Korona Berpotensi Kerek NPL Perbankan
A
A
A
DAMPAK langsung dari wabah virus korona mulai melemahkan berbagai sektor ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah regulasi guna menangkal pengaruh negatif dari wabah virus yang mematikan itu untuk sektor perbankan. Pasalnya, kalangan perbankan nasional mulai khawatir akan dampak dari wabah virus korona yang berpotensi meningkatkan risiko kredit dan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), khususnya pada debitur yang bisnisnya terdampak langsung.
Saat ini kinerja perekonomian sejumlah negara, tidak terkecuali Indonesia, telah melambat. Aktivitas produksi manufaktur di China, tempat asal mula berkembang biaknya virus korona, sudah mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut telah berdampak pada industri dalam negeri termasuk para debitur perbankan nasional sehingga berpotensi menaikkan NPL. Mengantisipasi dampak lebih jauh, salah satu bank pelat merah telah menyiapkan skema restrukturisasi dan perpanjangan kredit para debitur. Langkah atau kebijakan serupa juga telah disiapkan sebuah bank swasta papan atas.
Terkait dengan kinerja sektor jasa keuangan khususnya perbankan yang terancam dampak wabah virus korona, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengusulkan kepada perbankan nasional agar menurunkan suku bunga kredit. Apabila kebijakan menurunkan suku bunga kredit terealisasi dipastikan berdampak langsung pada sektor riil. Pemerintah sendiri sudah memangkas suku bunga Kredit Usaha Rakyat menjadi 6% dengan total anggaran yang siap digelontorkan mencapai Rp190 triliun hingga akhir tahun ini.
Adapun kebijakan OJK adalah melonggarkan ketentuan perhitungan kolektabilitas kredit dalam mengawal pertumbuhan ekonomi nasional dari dampak wabah virus Korona, yakni hanya memberlakukan satu pilar saja dari tiga pilar yang ada. Tiga kebijakan kolektabilitas kredit perbankan meliputi ketepatan dalam membayar, prospek usaha debitur, dan kondisi keuangan debitur.Kebijakan itu memudahkan perbankan dalam menyalurkan kredit hanya butuh memastikan debitur mampu melakukan pembayaran pokok dan bunga pinjaman saja. Hanya, kebijakan tersebut berlaku untuk pinjaman di bawah Rp10 miliar dan di atas Rp10 miliar. OJK menetapkan kebijakan pelonggaran itu berlaku setahun dan dievaluasi setiap enam bulan seraya menunggu perkembangan penanganan wabah virus Korona.
Sementara itu, perhotelan dan restoran sudah babak belur menyusul pengumuman pemerintah yang disampaikan langsung Presiden Joko Widodo soal adanya WNI yang terjangkiti virus Korona. Sejak pekan lalu, sebagaimana diklaim Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Maulana Yusran telah terjadi penurunan okupansi hotel yang mencapai 30% hingga 40% dari sekitar 6.000 hotel di seluruh negeri ini. Masalahnya, bukan hanya wisatawan mancanegara yang membatalkan kunjungan ke Indonesia, wisatawan Nusantara juga menunda perjalanan wisata di dalam negeri.
Untuk membantu perhotelan dan restoran keluar dari kondisi babak belur, pemerintah bersiap membebaskan pajak. Namun, sebagai konsekuensinya, pemerintah pusat bakal menggelontorkan anggaran sebesar Rp3,3 triliun kepada pemerintah daerah (pemda). Anggaran tersebut sebagai pengganti pendapatan pemda yang hilang karena pajak hotel dan restoran dibebaskan selama enam bulan ke depan.
Selain itu, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan berupa insentif fiskal dalam mengawal perekonomian nasional menghadapi dampak wabah virus Korona, di antaranya insentif pada sektor pariwisata sebesar Rp10,3 triliun, kemudahan impor bagi 500 reputable importir. Dan, bank sentral telah menurunkan suku bunga, rasio giro wajib minimum valuta asing dari 8% menjadi 4%. Dari pihak OJK sudah mengeluarkan kebijakan pelonggaran perhitungan kolektabilitas kredit perbankan. Kita berharap berbagai antisipasi dari pemerintah menghadapi dampak wadah virus Korona dapat menyelamatkan sektor ekonomi yang terdampak langsung, mulai pariwisata, perdagangan, hingga transportasi udara.
Namun melihat perkembangan kinerja perekonomian baik global maupun domestik yang telah terpapar wabah virus Korona, suara sejumlah ekonom seragam yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh di bawah target pemerintah. Untuk tahun ini, pemerintah telah mematok pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekitar 5,3%. Melihat kondisi saat ini, pemerintah untuk sementara melupakan dulu target pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pemerintah lebih fokus mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja, sebab belum ada yang bisa memprediksi sampai kapan kasus virus Korona ini berhenti menjadi hantu bagi setiap negara saat ini.
Saat ini kinerja perekonomian sejumlah negara, tidak terkecuali Indonesia, telah melambat. Aktivitas produksi manufaktur di China, tempat asal mula berkembang biaknya virus korona, sudah mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut telah berdampak pada industri dalam negeri termasuk para debitur perbankan nasional sehingga berpotensi menaikkan NPL. Mengantisipasi dampak lebih jauh, salah satu bank pelat merah telah menyiapkan skema restrukturisasi dan perpanjangan kredit para debitur. Langkah atau kebijakan serupa juga telah disiapkan sebuah bank swasta papan atas.
Terkait dengan kinerja sektor jasa keuangan khususnya perbankan yang terancam dampak wabah virus korona, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengusulkan kepada perbankan nasional agar menurunkan suku bunga kredit. Apabila kebijakan menurunkan suku bunga kredit terealisasi dipastikan berdampak langsung pada sektor riil. Pemerintah sendiri sudah memangkas suku bunga Kredit Usaha Rakyat menjadi 6% dengan total anggaran yang siap digelontorkan mencapai Rp190 triliun hingga akhir tahun ini.
Adapun kebijakan OJK adalah melonggarkan ketentuan perhitungan kolektabilitas kredit dalam mengawal pertumbuhan ekonomi nasional dari dampak wabah virus Korona, yakni hanya memberlakukan satu pilar saja dari tiga pilar yang ada. Tiga kebijakan kolektabilitas kredit perbankan meliputi ketepatan dalam membayar, prospek usaha debitur, dan kondisi keuangan debitur.Kebijakan itu memudahkan perbankan dalam menyalurkan kredit hanya butuh memastikan debitur mampu melakukan pembayaran pokok dan bunga pinjaman saja. Hanya, kebijakan tersebut berlaku untuk pinjaman di bawah Rp10 miliar dan di atas Rp10 miliar. OJK menetapkan kebijakan pelonggaran itu berlaku setahun dan dievaluasi setiap enam bulan seraya menunggu perkembangan penanganan wabah virus Korona.
Sementara itu, perhotelan dan restoran sudah babak belur menyusul pengumuman pemerintah yang disampaikan langsung Presiden Joko Widodo soal adanya WNI yang terjangkiti virus Korona. Sejak pekan lalu, sebagaimana diklaim Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Maulana Yusran telah terjadi penurunan okupansi hotel yang mencapai 30% hingga 40% dari sekitar 6.000 hotel di seluruh negeri ini. Masalahnya, bukan hanya wisatawan mancanegara yang membatalkan kunjungan ke Indonesia, wisatawan Nusantara juga menunda perjalanan wisata di dalam negeri.
Untuk membantu perhotelan dan restoran keluar dari kondisi babak belur, pemerintah bersiap membebaskan pajak. Namun, sebagai konsekuensinya, pemerintah pusat bakal menggelontorkan anggaran sebesar Rp3,3 triliun kepada pemerintah daerah (pemda). Anggaran tersebut sebagai pengganti pendapatan pemda yang hilang karena pajak hotel dan restoran dibebaskan selama enam bulan ke depan.
Selain itu, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan berupa insentif fiskal dalam mengawal perekonomian nasional menghadapi dampak wabah virus Korona, di antaranya insentif pada sektor pariwisata sebesar Rp10,3 triliun, kemudahan impor bagi 500 reputable importir. Dan, bank sentral telah menurunkan suku bunga, rasio giro wajib minimum valuta asing dari 8% menjadi 4%. Dari pihak OJK sudah mengeluarkan kebijakan pelonggaran perhitungan kolektabilitas kredit perbankan. Kita berharap berbagai antisipasi dari pemerintah menghadapi dampak wadah virus Korona dapat menyelamatkan sektor ekonomi yang terdampak langsung, mulai pariwisata, perdagangan, hingga transportasi udara.
Namun melihat perkembangan kinerja perekonomian baik global maupun domestik yang telah terpapar wabah virus Korona, suara sejumlah ekonom seragam yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh di bawah target pemerintah. Untuk tahun ini, pemerintah telah mematok pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekitar 5,3%. Melihat kondisi saat ini, pemerintah untuk sementara melupakan dulu target pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pemerintah lebih fokus mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja, sebab belum ada yang bisa memprediksi sampai kapan kasus virus Korona ini berhenti menjadi hantu bagi setiap negara saat ini.
(kri)