Harga Gula Naik, Keran Impor Dibuka
A
A
A
Harga gula pasir tersengat virus corona? Pasalnya, seiring merebaknya virus mematikan itu harga gula pasir juga melambung di pasar yang biasanya berada pada kisaran Rp12.000 per kilogram (kg) hingga Rp14.000 per kg menjadi Rp14.000 per kg sampai Rp16.000 per kg.
Kenaikan harga komoditas tersebut hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi tersebut ditepis oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N Mandey. Dia menyebut ada dua faktor pemicu kenaikan harga gula pasir, yakni penurunan produksi gula pasir pada 2019 dan masa panen yang lebih lambat dari perkiraan semula.
Penurunan produksi gula pasir pada tahun lalu telah menyeret harga sesuai mekanisme pasar. Pihak Aprindo mengklaim penurunan produksi gula pasir pada 2019 mencapai sekitar 15% hingga 20%.
Dengan demikian, cadangan stok untuk mengisi stok 2020 tidak berlanjut. Walau demikian, pihak Aprindo meyakini ketersediaan gula bakal kembali normal menjelang bulan Ramadan, menyusul kebijakan pemerintah yang telah menerbitkan persetujuan impor bahan pangan, termasuk gula pasir.
Selain itu, kebijakan terbaru dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 14 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Gula. Permendag baru yang menggugurkan Permendag Nomor 117 Tahun 2015, menyalakan lampu hijau bagi pihak swasta untuk ikut serta mengimpor gula mendampingi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan misi turut serta menstabilisasi hara gula pasir di tingkat konsumen.
Data yang disajikan Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, harga gula di tingkat konsumen secara nasional sudah menembus Rp15.317 per kg pada Kamis, 5 Maret 2020, sebelumnya, pada Senin, 2 Maret 2020, harga gula di tingkat konsumen sebesar Rp14.757 per kg. Artinya, hanya dalam empat hari harga gula melonjak 3,79% dan jauh di atas harga acuan yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kg.
Mengantisipasi kenaikan harga gula pasir, Kemendag telah membuka keran impor gula kristal mentah atau raw sugar untuk bahan baku gula kristal putih sebanyak 438.820 ton. Kuota impor tersebut diklaim oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Agus Suparmanto, dapat memenuhi kebutuhan sampai Lebaran, Mei 2020.
Selain itu, Kemendag juga telah menerbitkan persetujuan impor gula mentah sebanyak 1,5 juta ton dalam kurun waktu enam bulan. Sebelumnya Perum Bulog telah mengajukan izin ke pemerintah untuk mengimpor gula 200.000 ton sebagai antisipasi stabilisasi harga gula pada bulan puasa dan Lebaran tahun ini.
Kebijakan impor gula tersebut disambut dingin Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) karena khawatir bakal memukul harga gula di tingkat petani. Pihak APTR, sebagaimana disampaikan Soemitro Samadikoen selaku ketua umum, beralasan bahwa sebentar lagi memasuki musim giling. Artinya, pasokan gula bakal melimpah, lalu diguyur lagi gula impor. Kalau demikian, bisa jadi harga gula di pasaran semakin anjlok karena over supply.
Mengapa keran impor gula begitu mudah dibuka pemerintah? Kalau merujuk dari keterangan pemerintah, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri pada Kemendag, impor gula sulit dihindari karena produksi gula nasional jauh untuk mencukupi kebutuhan konsumsi domestik. Tengok saja, konsumsi gula untuk industri maupun masyarakat mencapai 6 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi gula nasional hanya berada pada kisaran 2 juta ton.
Bicara impor gula memang selalu menarik disoroti sebab sudah menjadi rahasia umum perebutan kuota impor kerap menghalalkan segala cara dan menjadi lahan basah bagi yang punya wewenang menerbitkan regulasi impor. Dari dulu kuota impor gula menjanjikan keuntungan yang sangat manis.
Kenaikan harga komoditas tersebut hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi tersebut ditepis oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N Mandey. Dia menyebut ada dua faktor pemicu kenaikan harga gula pasir, yakni penurunan produksi gula pasir pada 2019 dan masa panen yang lebih lambat dari perkiraan semula.
Penurunan produksi gula pasir pada tahun lalu telah menyeret harga sesuai mekanisme pasar. Pihak Aprindo mengklaim penurunan produksi gula pasir pada 2019 mencapai sekitar 15% hingga 20%.
Dengan demikian, cadangan stok untuk mengisi stok 2020 tidak berlanjut. Walau demikian, pihak Aprindo meyakini ketersediaan gula bakal kembali normal menjelang bulan Ramadan, menyusul kebijakan pemerintah yang telah menerbitkan persetujuan impor bahan pangan, termasuk gula pasir.
Selain itu, kebijakan terbaru dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 14 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Gula. Permendag baru yang menggugurkan Permendag Nomor 117 Tahun 2015, menyalakan lampu hijau bagi pihak swasta untuk ikut serta mengimpor gula mendampingi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan misi turut serta menstabilisasi hara gula pasir di tingkat konsumen.
Data yang disajikan Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, harga gula di tingkat konsumen secara nasional sudah menembus Rp15.317 per kg pada Kamis, 5 Maret 2020, sebelumnya, pada Senin, 2 Maret 2020, harga gula di tingkat konsumen sebesar Rp14.757 per kg. Artinya, hanya dalam empat hari harga gula melonjak 3,79% dan jauh di atas harga acuan yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kg.
Mengantisipasi kenaikan harga gula pasir, Kemendag telah membuka keran impor gula kristal mentah atau raw sugar untuk bahan baku gula kristal putih sebanyak 438.820 ton. Kuota impor tersebut diklaim oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Agus Suparmanto, dapat memenuhi kebutuhan sampai Lebaran, Mei 2020.
Selain itu, Kemendag juga telah menerbitkan persetujuan impor gula mentah sebanyak 1,5 juta ton dalam kurun waktu enam bulan. Sebelumnya Perum Bulog telah mengajukan izin ke pemerintah untuk mengimpor gula 200.000 ton sebagai antisipasi stabilisasi harga gula pada bulan puasa dan Lebaran tahun ini.
Kebijakan impor gula tersebut disambut dingin Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) karena khawatir bakal memukul harga gula di tingkat petani. Pihak APTR, sebagaimana disampaikan Soemitro Samadikoen selaku ketua umum, beralasan bahwa sebentar lagi memasuki musim giling. Artinya, pasokan gula bakal melimpah, lalu diguyur lagi gula impor. Kalau demikian, bisa jadi harga gula di pasaran semakin anjlok karena over supply.
Mengapa keran impor gula begitu mudah dibuka pemerintah? Kalau merujuk dari keterangan pemerintah, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri pada Kemendag, impor gula sulit dihindari karena produksi gula nasional jauh untuk mencukupi kebutuhan konsumsi domestik. Tengok saja, konsumsi gula untuk industri maupun masyarakat mencapai 6 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi gula nasional hanya berada pada kisaran 2 juta ton.
Bicara impor gula memang selalu menarik disoroti sebab sudah menjadi rahasia umum perebutan kuota impor kerap menghalalkan segala cara dan menjadi lahan basah bagi yang punya wewenang menerbitkan regulasi impor. Dari dulu kuota impor gula menjanjikan keuntungan yang sangat manis.
(maf)