Perlu Menghindari Keramaian
A
A
A
KEPUTUSAN Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunda pelaksanaan balap Formula E di Jakarta sangat tepat. Di tengah situasi mengkhawatirkan akibat penyebaran wabah virus korona, kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam jumlah besar sebaiknya memang perlu ditiadakan atau paling tidak ditunda sementara waktu. Pasalnya, acara keramaian yang didatangi oleh banyak orang dari berbagai lokasi, terutama yang berskala internasional, akan meningkatkan potensi terjadinya penularan virus korona.
Keputusan menunda Formula E dari sekarang, meskipun kegiatan tersebut masih tersisa lebih dua bulan lagi, yakni pada 6 Juni, hal yang tepat. Memang tidak perlu menunggu lebih lama untuk mengambil keputusan ini. Saat ini kecepatan dalam mengatasi keadaan sangat diperlukan. Jangan sampai kesigapan dalam melakukan langkah penanggulangan korona kalah oleh penyebaran wabah yang sangat masif.
Bukan hanya Formula E yang ditunda karena korona. Sebelumnya, ajang lari maraton internasional Jogja Marathon 2020 yang sedianya digelar 28 Maret, juga resmi diundur. Super League Bali Triathlon 2020 yang akan digelar 3-5 April juga diundur. Demikian juga konser musik, di antaranya festival musik Hammersonic dan konser Rich Brian dkk di Jakarta resmi diundur.
Bahkan acara car free day setiap Minggu pagi di kawasan Thamrin-Sudirman, Jakarta Pusat, juga ditiadakan hingga dua pekan ke depan. Alasan Pemprov DKI Jakarta mengambil inisiatif ini sama, yakni demi keselamatan warga dari paparan korona.
Menghindari keramaian memang penting dilakukan demi melindungi diri dari kemungkinan penularan virus yang sudah menjangkiti lebih dari 110.000 orang di seluruh dunia. Di dalam negeri, warga yang terinfeksi Covid-19 kembali bertambah menjadi 34 orang. Satu dari pasien terinfeksi ini meninggal dunia kemarin. Korban merupakan warga negara asing yang tercatat sebagai pasien terinfeksi yang ke-25.
Sejauh ini pemerintah pusat belum membuat kebijakan yang intinya melarang kegiatan yang sifatnya memobilisasi massa atau menghadirkan orang dalam jumlah besar. Penundaan kegiatan sejauh ini terjadi karena inisiatif dari penyelenggara acara saja.
Car free day misalnya, itu ditiadakan sementara waktu berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, bukan oleh pusat. Padahal, idealnya, dalam situasi seperti sekarang ini sangat penting mempertimbangkan membuat aturan yang sifatnya membatasi pelaksanaan kegiatan yang menghadirkan banyak orang dan berlaku nasional.
Dalam protokol penanganan korona yang diluncurkan pemerintah, pada bagian protokol area transportasi publik, untuk penyelenggaraan acara besar hanya diminta kewaspadaan dari penyelenggara dan peserta acara. Intinya, kegiatan skala besar sampai hari ini masih tetap diizinkan.
Dalam situasi jumlah pasien terinfeksi virus korona yang terus bertambah, seharusnya ada kebijakan yang menunjukkan bahwa keadaan saat ini sudah naik level, tidak lagi biasa-biasa saja seperti ketika pemerintah belum mengumumkan ada warga negara di Tanah Air yang positif korona. Dengan adanya kebijakan pelarangan kegiatan skala besar, masyarakat juga akan ikut berhati-hati dalam beraktivitas dan berinteraksi.
Cukup dipahami langkah pemerintah yang tidak ingin menimbulkan kepanikan masyarakat, namun tidak berarti kondisi saat ini direspons dengan biasa-biasa saja. Negara dalam hal ini pemerintah pusat harus menunjukkan respons bahwa ini situasi krisis yang butuh penanganan ekstra.
Sejauh ini pemerintah memang sudah melakukan mitigasi dengan mengeluarkan protokol penanganan virus korona. Ada lima protokol pemerintah untuk pencegahan Covid-19 itu, yakni protokol kesehatan, protokol komunikasi, protokol perbatasan, protokol area institusi pendidikan, serta protokol area dan transportasi publik. Namun, apakah cukup dengan protokol ini saja saat fakta pasien baru korona di Indonesia terus bertambah?
Dalam situasi seperti ini, masyarakat tetap perlu tenang dan jangan gampang panik. Namun, pemerintah harus unjuk diri, tampil di depan dalam melawan virus korona ini dengan membuat aturan yang jelas dan terukur.
Masyarakat jangan dibiarkan mengambil tindakan sendiri-sendiri dalam melindungi diri. Salah satu yang akan membuat masyarakat tetap tenang adalah informasi yang akurat dan transparan, jangan ada yang ditutup-tutupi.
Keputusan menunda Formula E dari sekarang, meskipun kegiatan tersebut masih tersisa lebih dua bulan lagi, yakni pada 6 Juni, hal yang tepat. Memang tidak perlu menunggu lebih lama untuk mengambil keputusan ini. Saat ini kecepatan dalam mengatasi keadaan sangat diperlukan. Jangan sampai kesigapan dalam melakukan langkah penanggulangan korona kalah oleh penyebaran wabah yang sangat masif.
Bukan hanya Formula E yang ditunda karena korona. Sebelumnya, ajang lari maraton internasional Jogja Marathon 2020 yang sedianya digelar 28 Maret, juga resmi diundur. Super League Bali Triathlon 2020 yang akan digelar 3-5 April juga diundur. Demikian juga konser musik, di antaranya festival musik Hammersonic dan konser Rich Brian dkk di Jakarta resmi diundur.
Bahkan acara car free day setiap Minggu pagi di kawasan Thamrin-Sudirman, Jakarta Pusat, juga ditiadakan hingga dua pekan ke depan. Alasan Pemprov DKI Jakarta mengambil inisiatif ini sama, yakni demi keselamatan warga dari paparan korona.
Menghindari keramaian memang penting dilakukan demi melindungi diri dari kemungkinan penularan virus yang sudah menjangkiti lebih dari 110.000 orang di seluruh dunia. Di dalam negeri, warga yang terinfeksi Covid-19 kembali bertambah menjadi 34 orang. Satu dari pasien terinfeksi ini meninggal dunia kemarin. Korban merupakan warga negara asing yang tercatat sebagai pasien terinfeksi yang ke-25.
Sejauh ini pemerintah pusat belum membuat kebijakan yang intinya melarang kegiatan yang sifatnya memobilisasi massa atau menghadirkan orang dalam jumlah besar. Penundaan kegiatan sejauh ini terjadi karena inisiatif dari penyelenggara acara saja.
Car free day misalnya, itu ditiadakan sementara waktu berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, bukan oleh pusat. Padahal, idealnya, dalam situasi seperti sekarang ini sangat penting mempertimbangkan membuat aturan yang sifatnya membatasi pelaksanaan kegiatan yang menghadirkan banyak orang dan berlaku nasional.
Dalam protokol penanganan korona yang diluncurkan pemerintah, pada bagian protokol area transportasi publik, untuk penyelenggaraan acara besar hanya diminta kewaspadaan dari penyelenggara dan peserta acara. Intinya, kegiatan skala besar sampai hari ini masih tetap diizinkan.
Dalam situasi jumlah pasien terinfeksi virus korona yang terus bertambah, seharusnya ada kebijakan yang menunjukkan bahwa keadaan saat ini sudah naik level, tidak lagi biasa-biasa saja seperti ketika pemerintah belum mengumumkan ada warga negara di Tanah Air yang positif korona. Dengan adanya kebijakan pelarangan kegiatan skala besar, masyarakat juga akan ikut berhati-hati dalam beraktivitas dan berinteraksi.
Cukup dipahami langkah pemerintah yang tidak ingin menimbulkan kepanikan masyarakat, namun tidak berarti kondisi saat ini direspons dengan biasa-biasa saja. Negara dalam hal ini pemerintah pusat harus menunjukkan respons bahwa ini situasi krisis yang butuh penanganan ekstra.
Sejauh ini pemerintah memang sudah melakukan mitigasi dengan mengeluarkan protokol penanganan virus korona. Ada lima protokol pemerintah untuk pencegahan Covid-19 itu, yakni protokol kesehatan, protokol komunikasi, protokol perbatasan, protokol area institusi pendidikan, serta protokol area dan transportasi publik. Namun, apakah cukup dengan protokol ini saja saat fakta pasien baru korona di Indonesia terus bertambah?
Dalam situasi seperti ini, masyarakat tetap perlu tenang dan jangan gampang panik. Namun, pemerintah harus unjuk diri, tampil di depan dalam melawan virus korona ini dengan membuat aturan yang jelas dan terukur.
Masyarakat jangan dibiarkan mengambil tindakan sendiri-sendiri dalam melindungi diri. Salah satu yang akan membuat masyarakat tetap tenang adalah informasi yang akurat dan transparan, jangan ada yang ditutup-tutupi.
(thm)