Pengawasan, bukan intervensi!

Rabu, 18 Juli 2012 - 09:56 WIB
Pengawasan, bukan intervensi!
Pengawasan, bukan intervensi!
A A A
KETIKA kebencian begitu besar terhadap DPR telah memorak-porandakan konstruksi akal sehat, pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR sekali pun dengan mudah dipelintir sebagai intervensi oleh mereka yang mengaku sebagai elemen cerdik cendekia.

Walaupun DPR saat ini mendapat persepsi negatif, karena beberapa anggotanya menghadapi kasus hukum, tidak dapat disimpulkan semua anggota DPR bermasalah, sehingga seluruh aktivitas DPR salah dan DPR dijadikan ”pesakitan”. Diperiksa Badan Kehormatan DPR? Siapa takut! Ya, buat apa takut kalau tidak bersalah. Tak ada sedikit pun kekhawatiran, atau bahkan ketakutan, ketika saya dan empat kolega di Komisi III DPR dipanggil Badan Kehormatan untuk dimintai keterangan terkait tudingan adanya intervensi dalam proses persidangan Wali Kota Semarang Soemarmo Hadi Saputro, Selasa (10/7) lalu.

Saya, Nasir Jamil, serta Syarifudin Sudding, bertemu Badan Kehormatan tanpa beban apa pun. Kebetulan, dua anggota Komisi III lain, Aziz Syamsudin dan Aboe Bakar Al-Habsy, tidak bisa hadir karena sedang berada di luar kota. Sebenarnya ketika berkunjung ke Semarang anggota Komisi III yang berangkat sebanyak tujuh orang. Namun entah kenapa, hanya lima anggota Komisi III yang dilaporkan ke Badan Kehormatan. Jelas saya dan rekan Komisi III lainnya memberikan apresiasi atas pemanggilan yang dilakukan oleh Badan Kehormatan atas laporan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP).

Kami tidak ingin karena sesama anggota DPR maka laporan itu tidak ditindaklanjuti, dan kami harus memberikan klarifikasi. Badan Kehormatan menanyakan mengenai prosedur kepergian ke Semarang. Antara lain, tentang surat tugas, anggaran, dan tentang ada tidaknya intervensi yang dilakukan di balik kunjungan tersebut. Kami tegaskan, surat tugas ada, anggarannya ada dan tidak ada intervensi. Bahkan, dalam kunjungan tersebut kami didampingi oleh penghubung dari Kepolisian serta Kejaksaan.

Seharusnya, penghubung dari Mahkamah Agung (MA) juga ikut dalam kunjungan tersebut. Namun menurut keterangan Sekjen MA karena mereka telat mendapatkan informasi maka penghubung dari MA tidak ikut serta. Jadi, jelas ini murni tugas pengawasan DPR sebagai amanat konstitusi dan mengacu pada UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 (MPR,DPR,DPRD,DPD). Hasilnya pun sesuai keyakinan kami. Badan Kehormatan menyatakan apa yang kami lakukan sama sekali bukan intervensi.

Komisi III DPR telah melakukan tugas pengawasan dan mekanismenya sesuai UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 dan Tata Tertib DPR. Tugas pengawasan dilakukan dalam rangka konfirmasi dan klarifikasi pengaduan dari pengacara Hotma Sitompul atas pemindahan sidang Wali Kota Semarang. Karenanya, masih terasa janggal jika Komisi III DPR menjadi sasaran kecaman sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) beberapa waktu lalu.

Kecaman mengalir akibat pelintiran persepsi atas pelaksanaan fungsi pengawasan DPR, Komisi III dituduh melakukan intervensi atas proses hukum yang sedang dijalani Wali Kota Semarang Soemarmo. Seperti diketahui, Soemarmo dan Sekretaris Daerah Kota Semarang, Akhmat Zaenuri, diduga menyuap anggota DPRD Semarang demi memuluskan APBD Semarang 2012. Jumlah uang suap yang digelontorkan diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Proses hukum yang dijalani Soemarmo menarik perhatian Komisi III DPR karena terjadinya kejanggalan pemindahan lokasi persidangan dari ke Semarang ke Jakarta.

Kejanggalan dilaporkan oleh kuasa hukum Soemarmo ke Komisi DPR. Untuk menindaklanjuti laporan itu Komisi III DPR melakukan konfirmasi ke Mahkamah Agung (MA). MA membenarkan pemindahan lokasi sidang dan menjelaskan bahwa pemindahan dikabulkan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Inisiatif KPK inilah yang dipersoalkan Komisi III DPR. Sebab, berdasarkan Pasal 85 KUHAP, “Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain dari yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.”

Pasal 85 KUHAP secara bersyarat memberikan kemungkinan untuk dilakukannya pemindahan tempat persidangan ke wilayah hukum lain. Namun, kondisi itu harus didasarkan pada usulan ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri di wilayah hukum pengadilan tersebut. Nyatanya, dalam kasus Soemarmo, pengajuan pemindahan lokasi sidang diminta oleh KPK, bukan PN atau Kejari Semarang. Hingga kini kewenangan KPK mengajukan perpindahan tempat sidang masih debatable.

Pun, secara substansi, berdasarkan penjelasan Pasal 85 KUHAP, hanya ada dua alasan yang bisa diterima untuk memindahkan lokasi sidang, yakni faktor gangguan keamanan dan bencana alam. Semua orang tahu bahwa sepanjang tahun ini Kota Semarang tidak dilanda bencana alam. Stabilitas keamanan pun terjaga. Alasan pemindahan lokasi sidang inilah yang coba dikonfirmasi Komisi III DPR. Sebab, faktor bencana alam tidak mungkin bisa dijadikan alasan.

Tentang alasan keamanan, baik PN dan aparat kepolisian setempat menjamin bisa mengamankan jalannya sidang. Bahkan, kepada Komisi III, baik PN, Kejari maupun kepolisian setempat merefleksikan kekecewaan mereka karena ”merasa tidak dipercaya” oleh KPK untuk mengadakan sidang di wilayah sendiri. Padahal, mereka siap menjamin kelancaran dan keamanan selama sidang berlangsung di Semarang. Artinya, alasan pemindahan lokasi sesuai Pasal 85 KUHAP sebenarnya tidak terpenuhi.

Inisiatif KPK mengusulkan pemindahan lokasi sidang karena adanya ancaman keamanan berupa aksi demonstrasi warga setempat terlalu berlebihan. Jangan lupa, demonstrasi terhadap suatu sidang pengadilan nyaris sudah menjadi hal yang wajar. Di Jakarta sekalipun banyak dijumpai kejadian seperti itu. Pemindahan lokasi sidang sebenarnya juga sudah menjadi hal biasa. Pemindahan lokasi sidang mantan Presiden Soeharto, Abu Bakar Ba’asyir, Abdullah Puteh, tersangka kasus terorisme serta beberapa tokoh lain, benar dan bisa diterima.

Kalau diperbandingkan dengan kasus pemindahan lokasi sidang Soemarmo, alasan keamanan yang dijadikan dasar pemindahan oleh KPK dinilai janggal. Karena itu, inisiatif Komisi III DPR untuk melihat kesiapan dan kondisi keamanan di Semarang adalah sah karena berkait dengan fungsi pengawasan. Itu bukan intervensi. Apalagi kunjungan tersebut didasarkan atas laporan pengaduan yang masuk ke Komisi III DPR dan telah disetujui rapat intern Komisi III DPR. Kalau pun berembus alasan lain, di daerah ada isu hakim adhoc yang menangani kasus korupsi ”bisa dibeli”, bukan berarti sidang harus di pindah ke Jakarta. Hal yang harus dilakukan adalah evaluasi dan peninjauan kembali posisi hakim adhoc.

Kalau hakimnya bermasalah, harus diberikan sanksi dan diganti dengan hakim adhoc lain yang memiliki kredibilitas serta integritas. Bukan lokasi sidang yang dipindah. Jika perlu, hakim adhoc yang menangani kasus korupsi diangkat menjadi hakim khusus kasus korupsi. Lalu, jika dimunculkan tuduhan intervensi proses hukum Soemarmo oleh Komisi III DPR, faktor apa yang diintervensi? Entah siapa yang harus dinilai bodoh jika konfirmasi atau pertanyaan-pertanyaan Komisi III DPR kepada MA dan pihak berwenang di Semarang dipelintir sebagai intervensi proses hukum.

Kalaupun benar Komisi III DPR punya niat melakukan intervensi proses hukum, akan tampak sangat konyol jika intervensi itu dilakukan secara terbuka dengan ramai-ramai berangkat ke Semarang. Dari situ, tampak jelas bahwa tuduhan tersebut mengada-ada alias dipaksakan. Pelaksanaan fungsi pengawasan Komisi III DPR telah dipelintir dengan persepsi intervensi. Apa yang dilakukan Komisi III masih dalam ranah administrasi peradilan, belum menyentuh teknis yudisial peradilan.

Dan karena saat ini peradilan kasus Wali Kota Semarang sudah berjalan serta telah menyentuh teknis yudisial peradilan, maka tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut anggota Komisi III terkait kasus tersebut. Memang, kebencian kerap merusak konstruksi akal sehat.

AHMAD YANI
Anggota Komisi III DPR RI
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3440 seconds (0.1#10.140)