Akibat Tak Patuh Rekomendasi BPK
A
A
A
SELAMA 11 tahun terakhir terdapat puluhan perkara korupsi yang terjadi di tubuh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaan BUMN. Korupsi ini melibatkan sejumlah pelaku yang merupakan pejabat perusahaan. Bahkan dalam 5 tahun terakhir saja, korupsi di tubuh BUMN ini tergolong sangat masif. Perkara tersebut disidik Kejaksaan, Polri, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Objek perkara pun bermacam-macam. Mulai dari pengadaan barang dan jasa, pembangunan proyek, pembahasan dan pengesahan anggaran, kegiatan agen dan pembayaran komisi, pengurusan perkara, hingga pengurusan pengubahan hasil temuan BPK. Sebagian besar deliknya mencakup penyalahgunaan kewenangan hingga berujung kerugian negara, suap-menyuap, dan gratifikasi.
Dalam beberapa tahun terakhir Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan sejumlah pemeriksaan (audit) baik kinerja, keuangan, pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), maupun audit investigatif atas perusahaan BUMN. Ada ribuan rekomendasi yang telah diberikan BPK ke ratusan BUMN.
Anggota BPK Achsanul Qosasi menyatakan, seluruh rekomendasi yang diberikan BPK kepada perusahaan-perusahaan BUMN sebagai entitas harus dijalankan oleh entitas tersebut. Hingga Maret 2020, menurut dia, tingkat pelaksanaan rekomendasi oleh perusahaan BUMN yang menjadi entitas pemeriksaan atau auditte rata-rata mencapai 80%.
"Rekomendasi itu (yang disampaikan BPK) final dan mengikat, sehingga wajib ditindaklanjuti. Karena merupakan perintah UU. Jika tidak ditindaklanjuti maka dianggap melanggar UU," tegas Achsanul kepada KORAN SINDO.
Dia membeberkan, untuk pelaksanaan rekomendasi atas temuan yang ada maka masing-masing BUMN wajib melaporkan ke BPK. Kementerian BUMN bertugas mengingatkan ke masing-masing BUMN melalui surat. Surat tersebut, tutur dia, ditembuskan ke BPK.
Achsanul menegaskan, pemeriksaan yang dilakukan BPK yang disusul temuan dan penyerahan rekomendasi, bertujuan untuk perbaikan tata kelola dan sistem serta agar tidak terjadi penyimpangan maupun korupsi di setiap entitas termasuk seluruh perusahaan BUMN. Selain itu, rekomendasi diberikan BPK bertujuan agar seluruh perusahaan BUMN secara konsisten menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggungjawab keuangan.
"Ini masalah moral hazard, pemeriksaan BPK bertujuan untuk menghilangkan fraud menuju tata kelola yang baik. Semua demi transparansi dan akuntabilitas," ujarnya.
Dia melanjutkan, untuk perbaikan terhadap perusahaan BUMN maka Kementerian BUMN perlu melakukan pengawasan dan evaluasi secara terus menerus atas pengelolaan, kinerja, dan capaian perusahaan-perusahaan BUMN. Sejumlah perusahaan BUMN juga harus dilakukan downsizing yakni dengan melebur BUMN sejenis.
"Menutup BUMN yang tidak bisa bersaing dan tidak punya masa depan, memerger atau akuisisi atas yang lebih besar dan kuat," ungkapnya.
Selain itu, perlu dilakukan clusterisasi BUMN dengan empat bagian. Satu, BUMN Komersial. BUMN ini mampu bersaing dengan perusahaan luar negeri. Pada perusahaan BUMN komersial tidak boleh ada unsur politik dan kepentingan apapun. Dua, BUMN Public Service Obligation (PSO). Pada BUMN jenis ini bisa disisipkan orang-orang politik karena arahnya untuk program subsidi dan PSO.
Tiga, BUMN Strategis. BUMN jenis ini untuk kepentingan pertahanan dan ketahanan bangsa dan negara. Semua produknya untuk kebutuhan negara. Keempat, BUMN-BUMN lain yang masih layak untuk dikembangkan.
"Dengan demikian (dengan clusterisasi BUMN) akan mudah dilakukan monitor," ucapnya.
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Jamal Wiwoho menyatakan, BPK merupakan lembaga pengawas eksternal sekaligus pemeriksa atas pelaksanaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban keuangan negara serta kinerja kementerian, lembaga pemerintah daerah, hingga perusahaan-perusahaan BUMN. Karenanya, hasil audit maupun hasil pemeriksaan BPK, baik atas kinerja, keuangan, maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) disertai berbagai rekomendasi wajib dijalankan oleh setiap entitas pemeriksaaan atau auditte.
Menurutnya, sebagai bentuk asas pemerintahan yang baik dan asas perusahaan yang baik, governance, yang bercirikan transparansi, akuntabilitas, fairness, dan responsibility, perusahaan BUMN sebagai sebagai entitas pemeriksaan atau auditte harus menindaklanjuti rekomendasi BPK. “Rekomendasi itu kan jelas efektif sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi lagi korupsi di tubuh perusahaan-perusahaan BUMN," ujar Jamal saat dihubungi KORAN SINDO.
Guru besar hukum bisnis ini menegaskan, ketika ada rekomendasi dari BPK untuk perusahaan-perusahaan BUMN maka BPK harus juga memantau sejauh mana pelaksanaan rekomendasi tersebut kemudian laporannya disampaikan ke publik. Di sisi lain, Kementerian BUMN juga memiliki tugas untuk mengawasi BUMN mana saja yang sudah melaksanakan rekomendasi dari BPK, apa rekomendasi yang dijalankan, dan rekomendasi mana yang tidak dijalankan.
Dia menambahkan, Kementerian BUMN juga mesti bertugas mencegah terjadinya potensi penyimpangan hingga terjadinya potensi dugaan korupsi di tubuh perusahaan-perusahaan BUMN. Fungsi ini bisa dijalankan oleh Inspektorat. Berikutnya harus ada pengawasan melekat secara efektif dari jajaran komisaris dan Komite Audit serta Satuan Pengawasan Internal (SPI) di setiap perusahaan BUMN. Untuk penempatan komisaris di setiap perusahaan BUMN, seyogianya calon komisaris berasal dari kalangan profesional. Dengan begitu pengawasan untuk perbaikan sistem, tata kelola, penggunaan anggaran, akuntabilitas, dan transparansi juga dapat tercapai.
"Jadi prinsipnya adalah good corporate governance. Cirinya ya itu tadi, akuntabilitas, transparansi, fairness, dan responsibility," tegas Jamal. (Sabir Laluhu)
Objek perkara pun bermacam-macam. Mulai dari pengadaan barang dan jasa, pembangunan proyek, pembahasan dan pengesahan anggaran, kegiatan agen dan pembayaran komisi, pengurusan perkara, hingga pengurusan pengubahan hasil temuan BPK. Sebagian besar deliknya mencakup penyalahgunaan kewenangan hingga berujung kerugian negara, suap-menyuap, dan gratifikasi.
Dalam beberapa tahun terakhir Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan sejumlah pemeriksaan (audit) baik kinerja, keuangan, pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), maupun audit investigatif atas perusahaan BUMN. Ada ribuan rekomendasi yang telah diberikan BPK ke ratusan BUMN.
Anggota BPK Achsanul Qosasi menyatakan, seluruh rekomendasi yang diberikan BPK kepada perusahaan-perusahaan BUMN sebagai entitas harus dijalankan oleh entitas tersebut. Hingga Maret 2020, menurut dia, tingkat pelaksanaan rekomendasi oleh perusahaan BUMN yang menjadi entitas pemeriksaan atau auditte rata-rata mencapai 80%.
"Rekomendasi itu (yang disampaikan BPK) final dan mengikat, sehingga wajib ditindaklanjuti. Karena merupakan perintah UU. Jika tidak ditindaklanjuti maka dianggap melanggar UU," tegas Achsanul kepada KORAN SINDO.
Dia membeberkan, untuk pelaksanaan rekomendasi atas temuan yang ada maka masing-masing BUMN wajib melaporkan ke BPK. Kementerian BUMN bertugas mengingatkan ke masing-masing BUMN melalui surat. Surat tersebut, tutur dia, ditembuskan ke BPK.
Achsanul menegaskan, pemeriksaan yang dilakukan BPK yang disusul temuan dan penyerahan rekomendasi, bertujuan untuk perbaikan tata kelola dan sistem serta agar tidak terjadi penyimpangan maupun korupsi di setiap entitas termasuk seluruh perusahaan BUMN. Selain itu, rekomendasi diberikan BPK bertujuan agar seluruh perusahaan BUMN secara konsisten menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggungjawab keuangan.
"Ini masalah moral hazard, pemeriksaan BPK bertujuan untuk menghilangkan fraud menuju tata kelola yang baik. Semua demi transparansi dan akuntabilitas," ujarnya.
Dia melanjutkan, untuk perbaikan terhadap perusahaan BUMN maka Kementerian BUMN perlu melakukan pengawasan dan evaluasi secara terus menerus atas pengelolaan, kinerja, dan capaian perusahaan-perusahaan BUMN. Sejumlah perusahaan BUMN juga harus dilakukan downsizing yakni dengan melebur BUMN sejenis.
"Menutup BUMN yang tidak bisa bersaing dan tidak punya masa depan, memerger atau akuisisi atas yang lebih besar dan kuat," ungkapnya.
Selain itu, perlu dilakukan clusterisasi BUMN dengan empat bagian. Satu, BUMN Komersial. BUMN ini mampu bersaing dengan perusahaan luar negeri. Pada perusahaan BUMN komersial tidak boleh ada unsur politik dan kepentingan apapun. Dua, BUMN Public Service Obligation (PSO). Pada BUMN jenis ini bisa disisipkan orang-orang politik karena arahnya untuk program subsidi dan PSO.
Tiga, BUMN Strategis. BUMN jenis ini untuk kepentingan pertahanan dan ketahanan bangsa dan negara. Semua produknya untuk kebutuhan negara. Keempat, BUMN-BUMN lain yang masih layak untuk dikembangkan.
"Dengan demikian (dengan clusterisasi BUMN) akan mudah dilakukan monitor," ucapnya.
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Jamal Wiwoho menyatakan, BPK merupakan lembaga pengawas eksternal sekaligus pemeriksa atas pelaksanaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban keuangan negara serta kinerja kementerian, lembaga pemerintah daerah, hingga perusahaan-perusahaan BUMN. Karenanya, hasil audit maupun hasil pemeriksaan BPK, baik atas kinerja, keuangan, maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) disertai berbagai rekomendasi wajib dijalankan oleh setiap entitas pemeriksaaan atau auditte.
Menurutnya, sebagai bentuk asas pemerintahan yang baik dan asas perusahaan yang baik, governance, yang bercirikan transparansi, akuntabilitas, fairness, dan responsibility, perusahaan BUMN sebagai sebagai entitas pemeriksaan atau auditte harus menindaklanjuti rekomendasi BPK. “Rekomendasi itu kan jelas efektif sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi lagi korupsi di tubuh perusahaan-perusahaan BUMN," ujar Jamal saat dihubungi KORAN SINDO.
Guru besar hukum bisnis ini menegaskan, ketika ada rekomendasi dari BPK untuk perusahaan-perusahaan BUMN maka BPK harus juga memantau sejauh mana pelaksanaan rekomendasi tersebut kemudian laporannya disampaikan ke publik. Di sisi lain, Kementerian BUMN juga memiliki tugas untuk mengawasi BUMN mana saja yang sudah melaksanakan rekomendasi dari BPK, apa rekomendasi yang dijalankan, dan rekomendasi mana yang tidak dijalankan.
Dia menambahkan, Kementerian BUMN juga mesti bertugas mencegah terjadinya potensi penyimpangan hingga terjadinya potensi dugaan korupsi di tubuh perusahaan-perusahaan BUMN. Fungsi ini bisa dijalankan oleh Inspektorat. Berikutnya harus ada pengawasan melekat secara efektif dari jajaran komisaris dan Komite Audit serta Satuan Pengawasan Internal (SPI) di setiap perusahaan BUMN. Untuk penempatan komisaris di setiap perusahaan BUMN, seyogianya calon komisaris berasal dari kalangan profesional. Dengan begitu pengawasan untuk perbaikan sistem, tata kelola, penggunaan anggaran, akuntabilitas, dan transparansi juga dapat tercapai.
"Jadi prinsipnya adalah good corporate governance. Cirinya ya itu tadi, akuntabilitas, transparansi, fairness, dan responsibility," tegas Jamal. (Sabir Laluhu)
(ysw)