Beri Kepastian Hukum, MA Harus Bersinergi dengan MK

Selasa, 07 April 2020 - 10:05 WIB
Beri Kepastian Hukum, MA Harus Bersinergi dengan MK
Beri Kepastian Hukum, MA Harus Bersinergi dengan MK
A A A
JAKARTA - Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif berharap pergantian kepimpinan di Mahkamah Agung (MA) dapat menjadi momentum reformasi kelembagaan dan hukum. Dalam lima tahun ke depan, MA akan dipimpin oleh M Syarifuddin, yang terpilih menggantikan Hatta Ali.

KODE Inisiatif memberikan beberapa catatan kepada Syarifuddin agar MA dapat bekerja optimal, profesional, dan berintegritas dalam menjalankan penegakan hukum sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945. “Memberikan keadilan bagi para pencari keadilan (justitiabelen),” ujar Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan Violla Reininda dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Selasa (7/4/2020). (Baca juga: Rekam Jejak Syarifuddin hingga Menjabat Ketua MA)

Violla mendorong MA era Syarifuddin untuk terbuka dalam persidangan pengujian peraturan perundang-undangan. Transparansi proses persidangan merupakan instrumen fundamental dalam penyelenggaraan kehakiman. Hal itu di atur dalam pasal 13 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaaan Kehakiman. (Baca juga: Menjadi Ketua MA, Syarifuddin Ingin Percepat Tercapainya Visi Badan Peradilan yang Agung)

“Seyogyanya, MA tetap memegang teguh atas persidangan terbuka untuk umum. Pelaksanaan asas ini penting untuk menjamin independensi, akuntabilitas, dan objektivitas hakim dalam proses persidangan. Juga untuk menjamin proses pemeriksaan yang adil dan imparsial, serta menghasilkan putusan yang adil bagi masyarakat,” tutur Violla.

Catatan lain dari Kode Inisiatif adalah perlu ada sinergitas dan sinkronisasi antara putusan MA dengan penafsiran dari Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Keselarasan ini penting untuk menghindari munculnya dua penafsiran yang berbeda di antara kedua pelaku kekuasaaan kehakiman.

“Dualisme penafsiran akan memberikan implikasi yang buruk di tataran normatif maupun praktik. Sebab, tidak memberikan kejelasan bagi para pihak terkait untuk mengikatkan diri kepada hukum yang mana. Ini kemudian mempersulit implementasi atau eksekusi norma,” ujar Violla
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7103 seconds (0.1#10.140)