Dinilai Menghambat, Terawan Diminta Segera Revisi Permenkes 9/2020
A
A
A
JAKARTA - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai, strategi pemerintah dalam menangani wabah virus corona (COVID-19) belum signifikan. Salah satunya, dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nusryamsi menilai, regulasi yang dikeluarkan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto itu malah justru mempersulit birokrasi penetapan kebijakan penanganan COVID-19.
Menurutnya, Permenkes No 9/2020 itu berpotensi memperlambat penanganan Covid-19 yang diupayakan pemerintah. (Baca juga: Permenkes PSBB, Jokowi Minta Komunikasi Pusat-Daerah Diintensifkan)
"Alih-alih mempercepat, justru peraturan tersebut malah menambah rentang birokrasi dan cenderung keluar dari mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Wilayah. Sehingga berpotensi semakin lambatnya penanganan COVID-19 oleh pemerintah," kata Fajri kepada SINDOnews, Senin (6/4/2020).
Terkait adanya hal itu, Fajri berharap, pemerintah dan DPR segera melakukan berbagai perubahan jitu sehingga wabah corona bisa teratasi. Ia pun menyampaikan ada tiga tuntutan PSHK terhadap pemerintah dan DPR dalam penanganan pandemi ini.
Pertama, PSHK meminta agar Menkes segera merevisi Permenkes 9/2020 dengan memangkas birokrasi dalam penetapan PSBB. Caranya yaitu dengan menjadikan usulan pemerintah daerah untuk penetapan PSBB lebih sederhana, dengan menjadikan data jumlah dan persebaran kasus corona diambil dari data nasional.
"Selain itu, menjadikan Gugus Tugas sebagai forum koordinasi dan pengambilan keputusan wilayah mana saja yang layak diberlakukan PSBB, atau bahkan karantina wilayah," kata dia.
Tuntutan berikutnya yakni, Presiden harus melakukan restrukturisasi dalam Gugus Tugas dengan menempatkan presiden/wakil presiden atau Menkes sebagai Ketua Gugus Tugas demi efektivitas dan akuntabilitas kerja Gugus Tugas dalam pengambilan kebijakan.
"Di samping itu, menyesuaikan dengan status Kedaruratan Kesehatan yang sudah ditetapkan melalui Keppres 11 Tahun 2020 dan bukan darurat bencana," tegasnya.
Terakhir kata Fajri, DPR harus segera menghentikan seluruh agenda legislasi kecuali pembahasan, Perppu 1 Tahun 2020 dan lebih fokus untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan percepatan penanganan corona.
"Kemudian, DPR juga harus mendesak pemerintah segera mengajukan usul revisi APBN 2020 untuk direalokasikan kepada penanganan COVID-19," ujarnya.
Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nusryamsi menilai, regulasi yang dikeluarkan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto itu malah justru mempersulit birokrasi penetapan kebijakan penanganan COVID-19.
Menurutnya, Permenkes No 9/2020 itu berpotensi memperlambat penanganan Covid-19 yang diupayakan pemerintah. (Baca juga: Permenkes PSBB, Jokowi Minta Komunikasi Pusat-Daerah Diintensifkan)
"Alih-alih mempercepat, justru peraturan tersebut malah menambah rentang birokrasi dan cenderung keluar dari mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Wilayah. Sehingga berpotensi semakin lambatnya penanganan COVID-19 oleh pemerintah," kata Fajri kepada SINDOnews, Senin (6/4/2020).
Terkait adanya hal itu, Fajri berharap, pemerintah dan DPR segera melakukan berbagai perubahan jitu sehingga wabah corona bisa teratasi. Ia pun menyampaikan ada tiga tuntutan PSHK terhadap pemerintah dan DPR dalam penanganan pandemi ini.
Pertama, PSHK meminta agar Menkes segera merevisi Permenkes 9/2020 dengan memangkas birokrasi dalam penetapan PSBB. Caranya yaitu dengan menjadikan usulan pemerintah daerah untuk penetapan PSBB lebih sederhana, dengan menjadikan data jumlah dan persebaran kasus corona diambil dari data nasional.
"Selain itu, menjadikan Gugus Tugas sebagai forum koordinasi dan pengambilan keputusan wilayah mana saja yang layak diberlakukan PSBB, atau bahkan karantina wilayah," kata dia.
Tuntutan berikutnya yakni, Presiden harus melakukan restrukturisasi dalam Gugus Tugas dengan menempatkan presiden/wakil presiden atau Menkes sebagai Ketua Gugus Tugas demi efektivitas dan akuntabilitas kerja Gugus Tugas dalam pengambilan kebijakan.
"Di samping itu, menyesuaikan dengan status Kedaruratan Kesehatan yang sudah ditetapkan melalui Keppres 11 Tahun 2020 dan bukan darurat bencana," tegasnya.
Terakhir kata Fajri, DPR harus segera menghentikan seluruh agenda legislasi kecuali pembahasan, Perppu 1 Tahun 2020 dan lebih fokus untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan percepatan penanganan corona.
"Kemudian, DPR juga harus mendesak pemerintah segera mengajukan usul revisi APBN 2020 untuk direalokasikan kepada penanganan COVID-19," ujarnya.
(maf)