Rekomendasi BPK Bukan Hanya Lembaran-lembaran Kertas

Rabu, 18 Maret 2020 - 07:25 WIB
Rekomendasi BPK Bukan Hanya Lembaran-lembaran Kertas
Rekomendasi BPK Bukan Hanya Lembaran-lembaran Kertas
A A A
Masih maraknya kasus (perkara) dugaan korupsi yang ditangani para penegak hukum di perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi peringatan serius tentang bagaimana tata kelola, sistem, pelaksanaan kinerja, dan pengelolaan keuangan selama ini dijalankan. Karenanya, perbaikan menyeluruh di tubuh seluruh perusahaan BUMN adalah keniscayaan.

Satu di antara pijakan utama perbaikan tersebut adalah dengan melaksanakan seluruh rekomendasi yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan audit kinerja, audit keuangan, maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2019 serta beberapa IHPS dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebelumnya terdapat nama ratusan perusahaan BUMN sebagai entitas pemeriksaan atau auditte. Ribuan rekomendasi pun telah diserahkan BPK. Seharusnya, hasil audit kinerja, audit keuangan, dan/atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang dilakukan BPK disertai berbagai rekomendasi ini menjadi perhatian serius perusahaan-perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN. Sebab, seluruh rekomendasi dari BPK itu wajib dijalankan dan dilaksanakan oleh seluruh perusahaan BUMN dan menjadi rambu-rambu dalam pengelolaan BUMN.

Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi menegaskan rekomendasi dari BPK itu tidak boleh hanya jadi lembaran kertas. Harus ditindaklanjuti dan dijalankan agar penyelewengan serupa di BUMN tidak terulang pada kemudian hari.

“Jangan sampai rekomendasi itu jadi hanya seperti arsip surat, disimpan, disimpan, itu berbahaya. Bisa jadi bom waktu suatu saat. Karena kalau salah tata kelola sedikit, tapi lama-lama bisa jadi bukit,” kata Baidowi kepada KORAN SINDO.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengungkapkan harus diakui selama ini tata kelola dan sistem perusahaan-perusahaan BUMN sangat rapuh. Akibat kesalahan pada tata kelola dan sistem, itu berimbas pada sejumlah penyimpangan hingga terjadinya berbagai kasus (perkara) korupsi. Penyimpangan melibatkan puluhan pejabat perusahaan BUMN dan anak perusahaannya.

“Kalau ada rekomendasi dari BPK yang belum ditindaklanjuti, tentu kami sayangkan. Karena toh, bagaimanapun hasil audit, pemeriksaan, dari BPK itu untuk perbaikan usaha milik negara,” ujarnya.

Baidowi mengatakan, sampai saat ini transparansi dan akuntabilitas menjadi pekerjaan rumah berat bagi semua entitas pemeriksaan (auditte), baik kementerian dan lembaga maupun BUMN. Karena itu, dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan-perusahaan BUMN sangat diperlukan dan wajib dijalankan asas transparansi serta akuntabilitas guna menunjang good corporate governance. Untuk mewujudkan transparansi, maka akses publik harus diutamakan. Meskipun di sisi lain, transparansi itu tidak perlu juga membuka hal-hal paling detail. “Paling tidak (masyarakat) tahu, misalkan apa yang dikerjakan, laba berapa, kerugian berapa, kan harus muncul,” katanya.

Transparansi setiap perusahaan BUMN juga beririsan kuat dengan pelaksanaan fungsi pengawasan oleh Komisi VI DPR. Kalau perusahaan BUMN tertutup tak jarang membuat DPR kesulitan. Karenanya, dalam setiap rapat, kata Baidowi, Komisi VI selalu meminta data lengkap dari setiap perusahaan BUMN yang hadir. Bahkan, tiga hari sebelum rapat, Komisi VI lebih dulu menagih ikhtisar laporannya, laba-ruginya, kenapa bisa laba, kenapa labanya turun, kenapa rugi, dan lain sebagainya. “Maka setiap rapat (dengan BUMN) kalau datanya tidak lengkap, kita suruh pulang. Seperti itu yang kita lakukan,” ujarnya. (Baca: Akibat Tak Patuh Rekomendasi BPK)

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini membeberkan penyebab penyimpangan yang berujung pada terjadinya dugaan korupsi di tubuh perusahaan-perusahaan BUMN, semisal PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Angkasa Pura (AP) II (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero), hingga PT Waskita Karya (Persero). Itu terjadi akibat dari salah tata kelola, pengawasan internal yang lemah, hingga tidak berjalan maksimalnya fungsi komisaris. Padahal, idealnya, pengawasan di internal perusahaan BUMN harus dijalankan maksimal dan efektif disertai pengawasan melekat dari Kementerian BUMN.

Dia berpandangan, pengawasan dari Kementerian BUMN juga mencakup sejauh mana rekomendasi BPK dijalankan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah. Aspek pengawasan ini merupakan bagian penting dari pencegahan korupsi. Selain itu, juga sangat diperlukan pemantauan oleh penegak hukum disertai dengan aspek penindakan. “Aspek penindakan juga perlu supaya menjadi shock therapy bagi BUMN itu agar bekerja secara bersih, benar, (dan) sesuai dengan role model dan aturan yang ditentukan,” ujarnya.

Kementerian BUMN di era kepemimpinan Erick Thohir diakui sudah terlihat adanya upaya perbaikan, baik soal tata kelola, sistem, pencegahan potensi penyimpangan, maupun restrukturisasi atau pembuatan clusterisasi atas perusahaan-perusahaan BUMN. Dia menilai, upaya yang dilakukan Erick bersama jajaran Kementerian BUMN bertujuan agar penyimpangan-penyimpangan yang terungkap itu tidak terulang. Di sisi lain, juga agar penyimpangan yang belum tampak segera diperbaiki.

“Dulu kan sempat ada wacana super-holding. Lah sekarang, Pak Erick pengennya ada sub-holding, dikerucutkan berdasarkan bidang-bidang teknis yang dikelola. Supaya apa? Supaya tidak saling cakar-cakaran satu sama lain,” ungkap Baidowi.

Dia menilai, langkah Erick Thohir melakukan restrukturisasi dan klasterisasi perusahaan BUMN ditambah saran dari BPK untuk membuat klasterisasi perusahaan BUMN dalam empat kategori tentu bertujuan menyehatkan seluruh unit usaha BUMN. Klasterisasi itu disebutnya akan memudahkan berbagai pihak melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan BUMN.

“Itu memudahkan upaya memonitori atau pengawasan, baik oleh DPR, Kementerian, BPK, dan penegak hukum. Kita ini ada ratusan BUMN loh. Belum lagi anak usaha, cucu usaha,” ucapnya.

Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmajo, dan Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Mahendra Sinulingga belum memberikan tanggapan saat dihubungi KORAN SINDO perihal sering diabaikannya rekomendasi dari BPK untuk perusahaan-perusahaan BUMN. Panggilan dan pesan singkat belum dijawab hingga berita ini diturunkan.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Kementerian BUMN Ferry Adrianto menyebut dirinya tidak berwenang menanggapi pertanyaan terkait ribuan rekomendasi BPK untuk perusahaan-perusahaan BUMN yang ditanyakan itu. Dia mengatakan, perlu mengonsultasikan hal tersebut kepada pimpinannya. “Sesuai arahan pimpinan, dipersilakan menghubungi Pak Arya ya. Saya sudah sampaikan hal ini ke beliau,” ujar Ferry melalui pesan singkat kepada KORAN SINDO, Jumat (13/3). (Sabir Laluhu)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9752 seconds (0.1#10.140)