MA Selesaikan Perkara dengan Mediasi

Selasa, 21 Februari 2012 - 08:30 WIB
MA Selesaikan Perkara dengan Mediasi
MA Selesaikan Perkara dengan Mediasi
A A A
Sindonews.com – Mahkamah Agung (MA) mempertimbangkan untuk memprioritaskan penyelesaian perkara dengan jalan mediasi, bukan lagi melalui pengadilan konvensional seperti saat ini.

MA menilai hal ini lebih efektif dan cepat menyelesaikan masalah, selain itu juga memuaskan pihak-pihak yang bersengketa. Wakil Ketua MA Ahmad Kamil mengatakan, selama ini mediasi lebih banyak dikenal pada kasus hukum perdata. Namun,pada dasarnya penyelesaian lewat jalan mediasi juga bisa berlaku untuk kasus pidana.

“Kita akan kembangkan mediasi untuk menyelesaikan kasus-kasus yang sekiranya tidak perlu dibawa ke pengadilan. Termasuk mediasi penal, demi hukum dan keadilan progresif dan restoratif,” ujarnya pada wartawan Selasa 20 Februari 2012.

Mediasi penal adalah upaya mempertemukan pelaku tindak pidana dengan korban dalam upaya mencari penyelesaian yang saling menguntungkan.

Upaya ini merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau alternative dispute resolution. Di Indonesia, berdasarkan hukum positif yang berlaku saat ini, pada prinsipnya kasus pidana tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan. Namun, untuk hal-hal tertentu dimungkinkan adanya penyelesaian dengan model tersebut.

Bagi MA, penyelesaian lewat jalan mediasi juga bisa mengatasi masalah menumpuknya perkaraperkara pada MA. Saat ini, MA mengeluh kewalahan untuk menyelesaikan tumpukan perkara yang masuk tiap tahun. Tahun lalu saja,MA mempunyai tunggakan sebanyak sekitar 8500 kasus dari sekitar 20.000 kasus yang harus ditangani.

Selain mediasi, MA juga mewacanakan pembatasan perkara yang bisa masuk pada tingkat kasasi. Perkara yang dibatasi tidak bisa melakukan kasasi, misalnya perkara dengan ancaman hukumannya di bawah tiga tahun, nilai gugatan tidak sampai Rp100 juta hanya sampai tingkat banding. Salah satu kelemahan penyelesaian lewat proses pengadilan adalah memakan banyak waktu, biaya, dan tenaga.

Bandingkan dengan proses mediasi yang hanya memerlukan kedua belah pihak untuk duduk bersama dan menyampaikan keinginan masing-masing dalam sengketa. Sayangnya, MA tidak menjabarkan detail kasus-kasus pidana dalam batasan apa yang bisa dimediasi tanpa melalui pengadilan. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menjelaskan, negara-negara maju sebenarnya sudah menerapkan penyelesaian di luar jalur pengadilan lewat jalan mediasi.

Di Belanda, seorang bisa menghentikan proses pengadilan jika tersangka berusia lebih dari 70 tahun dan memba-yar kerugian pada korban. Di Thailand, seorang korban bisa meminta polisi untuk menghentikan perkara jika dirinya sudah merasa puas dengan ganti rugi yang diberikan pelaku.Hal serupa juga terjadi di Jepang.

Karena itu, Romli menilai untuk bisa menjalankan mekanisme tersebut perlu adanya perubahan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU yang mengatur pidana administrasi, seperti UU Pajak, UU Kehutanan,UU Perbankan, dan UU Lingkungan Hidup. Di Indonesia,mediasi penal cocok untuk perkara-perkara kecil yang berkesan dipaksakan untuk masuk dalam pengadilan.

Seperti kasus pencurian yang dilakukan oleh anak-anak.“Tapi (mediasi perkara pidana) jangan sampai terjadi pada perkara besar, pelakunya residivis dan mengganggu rasa keadilan korban,” ujarnya.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4858 seconds (0.1#10.140)