Komisi X Sebut Program Pelatihan Guru Kemendikbud Tak Transparan
A
A
A
JAKARTA - Program pelatihan guru dan kepala sekolah untuk organisasi masyarakat (ormas) yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai tidak transparan.
Kapoksi F-PKB Komisi X DPR, Lathifah Shohib menilai ada yang janggal dalam penetapan ormas yang bisa mengikuti program tersebut. Lathifah merasa aneh karena ketika program ini baru diluncurkan, ada beberapa organisasi daerah yang kompeten dalam menyelenggarakan pendidikan kemudian langsung mendaftarkan organisasinya. Anehnya, dua hari pascaprogram diluncurkan, pendaftaran sudah ditolak.
"Jadi di sinyalir sudah ada ploting untuk ormas atau LSM. Kalau memang sudah di-design sedemikian rupa untuk kepentingan kelompok tertentu, ngapain di-launching? Parameter dan track record organisasi yang lolos seleksi harus dibuka ke publik. Ingat Mas Menteri, program ini uang dari rakyat jangan dibuat mainan" tanya Lathifah dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (7/3/2020).
Karena itu, dirinya menuntut adanya transparansi dari Kemendikbud terkait rekrutmen lembaga yang bisa mengikuti program tersebut. "Program organisasi penggerak rawan dimasuki organisasi radikal. Dibutuhkan transparansi. Harus melibatkan organisasi kegamaan yang telah bergerak di pendidikan selama puluhan tahun salah satunya NU," katanya.
Pelatihan ini nantinya dilakukan kepada pendidik di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Targetnya pelatihan dilakukan terhadap 50.000 guru dan 5.000 kepala sekolah.
Organisasi yang terpilih akan menyelenggarakan program rintisan peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah di bidang literasi dan numerasi selama dua tahun ajaran, yaitu 2020 hingga 2022. Pelatihan sepenuhnya dari pihak organisasi masyarakat. Namun Kemendikbud bakal menyalurkan dana kepada ormas yang lolos seleksi. Rincian dananya dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama disebut kategori Gajah, di mana ormas bakal mendapatkan dukungan dana hingga Rp20 miliar per tahun untuk target lebih dari 100 sekolah. Kemudian kategori Macan, dengan dukungan dana hingga Rp5 miliar per tahun untuk target 21 sampai 100 sekolah. Terakhir kategori Kijang, dengan dukungan dana Rp1 miliar per tahun untuk target lima sampai 20 sekolah.
Kapoksi F-PKB Komisi X DPR, Lathifah Shohib menilai ada yang janggal dalam penetapan ormas yang bisa mengikuti program tersebut. Lathifah merasa aneh karena ketika program ini baru diluncurkan, ada beberapa organisasi daerah yang kompeten dalam menyelenggarakan pendidikan kemudian langsung mendaftarkan organisasinya. Anehnya, dua hari pascaprogram diluncurkan, pendaftaran sudah ditolak.
"Jadi di sinyalir sudah ada ploting untuk ormas atau LSM. Kalau memang sudah di-design sedemikian rupa untuk kepentingan kelompok tertentu, ngapain di-launching? Parameter dan track record organisasi yang lolos seleksi harus dibuka ke publik. Ingat Mas Menteri, program ini uang dari rakyat jangan dibuat mainan" tanya Lathifah dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (7/3/2020).
Karena itu, dirinya menuntut adanya transparansi dari Kemendikbud terkait rekrutmen lembaga yang bisa mengikuti program tersebut. "Program organisasi penggerak rawan dimasuki organisasi radikal. Dibutuhkan transparansi. Harus melibatkan organisasi kegamaan yang telah bergerak di pendidikan selama puluhan tahun salah satunya NU," katanya.
Pelatihan ini nantinya dilakukan kepada pendidik di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Targetnya pelatihan dilakukan terhadap 50.000 guru dan 5.000 kepala sekolah.
Organisasi yang terpilih akan menyelenggarakan program rintisan peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah di bidang literasi dan numerasi selama dua tahun ajaran, yaitu 2020 hingga 2022. Pelatihan sepenuhnya dari pihak organisasi masyarakat. Namun Kemendikbud bakal menyalurkan dana kepada ormas yang lolos seleksi. Rincian dananya dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama disebut kategori Gajah, di mana ormas bakal mendapatkan dukungan dana hingga Rp20 miliar per tahun untuk target lebih dari 100 sekolah. Kemudian kategori Macan, dengan dukungan dana hingga Rp5 miliar per tahun untuk target 21 sampai 100 sekolah. Terakhir kategori Kijang, dengan dukungan dana Rp1 miliar per tahun untuk target lima sampai 20 sekolah.
(pur)