Gebrakan KPK berhasil beri daya kejut
A
A
A
GESEKAN antar lembaga penegak hukum kerap terjadi. Banyak hal yang menyebabkan gesekan ini, di antaranya persoalan ego masing-masing lembaga. Bahkan, ditengarai adanya kepentingan untuk menyelamatkan rekan satu korps dari jerat hukum.
Jika sudah begini, tentu saja pihak ketiga, dalam hal ini pelaku korupsi yang diuntungkan. Pasalnya, penuntasan kasus tersebut menjadi terhambat.
Publik tentu masih ingat, polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Polri yang dikenal Cicak vs Buaya. Bahkan belakangan ini gesekan dua lembaga itu kembali terjadi terkait kasus dugaan korupsi di Korps Lalu lintas (Korlantas) Polri dalam proyek simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan salah satu perwira Polri Irjen Pol Djoko Susilo.
Pihak Polri terkesan tidak ikhlas kantornya di geledah pihak KPK. Bahkan, korps berseragam coklat itu ngotot tak mau melepas kasus tersebut. Sementara, KPK sendiri berkeyakinan pihaknya sudah berada di jalur yang benar dalam proses penganan dugaan kasus korupsi. Keduanya pun sibuk berpolemik di media.
Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR I Gede Pasek Suardika mengingatkan kembali akan fungsi utama masing-masing lembaga penegak hukum itu. Jangan sampai fungsi utamanya ini terabaikan akibat polemik berkepanjangan.
“Mereka harus bersinergi mencari solusi bukan malah asyik berpolemik. Tugas pemimpin adalah mencari solusi bukan malah membuat masalah,” seru Pasek dalam perbincangan dengan Sindonews di Jakarta belum lama ini.
Namun demikian, pria asal Bali ini mengakui langkah progresfi KPK dalam menangani kasus di Korlantas Polri, dapat menimbulkan optimisme akan sebuah keadilan di negeri ini. “Gebrakan yang dilakukan KPK telah berhasil memberikan daya kejut yang mampu membangun rasa optimisme bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya tajam ke bawah tapi juga tajam ke atas,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan, selain KPK dan Polri masih ada Kejaksaan Agung yang mempunyai fungsi sama dalam melakukan pemberantasan korupsi. Tiga lembaga inilahmenjadi harapan publik dalam memberantas korupsi.
Namun demikian, publik juga jangan terjebak dalam polemik dukung-mendukung salah satu lembaga. Apalagi dengan sengaja mengadu domba diantara lembaga penegak hukum itu. Hal ini sama saja melemahkan lembaga hukum tersebut.
“Tiga lembaga pemberantas korupsi hrs dijaga dirawat dan didukung utk bisa berfungsi maksimal,” ucapnya.
Diakuinya, pelaku korupsi bukan bisa berasal dari kalangan mana saja, termasuk dari kalangan internal lembaga penegak hukum itu sendiri. Sebab, aparat penegak hukum itu bukan malaikat, tapi hanya manusia biasa.
“Bila sekarang petinggi Polri, besok bisa petinggi Kejaksaan, pengadilan bahkan bisa KPK juga,” tukasnya.
Jika sudah begini, tentu saja pihak ketiga, dalam hal ini pelaku korupsi yang diuntungkan. Pasalnya, penuntasan kasus tersebut menjadi terhambat.
Publik tentu masih ingat, polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Polri yang dikenal Cicak vs Buaya. Bahkan belakangan ini gesekan dua lembaga itu kembali terjadi terkait kasus dugaan korupsi di Korps Lalu lintas (Korlantas) Polri dalam proyek simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan salah satu perwira Polri Irjen Pol Djoko Susilo.
Pihak Polri terkesan tidak ikhlas kantornya di geledah pihak KPK. Bahkan, korps berseragam coklat itu ngotot tak mau melepas kasus tersebut. Sementara, KPK sendiri berkeyakinan pihaknya sudah berada di jalur yang benar dalam proses penganan dugaan kasus korupsi. Keduanya pun sibuk berpolemik di media.
Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR I Gede Pasek Suardika mengingatkan kembali akan fungsi utama masing-masing lembaga penegak hukum itu. Jangan sampai fungsi utamanya ini terabaikan akibat polemik berkepanjangan.
“Mereka harus bersinergi mencari solusi bukan malah asyik berpolemik. Tugas pemimpin adalah mencari solusi bukan malah membuat masalah,” seru Pasek dalam perbincangan dengan Sindonews di Jakarta belum lama ini.
Namun demikian, pria asal Bali ini mengakui langkah progresfi KPK dalam menangani kasus di Korlantas Polri, dapat menimbulkan optimisme akan sebuah keadilan di negeri ini. “Gebrakan yang dilakukan KPK telah berhasil memberikan daya kejut yang mampu membangun rasa optimisme bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya tajam ke bawah tapi juga tajam ke atas,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan, selain KPK dan Polri masih ada Kejaksaan Agung yang mempunyai fungsi sama dalam melakukan pemberantasan korupsi. Tiga lembaga inilahmenjadi harapan publik dalam memberantas korupsi.
Namun demikian, publik juga jangan terjebak dalam polemik dukung-mendukung salah satu lembaga. Apalagi dengan sengaja mengadu domba diantara lembaga penegak hukum itu. Hal ini sama saja melemahkan lembaga hukum tersebut.
“Tiga lembaga pemberantas korupsi hrs dijaga dirawat dan didukung utk bisa berfungsi maksimal,” ucapnya.
Diakuinya, pelaku korupsi bukan bisa berasal dari kalangan mana saja, termasuk dari kalangan internal lembaga penegak hukum itu sendiri. Sebab, aparat penegak hukum itu bukan malaikat, tapi hanya manusia biasa.
“Bila sekarang petinggi Polri, besok bisa petinggi Kejaksaan, pengadilan bahkan bisa KPK juga,” tukasnya.
(kur)