPR justru memperkuat konfirmasi bagaimana kekuasaan telah merencanakan sesuatu berupa payung hukum pengamanan untuk tindakan yang akan dilakukan kemudian.
"Dan akhirnya memang terbukti pertemuan tanggal 9 Oktober di Istana itu melahirkan Perppu bernomor 4/2008 beberapa waktu kemudian yang memberikan imunitas (bebas pidana) bagi pengambil kebijakan," kata Bambang saat dihubungi harian SINDO, Jumat (14/9/2012).
Dia menjelaskan, Timwas memahami keterbatasan Antasari saat memberikan keterangan di DPR. Sebagai warga binaan (narapidana) kata dia, Antasari sangat tergantung pada kemurahan hati Menteri Hukum dan HAM, khususnya terkait hak-hak yang akan diterimanya nanti seperti remisi dan lain-lain.
"Namun kalimat Antasari yang tidak boleh dilupakan dalam wawancara di sebuah stasiun TV itu adalah: 'Pertemuan itu memang tidak membicarakan soal Bailout Century. Namun mereka merencanakan sesuatu, saya tahu'," paparnya.
Dia menuturkan, saat memberikan keterangan di depan Timwas, Antasari menyampaikan mengapa saat rencana pemerintah ingin membailout Indover dirinya sebagai Ketua KPK pada waktu itu diajak bicara. "Itu juga menjadi penting untuk didalami," katanya.
Politikus Partai Golkar itu menyebutkan sebagaimana diketahui sebelum agenda bailout Century terdapat dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari rangkaian peristiwa tersebut. Pertama, usaha menyuntik atau menyelamatkan Bank Indover di Belanda Rp4,7 triliun dan kedua 'blanket guarantee dengan biaya sekitar Rp300an triliun.
Namun papar dia, dua peristiwa itu gagal, penyelamatan Bank Indover gagal karena ditolak DPR, sedang blanket guarantee ditolak wapres Jusuf Kalla. "Karena menurut JK kebijakan tersebut rentan disalahgunakan dengan memanfaatkan situasi krisis ekonomi 2008 untuk tujuan tertentu," tuturnya.
Selain itu menurut Bambang, patut diduga ada motif menunggangi kebijakan bailout untuk melakukan kejahatan. Dalam pandangannya, sejumlah forum rapat yang merumuskan skenario bailout Century dilakukan tanpa kehadiran atau sepengetahuan Wakil Presiden Yusuf Kalla. "Yang saat itu mengemban tugas Plt (pelaksana tuga) Presiden RI," tandasnya.
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP Ahmad Yani menilai, kasus Century seharusnya sudah pantas dinaikan dari penyelidikan ke penyidikan. Dalam pandangnnya, pengucuran dana talangan Century tidak mendapatkan dan memenuhi syarat fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) sarat akan Tipikor. Dia menuturkan, penngucuran dana senilai Rp6,7 triliun bahkan menabrak peraturan Bank Indonesia.
"PBI soal KAR selalu berubah, Akta ditandatngi tapi uang sdah dikeluarkan terlebih dahulu. Unsur perbuatan melawan hukum sudah terpenuhi, dewan gubenur yang memutuskan. Yang memutuskan FPJP itu dewan gubenur, jadi semua yg memutuskan dalam rapat itu mereka yang potensi. Dewan Gubenur saat itu yang potensi menjadi tersangka," kata Yani saat dihubungi SINDO.
Dia berpandangan, kasus Century memeliki jalan terang dalam penuntasannya. Namun kata dia, pihak KPK masih terlihat ragu dalam mengambil keputusan. Untuk itu, dia mengkritik proses penyelesaian kasus yang tentu saja merugikan keuangan negara. "Lama itu karena mereka (KPK) ngga sungguh-sungguh, takut di Antasarikan," paparnya.
Yani menyatakan, jika patokan KPK ada pada aturan KUHAP, di dalamnya jelas tertulis bahwa alat bukti yang sah itu mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, dokumen, dan petunjuk. Karenanya kata dia, semua fakta-fakta dan data yang telah menguak di publik dan dimiliki KPK, harus menjadi landasan penuntasan kasus Century.
"Dua unsur alat bukti itu sudah lebih, ada bukti tertulis (notulen) perbuatan melawan unsur ada, kerugian negara ada. Kalau KPK nya mau. Kejaksaan yang juga menangani kasus Century kan sudah ada tipikornya. Kenapa mereka KPK tidak," tandasnya.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menilai, KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad belum sanggpup membongkar kejahatan dugaan korupsi yang melibatkan kekuasaan istana terutama kasus dana talangan Century, Hambalang dan Wisma Atlet.
Menurutnya, KPK saat itu seperti lembaga politik yang pandai berdiplomasi, suka menebar janji untuk mengelabui kehendak rakyat khususnya dalam penyelesaian kasus Century. "Tapi KPK tidak mampu membuat pelaku korupsi jera dan mengurangi kejahatan korupsi," kata Adhie saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Dia memaparkan, dalam pengusutan dan penyelesaian kasus Century yang berjalan berkelindan tanpa arah, masyarakat semakin apatis terhadap kinerja KPK. Pasalnya tim yang diturunkan dalam menangani kasus besar seperti Century, Hambalang, dan wisma atlet cenderung lamban dan hanya mementingkan pragmatisme kekuasaan.
"Fakta skandal Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun tidak mampu dibongkar secara tuntas. KPK sangat tidak berani memeriksa Sri Mulyani dan Budiono. Bahkan hasil audit BPK tahun 2011 yang menyebutkan aliran dana Centuy ke keluarga Cikeas dan rekening salah satu media massa juga belum sanggup dijadikan bukti baru KPK. Padahal itu telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan Bailou Century," ungkapnya.
Adhie berpandangan, sistem pemberantasan korupsi yang dijalankan KPK dan aparat penegak hukum lain tidak menyentuh pada subtansi kejahatan korupsi yang extra ordinary crime. Dia dan koleganya menilai, tindakan dalam penanganan kasus korupsi ibarat petugas pemadam kebakarn yang hanya berusaha memadamkan api yang telah membakar berbagai gedung. Adhie menganggap pemberantasan dan pencegahan kasus korupsi terutama Century tidak secara sistemik. Bahkan cenderung bersifat harian dan sementara.
"Kami menuntut kepada seluruh pimpinan KPK untuk mundur dari jabatannya dan meminta maaf kepada rakyat dikarenakan telah gagal menjalankan amanah penderitaan rakyat dalam membongkar korupsi yang melibatkan kekuasaan istana negara seperti Century, Hambalang dan wisma atlet," tegasnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menampik pernyataan yang menyebutkan KPK gagal dalam pengusutan kasus Century. Dia menuturkan, pihaknya tetap berkomitmen mengusut kasus tersebut. "Kasus ini kan masih diselidiki jadi bukan berarti disebutkan gagal," kata Johan saat konfrensi pers di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, keterangan yang diberikan mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang disampaikan kepada Timwas Century Rabu (12/3) akan ditindaklanjuti. Namun kata dia, karena keterangan itu diberikan kepada Timwas maka mereka tetap menunggu. "Nah kalau Timwas anggap keterangan Pak Antasari penting, diserahakan ke KPK. Kita tindaklanjuti tentunya," paparnya.
Anggota Tim Pengawas (Timwas) Century DPR Bambang Soesatyo menyatakan, indikasi adanya peran kekuasaan dalam hal ini istana kepresiden terkait bailout Bank Century tidak otomatis dapat terhapus dengan keterangan Antasari Azhar atas rapat 9 Oktober 2008 di kantor presiden yang katanya tidak membicarakan tentang bailout Century.
Dia menilai keterangan Antasari di depan Timwas DPR justru memperkuat konfirmasi bagaimana kekuasaan telah merencanakan sesuatu berupa payung hukum pengamanan untuk tindakan yang akan dilakukan kemudian.
"Dan akhirnya memang terbukti pertemuan tanggal 9 Oktober di Istana itu melahirkan Perppu bernomor 4/2008 beberapa waktu kemudian yang memberikan imunitas (bebas pidana) bagi pengambil kebijakan," kata Bambang saat dihubungi harian SINDO, Jumat (14/9/2012).
Dia menjelaskan, Timwas memahami keterbatasan Antasari saat memberikan keterangan di DPR. Sebagai warga binaan (narapidana) kata dia, Antasari sangat tergantung pada kemurahan hati Menteri Hukum dan HAM, khususnya terkait hak-hak yang akan diterimanya nanti seperti remisi dan lain-lain.
"Namun kalimat Antasari yang tidak boleh dilupakan dalam wawancara di sebuah stasiun TV itu adalah: 'Pertemuan itu memang tidak membicarakan soal Bailout Century. Namun mereka merencanakan sesuatu, saya tahu'," paparnya.
Dia menuturkan, saat memberikan keterangan di depan Timwas, Antasari menyampaikan mengapa saat rencana pemerintah ingin membailout Indover dirinya sebagai Ketua KPK pada waktu itu diajak bicara. "Itu juga menjadi penting untuk didalami," katanya.
Politikus Partai Golkar itu menyebutkan sebagaimana diketahui sebelum agenda bailout Century terdapat dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari rangkaian peristiwa tersebut. Pertama, usaha menyuntik atau menyelamatkan Bank Indover di Belanda Rp4,7 triliun dan kedua 'blanket guarantee dengan biaya sekitar Rp300an triliun.
Namun papar dia, dua peristiwa itu gagal, penyelamatan Bank Indover gagal karena ditolak DPR, sedang blanket guarantee ditolak wapres Jusuf Kalla. "Karena menurut JK kebijakan tersebut rentan disalahgunakan dengan memanfaatkan situasi krisis ekonomi 2008 untuk tujuan tertentu," tuturnya.
Selain itu menurut Bambang, patut diduga ada motif menunggangi kebijakan bailout untuk melakukan kejahatan. Dalam pandangannya, sejumlah forum rapat yang merumuskan skenario bailout Century dilakukan tanpa kehadiran atau sepengetahuan Wakil Presiden Yusuf Kalla. "Yang saat itu mengemban tugas Plt (pelaksana tuga) Presiden RI," tandasnya.
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP Ahmad Yani menilai, kasus Century seharusnya sudah pantas dinaikan dari penyelidikan ke penyidikan. Dalam pandangnnya, pengucuran dana talangan Century tidak mendapatkan dan memenuhi syarat fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) sarat akan Tipikor. Dia menuturkan, penngucuran dana senilai Rp6,7 triliun bahkan menabrak peraturan Bank Indonesia.
"PBI soal KAR selalu berubah, Akta ditandatngi tapi uang sdah dikeluarkan terlebih dahulu. Unsur perbuatan melawan hukum sudah terpenuhi, dewan gubenur yang memutuskan. Yang memutuskan FPJP itu dewan gubenur, jadi semua yg memutuskan dalam rapat itu mereka yang potensi. Dewan Gubenur saat itu yang potensi menjadi tersangka," kata Yani saat dihubungi SINDO.
Dia berpandangan, kasus Century memeliki jalan terang dalam penuntasannya. Namun kata dia, pihak KPK masih terlihat ragu dalam mengambil keputusan. Untuk itu, dia mengkritik proses penyelesaian kasus yang tentu saja merugikan keuangan negara. "Lama itu karena mereka (KPK) ngga sungguh-sungguh, takut di Antasarikan," paparnya.
Yani menyatakan, jika patokan KPK ada pada aturan KUHAP, di dalamnya jelas tertulis bahwa alat bukti yang sah itu mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, dokumen, dan petunjuk. Karenanya kata dia, semua fakta-fakta dan data yang telah menguak di publik dan dimiliki KPK, harus menjadi landasan penuntasan kasus Century.
"Dua unsur alat bukti itu sudah lebih, ada bukti tertulis (notulen) perbuatan melawan unsur ada, kerugian negara ada. Kalau KPK nya mau. Kejaksaan yang juga menangani kasus Century kan sudah ada tipikornya. Kenapa mereka KPK tidak," tandasnya.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menilai, KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad belum sanggpup membongkar kejahatan dugaan korupsi yang melibatkan kekuasaan istana terutama kasus dana talangan Century, Hambalang dan Wisma Atlet.
Menurutnya, KPK saat itu seperti lembaga politik yang pandai berdiplomasi, suka menebar janji untuk mengelabui kehendak rakyat khususnya dalam penyelesaian kasus Century. "Tapi KPK tidak mampu membuat pelaku korupsi jera dan mengurangi kejahatan korupsi," kata Adhie saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Dia memaparkan, dalam pengusutan dan penyelesaian kasus Century yang berjalan berkelindan tanpa arah, masyarakat semakin apatis terhadap kinerja KPK. Pasalnya tim yang diturunkan dalam menangani kasus besar seperti Century, Hambalang, dan wisma atlet cenderung lamban dan hanya mementingkan pragmatisme kekuasaan.
"Fakta skandal Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun tidak mampu dibongkar secara tuntas. KPK sangat tidak berani memeriksa Sri Mulyani dan Budiono. Bahkan hasil audit BPK tahun 2011 yang menyebutkan aliran dana Centuy ke keluarga Cikeas dan rekening salah satu media massa juga belum sanggup dijadikan bukti baru KPK. Padahal itu telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan Bailou Century," ungkapnya.
Adhie berpandangan, sistem pemberantasan korupsi yang dijalankan KPK dan aparat penegak hukum lain tidak menyentuh pada subtansi kejahatan korupsi yang extra ordinary crime. Dia dan koleganya menilai, tindakan dalam penanganan kasus korupsi ibarat petugas pemadam kebakarn yang hanya berusaha memadamkan api yang telah membakar berbagai gedung. Adhie menganggap pemberantasan dan pencegahan kasus korupsi terutama Century tidak secara sistemik. Bahkan cenderung bersifat harian dan sementara.
"Kami menuntut kepada seluruh pimpinan KPK untuk mundur dari jabatannya dan meminta maaf kepada rakyat dikarenakan telah gagal menjalankan amanah penderitaan rakyat dalam membongkar korupsi yang melibatkan kekuasaan istana negara seperti Century, Hambalang dan wisma atlet," tegasnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menampik pernyataan yang menyebutkan KPK gagal dalam pengusutan kasus Century. Dia menuturkan, pihaknya tetap berkomitmen mengusut kasus tersebut. "Kasus ini kan masih diselidiki jadi bukan berarti disebutkan gagal," kata Johan saat konfrensi pers di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, keterangan yang diberikan mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang disampaikan kepada Timwas Century Rabu (12/3) akan ditindaklanjuti. Namun kata dia, karena keterangan itu diberikan kepada Timwas maka mereka tetap menunggu. "Nah kalau Timwas anggap keterangan Pak Antasari penting, diserahakan ke KPK. Kita tindaklanjuti tentunya," paparnya.
(mhd)