Lobi khusus RUU Pemilu gagal

Rabu, 11 Januari 2012 - 08:08 WIB
Lobi khusus RUU Pemilu gagal
Lobi khusus RUU Pemilu gagal
A A A
Sindonews.com - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu mulai frustrasi menyikapi gagalnya lobi khusus antarparpol di DPR terkait sejumlah poin krusial pada masa reses lalu.

Gagalnya parpol-parpol di Parlemen mencapai kesepakatan dalam lobi-lobi khusus pada masa reses lalu membuat Pansus RUU Pemilu DPR nyaris menyerah dalam mengambil keputusan, terutama menyangkut empat poin krusial yang sejak awal diperdebatkan. Pansus sangat berharap para pimpinan partai politik mengintensifkan komunikasi untuk mencari jalan tengah dan membuat kesepakatan.

”Yang empat isu krusial kita bahas di belakang, sambil mengharapkan pada pimpinan partai politik intens berkomunikasi. Karena kita kanpekerja partai juga.Isu-isu strategis itu dibahas oleh pimpinan partai, biar kami membahas masalah lain, teknis, seperti daftar pemilih tetap, peraturan kampanye, tata cara pemilihan suara, soal iklan, dan soal lain yang bersifat teknis,” kata Wakil Ketua Pansus RUU dari Fraksi Partai Demokrat Gde Pasek Suardika seusai rapat internal Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Empat isu krusial yang selalu mentok dalam pembahasan dan forum lobi adalah mengenai sistem pemilu dengan proporsional terbuka atau tertutup, jumlah alokasi kursi per dapil,angka parliamentary threshold (PT), dan soal konversi suara menjadi kursi. Empat isu krusial itu juga menjadi perdebatan sengit di internal Setgab Koalisi. Tiga kali pertemuan parpol koalisi belum menyepakati satu poin pun terkait empat hal itu.Tadi malam Setgab Koalisi kembali mengagendakan pertemuan lagi untuk mendengarkan pemaparan jalan tengah yang diusulkan Golkar mengenai sistem pemilu.

Golkar menawarkan jalan tengah dengan sistem pemilu campuran yang komposisinya 70% terbuka dan 30% tertutup. Pasek mengatakan,Pansus RUU Pemilu telah sepakat agar masalah-masalah teknis dan taktis dibahas lebih awal. Dengan cara seperti itu, diharapkan nanti bisa lebih efektif karena waktunya sangat mepet. ”Sehingga kita bisa selesaikan Maret. Kalau di pimpinan partai tak bertemu, kita di pansus ditawarkan pilihan-pilihan votingnya kira-kira seperti apa, sehingga kita tak habis waktu hanya untuk berdebat dan lobi saja,”ungkapnya.

Menurut Pasek,RUU Pemilu harus selesai tepat waktu,karena pertaruhannya adalah kesiapan penyelenggara pemilu. Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengatakan, lobi di internal pansus sudah sering dilakukan. Masing-masing perwakilan fraksi di pansus juga punya argumentasi kuat untuk mempertahankan usulannya. ”Karena masing-masing itu membawa tugas partainya. Susah mengambil keputusan jika keluar dari keputusan partai. Karena itu,komunikasi yang di atas sangat menentukan,” ungkapnya.

Usul Setgab bubar
Pengamat politik dari Charta Politica Yunarto Wijaya memandang, Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi tempat bernaung parpol-parpol pendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang sudah saatnya dibubarkan. Sudah berkali-kali terbukti Setgab gagal menjadi wadah tempat parpol-parpol koalisi mencapai kesepakatan terkait isu-isu krusial dan strategis. Setgab juga gagal menjadi rumah tempat berteduh parpol- parpol mitra koalisi, tapi justru menjadi tempat para elite politik menciptakan kegaduhan.

Buktinya,beberapa kader partai yang tergabung dalam Setgab kian gencar saling serang.Enam parpol penghuni Setgab yakni Demokrat, Golkar, PAN, PKS, PPP, dan PKB, juga gagal meraih kesepakatan seputar isu-isu krusial RUU Pemilu.Secara tidak langsung, kata Toto –sapaan Yunarto,hal tersebut menambah ketidakpercayaan publik terhadap elite politik. ”Bubarkan Setgab. Ini koalisi tambun yang membuat kegaduhan,” katanya. Dia mengatakan, pembubaran Setgab salah satu cara yang bisa ditempuh Presiden SBY untuk menghindari kegaduhan politik yang berpotensi chaos.

Menurut dia, Setgab terbukti tidak efektif dalam upaya menciptakan stabilitas politik. MenurutYunarto,para elite politik sebaiknya jangan memancing kegaduhan dengan isu-isu praktis seperti hak angket mafia pajak dan skandal Bank Century. ”Hal-hal ini yang harus dikurangi. Karena pada 2009–2014 berkaitan dengan kejadian politik dan hukum,”ujarnya.

Senada dengan Yunarto, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menyatakan, pembubaran Setgab bukan hanya menghindari kegaduhan, melainkan juga menciptakan politik yang sehat. Parpol mesti didisiplinkan agar tidak bermain abu-abu. Bila tidak lagi dapat menjalin kesatuan visi dalam Setgab, tidak ada cara lain selain mundur atau Partai Demokrat mengeluarkannya dari gabungan koalisi.

”Politik di Indonesia sebaiknya diisi dengan idealisme bukan pragmatisme. Untuk itu, setiap parpol mesti berani mengambil risiko akibat pi-lihan tersebut. Kalau berbeda, ya di luar. Begitu juga Demokrat, kalau merasa terganggu dengan teman-teman koalisi, ya harus berani mengambil sikap mengeluarkannya dari koalisi,” ucap Ray.

Pendapat berbeda disampaikan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris. ”Tidak ada untungnya Setgab dibubarkan. Kalaupun dibubarkan,belum tentu politik itu lebih baik,”imbuhnya.

Bagi Syamsuddin, politik yang terjadi di Indonesia masih stabil. Justru persoalannya adalah sikap elite politik yang cenderung mengutamakan kepentingannya ketimbang publik. ”Setgab merupakan lembaga tidak resmi. Secara undang-undang, Setgab tidak bisa memengaruhi apa pun,” ungkapnya.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan memandang perbedaan sikap antara partai koalisi masih bisa ditoleransi. Dia mengklaim Setgab lebih banyak manfaatnya dari pada mudaratnya. Selain itu, pembentukan Setgab juga merupakan bagian dari proses kematangan berkoalisi.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6250 seconds (0.1#10.140)